Home / Rumah Tangga / Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan / Tidak akan Mau Muncul di Hadapan Mereka lagi

Share

Tidak akan Mau Muncul di Hadapan Mereka lagi

last update Last Updated: 2025-04-29 22:46:03

Jihan membuka matanya perlahan, merasakan tubuhnya seperti serpihan kaca yang baru saja dihantam oleh palu raksasa.

Rasa sakit itu merayap, menyelinap dari ujung kaki hingga ke pangkal lehernya, membangunkannya dari mimpi yang penuh absurditas.

Ia menoleh ke samping, napasnya terhenti sejenak. Bayu terbaring di sana, wajahnya tertidur dengan tenang seperti patung dewa yang terbuat dari marmer.

Jihan menelan ludah dengan berat. Wajah itu, dengan garis-garis tajam dan lembut yang bercampur seperti lukisan maestro, masih mampu membuatnya terkesiap.

Kenapa pria ini bisa tetap tampan bahkan saat tidur? pikirnya, rasa berdosa menggumpal di dadanya.

Ia menggelengkan kepala dengan tergesa, mencoba mengusir pikiran itu seperti lalat yang hinggap di makanan.

“Apa yang kamu pikirkan, Jihan? Dia milik orang lain,” bisiknya pada dirinya sendiri, suaranya nyaris tercekik oleh rasa bersalah.

Ia bangkit dari tempat tidur, tapi langkah pertamanya terhenti oleh rasa ngilu yang menggigit pangkal pahanya.

“Ssthh ….” desahnya pelan, seperti daun yang merintih saat diinjak. Tangannya menyentuh kulitnya yang memerah, tempat rasa sakit itu menjalar seperti duri.

Matanya beralih ke bawah, ke noda merah yang membekas di dirinya. Darah itu bukan sekadar cairan, melainkan jejak dari malam yang mengubah segalanya.

Bayangan tadi malam datang seperti badai, menghantam pikirannya tanpa ampun. Bayu, dengan tubuhnya yang kekar dan tatapan penuh kuasa, mendekatinya seolah Jihan adalah miliknya sepenuhnya.

Tidak ada cinta di sana, hanya gairah yang membakar seperti api liar, meranggas segala batas moral dan logika.

‘Aku hanyalah istri kedua, bukan?’ pikirnya getir, hatinya terhimpit oleh kenyataan pahit. Dan perasaan, rupanya, tak lagi dibutuhkan oleh pria dalam urusan ini.

Dengan napas panjang yang berat, Jihan berjalan menuju kamar mandi. Suara air shower mengalir, hangatnya menenangkan kulitnya, tapi tidak mampu menghapus rasa perih di hatinya.

“Segera tumbuh,” gumamnya pelan, matanya memandang jauh ke dinding kosong. “Biar aku bisa lepas dari mereka berdua.”

Namun, pikirannya kembali melompat ke wajah Nadya, wanita dengan senyum yang selalu tampak manis tapi menyimpan sesuatu yang membuat Jihan bergidik.

‘Perempuan itu, yang mendesakku agar menyerahkan diri pada suaminya sendiri. Apakah hatinya sudah mati?’ pikir Jihan, rasa jijik menyelinap di sudut bibirnya.

Bahkan Nadya tanpa malu memberinya panduan, seperti pelatih yang menunjukkan gerakan terbaik untuk sebuah pertunjukan.

Gerakan apa saja yang Bayu sukai…? Jihan bergidik, merasakan bulu kuduknya berdiri hanya dengan mengingatnya.

“Tidak. Aku tidak akan melakukannya,” katanya dengan suara tegas, meski ia tahu perasaan itu akan terus menghantui.

Air mengalir deras, menyapu tubuhnya, tapi tidak pernah bisa membersihkan ingatannya.

**

Kecanggungan melayang di udara ruang makan, seperti kabut tipis yang tak terlihat namun terasa menusuk.

Jihan duduk dengan punggung tegak, jarinya perlahan mengoyak tepian roti bakar yang sudah mendingin.

Sesekali, ia melirik Bayu yang duduk di seberangnya, wajah lelaki itu tenggelam dalam rutinitas sarapan. Gerakannya begitu teratur, hampir seperti mesin, memotong roti bakar dengan selai nanas buatan Jihan sendiri.

“Jihan?” suara Bayu tiba-tiba memecah keheningan, nada bicaranya tenang namun mengandung sesuatu yang tak terduga.

