Home / Romansa / Candu Cinta Dokter Muda / 3. Memastikan Tentangmu

Share

3. Memastikan Tentangmu

Author: Sayap Ikarus
last update Last Updated: 2025-03-25 13:37:30

"Ada yang mau ditanyakan?"

Gendhis bungkam, ia hanya menatap tajam pada sosok tampan berjas snelli dengan masker menutupi separuh wajahnya itu.

Tiga hari pasca operasi, Gendhis dipindahkan ke ruang perawatan setelah kondisinya dipastikan stabil.

"Kapan dia bisa dibawa pulang, Dok?" Wida—perempuan berpenampilan mencolok yang tak pernah berada jauh dari sisi Gendhis, sang mucikari veteran.

"Harus dilihat perkembangannya Bu," jawab dokter di sebelah ranjang Gendhis, Dokter Christ, atau Gendhis mengenalnya sebagai Rai.

"Kamu jijik sama aku?" tanya Gendhis tiba-tiba, menatap tajam pada Rai.

"Ya?" Rai mengernyit tak mengerti.

"Ah, aku bener. Sikapmu yang begini… aku paham kok,” ujar Gendhis terdengar kecewa. “Kupikir malam itu aku emang cuma mimpi."

"Sepertinya sudah tidak ada pertanyaan lagi. Kalau gitu, saya permisi.”

Menatap punggung Rai yang berlalu, hati Gendhis seakan runtuh bak gletser di kutub.

Perih menyayat bukan hanya pada bekas luka operasinya, tapi di dalam dadanya. Jauh di lubuk sana, hatinya bak tercabik, dikoyak oleh perasaan lama yang masih tersisa.

"Dokter itu juga yang donor darah buat lo," ucap Wida membuat Gendhis tersadar akan keberadaannya. "Lo kenal sama dia?" tanyanya.

Gendhis menggeleng, "Kayaknya salah orang," lirihnya parau.

"Gue nggak bisa lama-lama nemenin lo, nanti rumah gimana kalau gue nggak ada? Biar gue kirim anak buat nemenin nanti malem," kata Wida beranjak menenteng tasnya.

"Nggak usah Mi," tolak Gendhis. "Gue juga nggak bakalan kabur kok."

"Gue nggak khawatir lo kabur, gue cuma nggak mau orang-orang di sini jadiin lo bahan gunjingan karena lo berasal dari rumah bordil dan hamil tanpa suami. Semua dokter dan perawat yang nanganin lo tau situasi itu," desis Wida seraya berlalu sambil melambaikan tangan.

Setelah itu, suasana kamar rawat Gendhis lengang. Sesekali hanya terdengar suara humidifier yang menebar aroma terapi di dalam ruangan, Gendhis melamun menatap ke luar jendela kamar. Pikirannya melayang jauh, mengingat nasibnya yang harus hamil tanpa suami, entah anak dari pelanggannya yang mana.

"Permisi, saya ganti infusnya dulu ya Mbak," seorang perawat muncul, membuyarkan lamunan Gendhis.

"Di mana saya bisa ketemu Dokter Christ, Sus?" tanya Gendhis setelah mengangguk ramah.

"Kayaknya Dokter Christ masih di ruangannya Mbak, sejak sejak tadi sudah mulai jadwal praktik di poli, tapi tadi beliau sempatkan untuk visit pasien ranap dulu," sebut sang perawat.

Ada ekspresi yang coba disembunyikan dengan rapi oleh perawat itu, sebelum kembali berujar, "Sekedar info kalau Mbak tertarik. Calon istrinya Dokter Kiara residen spesialis penyakit dalam. Permisi ya Mbak."

Gendhis tertegun, rasa penasarannya tak bisa dibendung. Ia turun perlahan, mati-matian menahan sakit di tubuhnya untuk bisa mencapai kursi roda di pojok ruangan sambil menarik tiang infusnya.

Susah-payah, Gendhis memutar kursi rodanya, mencari ruangan tempat Rai dijadwalkan untuk memulai praktek. Beruntung seorang perawat berbaik hati mengantarnya hingga ke poli di mana sudah ada beberapa pasien menunggu untuk diperiksa.

"Mbak mau periksa juga?" tegur seorang perawat di meja pendaftaran pada Gendis.

Gelengan Gendhis berikan, "Saya pengin ketemu Dokter Christ. Saya pasien rawat inap," terangnya.

"Harus tunggu selesai beliau praktik ya Mbak, sebentar," kata perawatnya lagi.

Gendhis mengangguk. Ia menurut saja saat kursi rodanya didorong ke ujung lorong, paling dekat dengan pintu ruang praktik poli. Sambil menunggu dua antrean lagi, Gendhis mengamati para ibu hamil itu. Ia mengusap perutnya sendiri, kehamilan singkat yang tak ia sadari dan hampir merenggut nyawanya.

