Rai menghela napas panjang sambil meneguk air putihnya bernafsu. Ia meraup wajahnya untuk mengusap peluh, sengaja menghindari bersitatap dengan Ben, sang ayah angkat. "Tumben kalah," gumam Ben justru duduk di sebelah Rai. "Ada isinya apaan itu kepala?" tanyanya. "Otak dan organ lainnya, Ketua," balas Rai sekenanya. "Perempuan," tebak Ben sangat tepat. "Ada satu perempuan di kepalamu, tapi bukan Kiara, Christ," ulangnya. "Selalu ada Ane-san," balas Rai tersenyum. "Siapa? Setelah sekian lama, hatimu tergerak?" "Ben," Rai lagi-lagi meneguk air putihnya. "Aku pusing," keluhnya. "Aku tau, kalah dariku membuktikan kalau sesuatu terjadi dengan kepalamu.""Gimana dong?" "Selesaikan. Sejak kapan klan Wisanggeni lemah sama perempuan?" tantang Ben. "Dia beda, dan iya, dia memang kelemahanku," ungkap Rai jujur. "Sampai apa?" tanya Ben sambil menyulut rokoknya. "Melibatkan perasaan? Ranjang?" "Aku harus ke rumah sakit," balas Rai menghindar. "Ah, aku harus bilang Ane-san kalau anak kes
Huling Na-update : 2025-03-25 Magbasa pa