Jihan mengangkat kepalanya, alisnya sedikit terangkat, mencoba membaca maksud panggilan itu. “Ada apa, Mas?” jawabnya, nada suaranya lebih lembut daripada yang ia harapkan.

Bayu menghela napas, dalam dan panjang. Bagi lelaki itu, panggilan “Mas” darinya adalah anomali kecil yang bisa ditoleransi, selama itu tidak terjadi di tempat kerja.

Namun, di balik helaan napasnya, ada sesuatu yang lebih berat, seperti kabar yang belum diucapkan.

“Aku hanya memastikan kalau aku tidak meninggalkan jejak di lehermu,” ucapnya dengan nada datar, matanya menelusuri wajah Jihan sesaat sebelum kembali ke roti di tangannya.

Kata-kata itu melesat seperti anak panah, menghantam Jihan tepat di dadanya. Keningnya mengerut sejenak, matanya turun perlahan ke dadanya yang telah tertutup oleh blus merah muda.

Jemarinya tanpa sadar menyentuh kancing pertama, seolah ingin memastikan bahwa semua tertutup sempurna.

“Tapi, di sini banyak,” katanya akhirnya, suaranya hampir seperti bisikan, sambil menunjuk dadanya yang tersembunyi.

Bayu menoleh, tatapan matanya dingin dan tidak beremosi. “Yang penting bukan di lehermu,” katanya dengan santai, seolah ucapannya adalah fakta sederhana tanpa beban. Lalu, dengan nada lebih tajam, ia menambahkan, “Memangnya akan ada yang melihat dadamu selain aku?”

Jihan merasakan darahnya bergejolak. Kata-kata itu seperti bara api yang dilemparkan ke dirinya. Ia ingin menampar wajah pria itu, ingin membuatnya diam sejenak agar ia bisa bernapas tanpa merasa terintimidasi.

Namun, seperti biasa, ia hanya menggeleng, membiarkan amarah itu tenggelam ke dasar hatinya.

Bayu meliriknya sekilas, lalu menawarkan, “Ikut denganku?” Nada suaranya datar, seperti pertanyaan itu hanyalah formalitas.

Jihan menggeleng, kali ini lebih tegas. “Tidak perlu,” jawabnya singkat. “Aku ada sepeda motor. Dan aku juga tidak mau membuat orang salah paham.”

Bayu tidak memberikan tanggapan. Matanya hanya menatap Jihan, lama dan dingin, sebelum akhirnya ia menggeser kursinya ke belakang dan berdiri.

“Jangan sampai terlambat. Banyak kerjaan menunggu. Aku duluan,” katanya sebelum melangkah pergi, meninggalkan keheningan di ruang makan yang kini terasa lebih berat.

Jihan menghela napas panjang, matanya mengikuti punggung Bayu yang menghilang di balik pintu. Sosok itu kembali ke wujud aslinya—arogan, kasar, dan tak kenal ampun.

Ia menatap roti bakarnya yang tinggal separuh, tapi tiba-tiba makanan itu kehilangan daya tariknya.

Hanya napas panjang yang bisa ia lepaskan, bersama pikiran-pikiran yang kembali berputar seperti roda yang tak pernah berhenti.

“Menyebalkan!” Jihan menggerutu, suaranya bergetar oleh amarah yang ia pendam. Ia mendengkus kasar, seperti kuda liar yang dirantai terlalu lama.

“Dia pikir aku wanita murahan? Selalu saja menganggap bahwa aku bukan wanita baik-baik hanya karena sudah bersedia menjadi istri keduanya.” Kata-katanya keluar seperti pecahan kaca, tajam dan melukai dirinya sendiri.

Jihan meraih gelas di depannya dan meneguk air minumnya dalam satu kali tenggakan. Rasanya tidak memuaskan, seperti mencoba memadamkan api dengan setetes air.