"Maaf Dok, masih ada satu lagi, pasien rawat inap," terdengar perawat berucap di dalam ruangan.

"Oke," sahut suara berat Rai singkat.

Gendhis menarik napas dalam-dalam setelah mendengar jawaban setuju dari Rai.

Sang perawat muncul dengan senyuman ramah, ia bantu mendorong kursi roda Gendhis tanpa diminta.

Jantung Gendhis berdebar, setelah hampir 13 tahun tidak bertemu, ia sengaja menemui Rai lagi.

"Kenapa?" tegur Rai tampak kaget melihat wajah pasien yang duduk di kursi roda itu. "Jam praktik saya sudah selesai, saya harus ke rumah sakit lain," tandasnya kaku.

"Aku cuma mastiin," ucap Gendhis tersendat. "Aku lega sekarang, karena tau kamu masih hidup," tambahnya sekuat tenaga menahan air mata.

###

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Candu Cinta Dokter Muda   4. Sama Rindunya

    "Ada tindakan medis yang perlu saya lakukan?" tanya Rai seraya berdiri dari kursinya. Gendhis tertegun, ia amati Rai yang sibuk memberesi beberapa barangnya, pun juga mengganti masker di wajahnya dengan yang baru. Untuk sepersekian detik, Gendhis terhenyak. Pria di hadapannya ini benar-benar Rai-nya 13 tahun lalu, cinta pertamanya. "Terima kasih sudah mendonorkan darah untuk saya," sebut Gendhis terbata, berubah dalam mode formal yang canggung. "Juga, terima kasih sudah menyelamatkan nyawa saya.” "Sudah kewajiban saya," balas Rai singkat. "Suster Tiwi akan mengantar Mbak kembali ke kamar rawat," ucapnya sembari memberi kode pada perempuan di pintu, perawat yang dimaksud. "Gendhis Kemuning Btari, nama saya," ujar Gendhis. "Barangkali Dokter lupa," tandasnya menusuk. Kini giliran Rai yang mematung, gerakannya yang sudah siap menenteng tas, terhenti. Tatapan matanya berubah, menusuk pada sang pasien yang masih berusaha menahan tangis di kursi rodanya itu. Lelaki itu memberik

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   5. Alasan Masa Lalu

    "Banyak staf perawat bertanya ke saya, apa hubungan Dokter dengan pasien K.E.T itu," sebut Suster Tiwi mengiringi langkah Rai menuju parkiran di hari lain seusai praktik di poli. "Terus Mbak Tiwi jawab apa?" balas Rai tak acuh. "Rumor tersebar, mereka pikir Dokter Christ adalah salah satu pelanggannya di rumah bordil," kata Tiwi hati-hati. "Ya biar aja mereka nganggap begitu." "Tapi banyak yang nggak rela, Dokter kan maskot ketampanan rumah sakit kita, masa jajan di rumah bordil. Nggak mungkin kan Dok?" Rai tersenyum, "Menurut Mbak Tiwi, saya begitu nggak?" tanyanya. "Enggak," tegas Suster Tiwi. "Dok, jangan ya," pintanya sudah seperti kakak bagi Rai. "Iya," sahut Rai geli. "Gendhis, hari ini dia bisa pulang. Mbak sudah buatkan surat kontrolnya untuk dua minggu ke depan?" tanyanya. "Siap, sudah Dokter!" balas Suster Tiwi. Rai mengangguk, lantas melambai ringan pada Tiwi sebelum akhirnya keduanya berpisah di simpang antara lobi dan arah IGD. Seolah takdir me

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   6. Perawanku

    Rai menghela napas panjang sambil meneguk air putihnya bernafsu. Ia meraup wajahnya untuk mengusap peluh, sengaja menghindari bersitatap dengan Ben, sang ayah angkat. "Tumben kalah," gumam Ben justru duduk di sebelah Rai. "Ada isinya apaan itu kepala?" tanyanya. "Otak dan organ lainnya, Ketua," balas Rai sekenanya. "Perempuan," tebak Ben sangat tepat. "Ada satu perempuan di kepalamu, tapi bukan Kiara, Christ," ulangnya. "Selalu ada Ane-san," balas Rai tersenyum. "Siapa? Setelah sekian lama, hatimu tergerak?" "Ben," Rai lagi-lagi meneguk air putihnya. "Aku pusing," keluhnya. "Aku tau, kalah dariku membuktikan kalau sesuatu terjadi dengan kepalamu.""Gimana dong?" "Selesaikan. Sejak kapan klan Wisanggeni lemah sama perempuan?" tantang Ben. "Dia beda, dan iya, dia memang kelemahanku," ungkap Rai jujur. "Sampai apa?" tanya Ben sambil menyulut rokoknya. "Melibatkan perasaan? Ranjang?" "Aku harus ke rumah sakit," balas Rai menghindar. "Ah, aku harus bilang Ane-san kalau anak kes