Matanya berkilat penuh determinasi, meski hatinya diliputi kepahitan. “Lihat saja, setelah aku hamil dan melahirkan anak untuk mereka, aku tidak akan mau muncul di hadapanmu lagi, Pak Arogan!” 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Teh Gelas
iyaa benrr tuh kabur aja udah jihan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Makin Aneh

    Ia meraih tasnya dengan gerakan cepat, langkahnya menuju pintu terkesan tergesa. Namun, tubuhnya mengkhianati amarahnya.Langkah-langkah itu tertatih, pangkal pahanya masih terasa ngilu, seperti luka yang baru saja tersayat. Tapi, Jihan meneguhkan dirinya.‘Tidak peduli seberapa sakit, aku harus tetap pergi ke kantor,’ pikirnya, menahan desah pelan yang hampir lolos dari bibirnya.Di sepanjang perjalanan, kecemasannya bertambah. Ia berharap tidak ada yang curiga dengan cara jalannya. Pikiran tentang tatapan rekan-rekannya di kantor membuat pipinya mulai memanas.‘Mau ditaruh di mana mukaku jika ada yang menyadarinya?’Bayangan mereka yang berbisik-bisik di belakangnya, membicarakan sesuatu yang seharusnya tidak mereka ketahui, membuat perutnya terasa melilit. Ia menggeleng pelan, mencoba menyingkirkan pikiran itu.Sementara itu, di ruang kerja Bayu, suasana tampak lebih tenang, tapi hanya di permukaan. Arkan melangkah masuk dengan dokumen di tangannya, ekspresinya serius seperti biasa

    Last Updated : 2025-04-29
  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Nadya yang Kekeuh

    Jihan menoleh ke arah Meta, lalu melirik ke kaca yang mengarah ke ruang kerja Bayu. Ia menahan napas sejenak, lalu melepaskannya dalam tawa kecil yang dibuat-buat.“Mungkin lagi rekap tahunan, Met. Dia lagi nyari karyawannya yang teladan,” jawab Jihan dengan nada ringan, meski dalam hatinya terasa seperti ada duri yang menusuk.Meta tertawa mendengar jawabannya. “Nggak ada, Jihan,” ucapnya, tapi kemudian ia mengerutkan keningnya. Matanya menatap Jihan dengan cermat, seperti sedang mencoba mencari sesuatu yang tidak beres. “Jihan? Are you okay? Kenapa muka kamu pucat banget? Kayak orang kelelahan. Kamu sakit?” tanyanya, nada suaranya berubah menjadi cemas.Jihan menghela napas pelan, mencoba menenangkan dirinya. Ia meraih kaca kecil dari tasnya dan memandang pantulan wajahnya.Memang benar, wajahnya sedikit pucat, dan matanya tampak sayu, seolah beban dunia menggantung di sana. Namun, ia segera menguasai dirinya, memasang senyum yang cukup meyakinkan.“Nggak apa-apa kok. Aku baik-baik

    Last Updated : 2025-04-29
  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Pertanyaan Bayu

    “Lagi pula, aku sedang mens,” timpal Nadya, suaranya kini datar, seperti debur ombak yang kehilangan gairah. “Jadi, kamu tidak bisa menyentuhku sampai lima hari ke depan.”“Baiklah,” jawab Bayu akhirnya, suaranya serak seperti ranting yang patah. “Aku akan bermalam di rumah Jihan sampai dia hamil. Tapi, kamu oke, kan?”Nadya terkekeh pelan, tetapi tawa itu kosong, seperti bayangan yang tak memiliki tubuh. “Jika demi masa depan kita, aku baik-baik saja kok, Mas. Justru yang aku khawatirkan saat ini adalah orang tuamu. Mereka akan bertanya-tanya karena pernikahan kita sudah memasuki tiga tahun. Tolonglah bantu aku, Mas.”Bayu menatap kosong ke depan, membayangkan wajah istrinya yang menanggung beban seperti batu besar yang terikat di dadanya.Ia merasa dadanya sesak, bukan karena amarah, tetapi karena kasihan yang menyesak, merayap dalam setiap serat hatinya.Nadya, perempuan yang ia cintai, kini hanya menjadi bayangan dirinya sendiri—patah, rapuh, dan tak berdaya setelah mengetahui ken

    Last Updated : 2025-04-30
  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Sikap Aneh Bayu

    Jihan terdiam, tubuhnya terasa kaku. Pertanyaan itu menggema di ruang kecil itu, menyisakan keheningan yang lebih menusuk daripada jawaban apa pun.Ia melirik kalender di meja kerja Bayu, jarinya perlahan mengarah pada tanggal-tanggal yang sudah ia hafal di luar kepala. Dengan gerakan pelan, ia menggeleng.“Minggu depan seharusnya saya datang bulan,” ucapnya pelan, nyaris seperti bisikan. “Jadi, minggu ini tidak masuk dalam masa subur.”“What?” Bayu terdengar terkejut, suaranya melengking dengan nada yang mengiris, seperti kaca yang retak tiba-tiba.“Kenapa tidak bilang kalau kamu tidak sedang dalam masa subur, Jihan? Kamu sengaja, ya? Kamu ingin menggoda saya, huh?”Mata Jihan menyipit, dan untuk sesaat, ia merasa dadanya mendidih. Amarah yang selama ini ia pendam mulai menyembul ke permukaan, seperti lava yang tak mampu lagi ditahan gunung berapi.“Jangan menuduh saya seperti itu ya, Pak!” suaranya meletup, keras dan tajam. “Saya masih punya harga diri meski sudah Anda beli dengan b

    Last Updated : 2025-04-30
  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Kecurigaan Meta

    “Sudah, sudah,” Jihan mendelik sambil berusaha menyembunyikan rona tipis yang perlahan muncul di pipinya. “Kamu kebanyakan nonton drama. Bayu itu ya … sama sekali nggak begitu.”Meta mengusap lengannya yang dipukul, berpura-pura meringis. “Terserah kamu, deh,” gumamnya dengan tawa kecil yang tak bisa ditahan.Waktu terus berlalu, hingga jarum jam akhirnya menyentuh angka lima sore. Langit di luar mulai memerah seperti pipi seorang pemalu, memberikan tanda bahwa malam akan segera mengambil alih.Jihan dan Meta kini sudah tiba di rumah sakit, di mana aroma antiseptik yang menusuk bercampur dengan suasana tenang yang hampir mencekam.“Hi, Bas,” sapa Meta ceria, suaranya membawa kehangatan di tengah dinginnya udara ruangan. “Selamat ya, operasinya berjalan lancar. Katanya kamu sudah bisa pulang dalam waktu dekat!”Bastian, yang duduk di ranjang dengan wajah yang mulai memulih, tersenyum lebar seperti mentari pagi yang baru saja terbit.“Terima kasih, Kak. Terima kasih juga udah mau jenguk

    Last Updated : 2025-04-30
  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Permintaan Maaf Bayu

    “Apa iya, dia udah punya pacar tapi nggak mau ngasih tahu aku?” lanjut Meta, mencoba menebak dengan nada bercanda, meskipun matanya penuh tanda tanya.Bastian hanya mengangkat bahu pelan. Dalam hati, ia bergumam, ‘Kak Jihan pasti akan kasih tahu Kak Meta suatu saat nanti, setelah dia siap.’ Tapi, kapan? Itu pertanyaan yang bahkan ia sendiri tidak tahu jawabannya.Sementara itu, di dalam toilet, Jihan duduk di atas closet dengan punggung bersandar pada dinding yang dingin.Ia memandang layar ponselnya dengan napas tertahan, seperti seorang prajurit yang menunggu serangan berikutnya.Bayu: Kalau begitu saya ke rumah sakit juga.Matanya membola, seakan pesan itu adalah ledakan kecil yang memecah ketenangannya.Dengan tergesa, ia mengetik balasan, jemarinya hampir terpeleset karena keringat dingin yang mulai membasahi tangannya.Jihan: Jangan! Di sini ada Meta. Dia belum tahu apa pun!Bayu menaikkan alisnya saat membaca pesan itu, wajahnya yang biasanya dingin tampak melunak sesaat.Ada s

    Last Updated : 2025-05-01
  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Saya Membutuhkanmu

    Jihan memandangnya dengan alis yang sedikit terangkat, matanya memancarkan keheranan yang tidak dapat disembunyikan.Namun, ia menggelengkan kepalanya perlahan, menolak pernyataan pria itu. “It’s okay, Pak. Saya mengerti. Tidak perlu meminta maaf. Justru saya yang seharusnya meminta maaf karena sudah lancang—”“Kamu benar, Jihan,” potong Bayu tiba-tiba, nada suaranya lebih dalam, hampir seperti gumaman yang keluar dari relung hatinya. “Jadi, tidak perlu meminta maaf.”Kalimat itu menggantung di udara, membebani ruang di antara mereka dengan makna yang sulit dijelaskan.Bayu menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, suaranya terdengar lebih rapuh dibanding sebelumnya. “Saya membutuhkanmu, Jihan. Seharusnya saya memperlakukanmu dengan baik. Bukan malah menghinamu seperti tadi.”Kata-kata itu membuat Jihan menelan ludah, suaranya tertahan di tenggorokannya. Mata cokelatnya menatap Bayu dengan kebingungan yang tak dapat disembunyikan.Sikap pria itu malam ini begitu berbeda, begitu l