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   7. Dua Minggu

    "Ini hari Rabu kan?" Rai meneliti kalender di mejanya. Sudah mendekati jam 9 malam, Rai baru saja menyelesaikan praktiknya di poli Obgyn. Wajahnya tampak gusar, seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Sudah hampir dua minggu semenjak Rai menandatangi surat kepulangan Gendhis dari rumah sakit dan perempuan itu tidak lagi muncul untuk sekadar kontrol bagaimana kondisinya. Padahal, Rai sudah menjadwalkan dua kali kunjungan demi memantau luka bekas operasi yang baru saja Gendhis jalani. "Ada yang kelupaan, Dok?" tanya Suster Tiwi perhatian. "Apa pasien K.E.T yang kita pulangkan dua minggu lalu itu ada dateng kontrol ke Dokter Andri?" tanya Rai sambil pura-pura sibuk memberesi bawaannya. "Sepertinya nggak ada riwayat kunjungan kontrol ke Dokter Andri juga, Dok," jawab Suster Tiwi. "Perlu saya tanyakan ke Suster Ana?" tawarnya. "Boleh kalau nggak ngrepotin Mbak Tiwi," ujar Rai sungkan. "Nggak kok Dok, sebentar saya cek dulu ke bagian pendaftaran dan Suster Ana ya Dok," pamit S

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   8. Sentuhan Tak Terduga

    "Di sini boleh ngerokok nggak?" gumam Rai tampak masih meneliti sekitarnya, tak memedulikan Gendhis yang mematung beku ke arahnya. "Ha?" hanya kata itu yang keluar dari mulut Gendhis. Ia syok, kaget dan tak menduga bahwa tamu level VIP-nya adalah Rai. "Ruangan ini ber-AC? Aku pengin ngerokok," ucap Rai sengaja bangun dari posisi duduknya dan mendekat ke arah jendela di mana ada pemandangan luar yang langsung mengarah ke taman. "Setelah hari ini, kita bisa pindah ke hotel aja kan? Jangan di sini?" tanyanya berbalik ke arah Gendhis. "Rai, kamu ngapain di sini?" tegur Gendhis setelah menguasai keadaan. Ia sama sekali tak menjawab pertanyaan Rai padanya. "Bu Wida nggak ngomong apa-apa?" gumam Rai, "aku udah urus semuanya ke dia, sampe dua minggu ke depan," tandasnya. "Kamu gila?" mata Gendhis membulat. "Kenapa? Kamu nolak ngelayanin aku?" "Mau kamu apa sih? Setelah bersikap nggak kenal ke aku selama di rumah sakit, sekarang tiba-tiba kamu muncul dan jadi pelangganku?" Rai tersenyu

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   9. Bukan Kesalahan Siapapun

    "Kamu nggak dateng di dua kali jadwal kontrol yang kukasih," gumam Rai seraya membuka kemasan kasa waterproof di tangannya. "Kamu ganti sendiri kassa-nya?" tanyanya fokus pada luka bekas operasi di perut bagian bawah Gendhis itu. Gendhis tak langsung menjawab, sejenak pikirannya melayang jauh, ia seperti ditampar kuat oleh sikap Rai yang di luar ekspektasinya. Rai yang ia pikir akan dengan mudah menidurinya justru memperlakukannya seperti perempuan baik-baik lainnya."Seharusnya kamu juga harus di USG, biar bisa kucek ada perdarahan nggak di dalam. Tapi aku terbatas bawa alat, cuma buat ganti kassa aja yang bisa kulakuin di sini. Kamu nggak dateng kontrol ke poliku, tapi juga nggak bikin jadwal sama dokter Obgyn lain, kondisimu bisa aja fatal tanpa pengawasan, Ndhis," omel Rai. Gendhis yang mendengar omelan Rai bukannya takut tapi justru tersenyum. Hatinya terasa damai, afirmasi positif dari kalimat Rai membuatnya merasa berharga dan dianggap ada. Kenangan lama mereka tiba-tiba data