    Last Updated : 2025-05-01
  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Pilihan yang Sangat Sulit

    “Mohon maaf, Mbak Jihan. Pihak rumah sakit sudah menerapkan sistem seperti itu. Kami tidak bisa melakukan apa pun jika Anda belum membayar administrasinya.”Ucapan itu meluruhkan benteng terakhir Jihan. Air matanya pecah, bergulir tanpa henti seperti hujan di akhir musim kemarau, menggenangi pipinya yang pucat.Pikiran tentang kehilangan Bastian, satu-satunya keluarga yang tersisa setelah kepergian kedua orang tua mereka, membuat jantungnya seperti ditusuk ribuan duri.“Apa yang harus aku lakukan?” bisiknya lirih, hampir tak terdengar, sembari menutup wajah dengan kedua tangan yang bergetar. Isak tangisnya seperti gema kesedihan yang tak henti-hentinya memukul dinding ruangan itu.“Jihan?” Sebuah suara familiar memecah keheningan, dan dari seberang lorong, Bayu berdiri terpaku, keningnya berkerut.Wajahnya menyiratkan keheranan yang bercampur dengan kekhawatiran, sementara di sebelahnya, Nadya memandang dengan tatapan penuh tanya.“Siapa dia, Mas?” bisik Nadya kepada suaminya itu.Mer

    Last Updated : 2025-04-28

Latest chapter

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Saya Membutuhkanmu

    Jihan memandangnya dengan alis yang sedikit terangkat, matanya memancarkan keheranan yang tidak dapat disembunyikan.Namun, ia menggelengkan kepalanya perlahan, menolak pernyataan pria itu. “It’s okay, Pak. Saya mengerti. Tidak perlu meminta maaf. Justru saya yang seharusnya meminta maaf karena sudah lancang—”“Kamu benar, Jihan,” potong Bayu tiba-tiba, nada suaranya lebih dalam, hampir seperti gumaman yang keluar dari relung hatinya. “Jadi, tidak perlu meminta maaf.”Kalimat itu menggantung di udara, membebani ruang di antara mereka dengan makna yang sulit dijelaskan.Bayu menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, suaranya terdengar lebih rapuh dibanding sebelumnya. “Saya membutuhkanmu, Jihan. Seharusnya saya memperlakukanmu dengan baik. Bukan malah menghinamu seperti tadi.”Kata-kata itu membuat Jihan menelan ludah, suaranya tertahan di tenggorokannya. Mata cokelatnya menatap Bayu dengan kebingungan yang tak dapat disembunyikan.Sikap pria itu malam ini begitu berbeda, begitu l

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Permintaan Maaf Bayu

    “Apa iya, dia udah punya pacar tapi nggak mau ngasih tahu aku?” lanjut Meta, mencoba menebak dengan nada bercanda, meskipun matanya penuh tanda tanya.Bastian hanya mengangkat bahu pelan. Dalam hati, ia bergumam, ‘Kak Jihan pasti akan kasih tahu Kak Meta suatu saat nanti, setelah dia siap.’ Tapi, kapan? Itu pertanyaan yang bahkan ia sendiri tidak tahu jawabannya.Sementara itu, di dalam toilet, Jihan duduk di atas closet dengan punggung bersandar pada dinding yang dingin.Ia memandang layar ponselnya dengan napas tertahan, seperti seorang prajurit yang menunggu serangan berikutnya.Bayu: Kalau begitu saya ke rumah sakit juga.Matanya membola, seakan pesan itu adalah ledakan kecil yang memecah ketenangannya.Dengan tergesa, ia mengetik balasan, jemarinya hampir terpeleset karena keringat dingin yang mulai membasahi tangannya.Jihan: Jangan! Di sini ada Meta. Dia belum tahu apa pun!Bayu menaikkan alisnya saat membaca pesan itu, wajahnya yang biasanya dingin tampak melunak sesaat.Ada s

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Kecurigaan Meta

    “Sudah, sudah,” Jihan mendelik sambil berusaha menyembunyikan rona tipis yang perlahan muncul di pipinya. “Kamu kebanyakan nonton drama. Bayu itu ya … sama sekali nggak begitu.”Meta mengusap lengannya yang dipukul, berpura-pura meringis. “Terserah kamu, deh,” gumamnya dengan tawa kecil yang tak bisa ditahan.Waktu terus berlalu, hingga jarum jam akhirnya menyentuh angka lima sore. Langit di luar mulai memerah seperti pipi seorang pemalu, memberikan tanda bahwa malam akan segera mengambil alih.Jihan dan Meta kini sudah tiba di rumah sakit, di mana aroma antiseptik yang menusuk bercampur dengan suasana tenang yang hampir mencekam.“Hi, Bas,” sapa Meta ceria, suaranya membawa kehangatan di tengah dinginnya udara ruangan. “Selamat ya, operasinya berjalan lancar. Katanya kamu sudah bisa pulang dalam waktu dekat!”Bastian, yang duduk di ranjang dengan wajah yang mulai memulih, tersenyum lebar seperti mentari pagi yang baru saja terbit.“Terima kasih, Kak. Terima kasih juga udah mau jenguk

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Sikap Aneh Bayu

    Jihan terdiam, tubuhnya terasa kaku. Pertanyaan itu menggema di ruang kecil itu, menyisakan keheningan yang lebih menusuk daripada jawaban apa pun.Ia melirik kalender di meja kerja Bayu, jarinya perlahan mengarah pada tanggal-tanggal yang sudah ia hafal di luar kepala. Dengan gerakan pelan, ia menggeleng.“Minggu depan seharusnya saya datang bulan,” ucapnya pelan, nyaris seperti bisikan. “Jadi, minggu ini tidak masuk dalam masa subur.”“What?” Bayu terdengar terkejut, suaranya melengking dengan nada yang mengiris, seperti kaca yang retak tiba-tiba.“Kenapa tidak bilang kalau kamu tidak sedang dalam masa subur, Jihan? Kamu sengaja, ya? Kamu ingin menggoda saya, huh?”Mata Jihan menyipit, dan untuk sesaat, ia merasa dadanya mendidih. Amarah yang selama ini ia pendam mulai menyembul ke permukaan, seperti lava yang tak mampu lagi ditahan gunung berapi.“Jangan menuduh saya seperti itu ya, Pak!” suaranya meletup, keras dan tajam. “Saya masih punya harga diri meski sudah Anda beli dengan b

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Pertanyaan Bayu

    “Lagi pula, aku sedang mens,” timpal Nadya, suaranya kini datar, seperti debur ombak yang kehilangan gairah. “Jadi, kamu tidak bisa menyentuhku sampai lima hari ke depan.”“Baiklah,” jawab Bayu akhirnya, suaranya serak seperti ranting yang patah. “Aku akan bermalam di rumah Jihan sampai dia hamil. Tapi, kamu oke, kan?”Nadya terkekeh pelan, tetapi tawa itu kosong, seperti bayangan yang tak memiliki tubuh. “Jika demi masa depan kita, aku baik-baik saja kok, Mas. Justru yang aku khawatirkan saat ini adalah orang tuamu. Mereka akan bertanya-tanya karena pernikahan kita sudah memasuki tiga tahun. Tolonglah bantu aku, Mas.”Bayu menatap kosong ke depan, membayangkan wajah istrinya yang menanggung beban seperti batu besar yang terikat di dadanya.Ia merasa dadanya sesak, bukan karena amarah, tetapi karena kasihan yang menyesak, merayap dalam setiap serat hatinya.Nadya, perempuan yang ia cintai, kini hanya menjadi bayangan dirinya sendiri—patah, rapuh, dan tak berdaya setelah mengetahui ken

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Nadya yang Kekeuh

    Jihan menoleh ke arah Meta, lalu melirik ke kaca yang mengarah ke ruang kerja Bayu. Ia menahan napas sejenak, lalu melepaskannya dalam tawa kecil yang dibuat-buat.“Mungkin lagi rekap tahunan, Met. Dia lagi nyari karyawannya yang teladan,” jawab Jihan dengan nada ringan, meski dalam hatinya terasa seperti ada duri yang menusuk.Meta tertawa mendengar jawabannya. “Nggak ada, Jihan,” ucapnya, tapi kemudian ia mengerutkan keningnya. Matanya menatap Jihan dengan cermat, seperti sedang mencoba mencari sesuatu yang tidak beres. “Jihan? Are you okay? Kenapa muka kamu pucat banget? Kayak orang kelelahan. Kamu sakit?” tanyanya, nada suaranya berubah menjadi cemas.Jihan menghela napas pelan, mencoba menenangkan dirinya. Ia meraih kaca kecil dari tasnya dan memandang pantulan wajahnya.Memang benar, wajahnya sedikit pucat, dan matanya tampak sayu, seolah beban dunia menggantung di sana. Namun, ia segera menguasai dirinya, memasang senyum yang cukup meyakinkan.“Nggak apa-apa kok. Aku baik-baik

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Makin Aneh

    Ia meraih tasnya dengan gerakan cepat, langkahnya menuju pintu terkesan tergesa. Namun, tubuhnya mengkhianati amarahnya.Langkah-langkah itu tertatih, pangkal pahanya masih terasa ngilu, seperti luka yang baru saja tersayat. Tapi, Jihan meneguhkan dirinya.‘Tidak peduli seberapa sakit, aku harus tetap pergi ke kantor,’ pikirnya, menahan desah pelan yang hampir lolos dari bibirnya.Di sepanjang perjalanan, kecemasannya bertambah. Ia berharap tidak ada yang curiga dengan cara jalannya. Pikiran tentang tatapan rekan-rekannya di kantor membuat pipinya mulai memanas.‘Mau ditaruh di mana mukaku jika ada yang menyadarinya?’Bayangan mereka yang berbisik-bisik di belakangnya, membicarakan sesuatu yang seharusnya tidak mereka ketahui, membuat perutnya terasa melilit. Ia menggeleng pelan, mencoba menyingkirkan pikiran itu.Sementara itu, di ruang kerja Bayu, suasana tampak lebih tenang, tapi hanya di permukaan. Arkan melangkah masuk dengan dokumen di tangannya, ekspresinya serius seperti biasa

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Tidak akan Mau Muncul di Hadapan Mereka lagi

    Jihan membuka matanya perlahan, merasakan tubuhnya seperti serpihan kaca yang baru saja dihantam oleh palu raksasa.Rasa sakit itu merayap, menyelinap dari ujung kaki hingga ke pangkal lehernya, membangunkannya dari mimpi yang penuh absurditas.Ia menoleh ke samping, napasnya terhenti sejenak. Bayu terbaring di sana, wajahnya tertidur dengan tenang seperti patung dewa yang terbuat dari marmer.Jihan menelan ludah dengan berat. Wajah itu, dengan garis-garis tajam dan lembut yang bercampur seperti lukisan maestro, masih mampu membuatnya terkesiap.Kenapa pria ini bisa tetap tampan bahkan saat tidur? pikirnya, rasa berdosa menggumpal di dadanya.Ia menggelengkan kepala dengan tergesa, mencoba mengusir pikiran itu seperti lalat yang hinggap di makanan.“Apa yang kamu pikirkan, Jihan? Dia milik orang lain,” bisiknya pada dirinya sendiri, suaranya nyaris tercekik oleh rasa bersalah.Ia bangkit dari tempat tidur, tapi langkah pertamanya terhenti oleh rasa ngilu yang menggigit pangkal pahanya

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Membuktikan Sendiri

    Bayu meneguk wine dengan gerakan terburu-buru, seolah cairan merah gelap itu adalah obat penawar bagi luka batin yang tak terlihat.Di sofa ruang tengah yang remang-remang, ia duduk dengan tubuh yang mulai terasa berat, mencoba menenggelamkan dirinya dalam gelombang mabuk sebelum keberanian palsu merasuki raganya.“Kenapa Nadya bisa merelakanku berbagi dengan wanita lain,” gumamnya pelan, seperti berbicara kepada hantu masa lalunya yang tak kunjung pergi. Ia menggelengkan kepala, dan kembali membiarkan wine mengalir melewati tenggorokannya.“Aku tidak bisa bercinta dengan wanita mana pun selain Nadya,” ucapnya lagi, kali ini dengan nada yang lebih berat, penuh sesal.Kata-katanya seperti riak kecil di tengah lautan sunyi, sementara kesadarannya perlahan tenggelam, meskipun wine yang ia teguk baru seteguk-dua teguk.Di kamar yang diterangi lampu temaram, Jihan berdiri di depan cermin besar yang memantulkan seluruh tubuhnya.Napasnya terdengar berat, hampir seperti hembusan angin yang m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status