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   10. Sejak Awal

    "Minggu depan aku bakalan dateng lagi di jam yang sama," ucap Rai setelah merapikan peralatan yang ia bawa ke dalam tas kecil serbaguna. "Aku udah nggak pa-pa kan? Harusnya aku yang bayar, tapi malah kebalik, kamu yang ke sini dan bayar mahal ke Mami," ungkap Gendhis. "Kamu tetep perlu USG. Dateng aja di jadwal poli Obgyn buka, nggak harus sama aku kalau kamu emang sibuk banget dan nggak bisa nyesuaiin jadwalmu sama jadwal jam praktik poliku. Ada satu lagi dokter kandungan yang praktik di rumah sakit. Kamu bisa dateng ke dia buat minta USG," balas Rai. "Aku nggak akan ambil uang dari kamu, tapi potongan yang udah masuk ke Mami nggak bisa kuminta lagi.""Aku nggak peduli sama uangku, kamu tau itu."Lantas sepi. Baik Rai maupun Gendhis terdiam lagi, larut dalam pikiran masing-masing. Jemari Gendhis bergerak-gerak saat saling menaut kiri dan kanan, pandangan matanya tertuju ke lantai kamar. Sementara Rai sudah selesai memberesi peralatann

    Last Updated : 2025-03-27
  • Candu Cinta Dokter Muda   11. Pukulan Telak

    Rai pergi begitu saja dari kamar Gendhis seusai memagut bibir cinta pertamanya itu dengan sangat brutal dan membuat keputusan sepihak. Ia berusaha keras untuk menyelamatkan hatinya. Keputusan Rai untuk mengejar Gendhis sudah sangat bulat. Ia akan bawa Gendhis keluar dari neraka kejam ini, menjaganya lagi seperti dulu, saat perasaan cinta itu baru saja menyala tak peduli dengan status pertunangannya dengan Kiara."Kenapa dia harus ngirim Mas Ardi buat jemput aku?" tanya Gendhis pada lelaki yang tengah menyetir mobil di sebelahnya, mobil milik Rai. "Ada cito, Rai nggak bisa jemput sendiri," balas Ardi, tangan kanan Rai sekaligus sahabat yang paling dipercaya oleh sang dokter tampan. "Sebenernya nggak perlu dijemput juga. Aku yang butuh dia," balas Gendhis. Matanya mengitar, memperhatikan jalanan yang dilewatinya. Jika saja Ardi tidak datang menjemput ke rumah bordil, ia pun tak ingin bertemu Rai lagi, keputusan yang ia buat dengan sangat sadar.

    Last Updated : 2025-03-27

Latest chapter

  • Candu Cinta Dokter Muda   22. Kenangan di Awal Rasa

    Rai-Gendhis di masa bertahun-tahun lalu ...."Ayok! Lelet banget kaki lo," paksa Inne, seorang LC senior yang dipercaya oleh pemilik bar untuk menangani pekerja baru. "Masih ada 364 hari lagi yang tersisa buat lo bayar utang bokap lo di sini, jangan buang waktu!" sergahnya mulai tak sabar. Gendhis berjalan terseok, beberapa kali hampir terjatuh karena tergesa mengejar langkah Inne. Tak pernah terbayangkan dalam angan Gendhis bahwa ia akan dijadikan jaminan pembayar hutang oleh papa kandungnya sendiri, Robby Januar. Semenjak kematian ibundanya tercinta karena penyakit kanker rahim, Gendhis yang adalah anak semata wayang harus menjalani kehidupan sulit dan penuh siksaan. Sang papa melampiaskan semua kemarahan dan kekesalan karena ditinggalkan sang istri pada Gendhis yang sebenarnya juga masih sangat terluka. Puncaknya, ketika perusahaannya bangkrut dan kekayaannya ludes, Robby menjadikan Gendhis anak kandungnya sendiri sebagai jaminan hutang dan menjualnya pada salah satu pemberi pinja

  • Candu Cinta Dokter Muda   22. Kenangan di Awal Rasa

    Rai-Gendhis di masa bertahun-tahun lalu ...."Ayok! Lelet banget kaki lo," paksa Inne, seorang LC senior yang dipercaya oleh pemilik bar untuk menangani pekerja baru. "Masih ada 364 hari lagi yang tersisa buat lo bayar utang bokap lo di sini, jangan buang waktu!" sergahnya mulai tak sabar. Gendhis berjalan terseok, beberapa kali hampir terjatuh karena tergesa mengejar langkah Inne. Tak pernah terbayangkan dalam angan Gendhis bahwa ia akan dijadikan jaminan pembayar hutang oleh papa kandungnya sendiri, Robby Januar. Semenjak kematian ibundanya tercinta karena penyakit kanker rahim, Gendhis yang adalah anak semata wayang harus menjalani kehidupan sulit dan penuh siksaan. Sang papa melampiaskan semua kemarahan dan kekesalan karena ditinggalkan sang istri pada Gendhis yang sebenarnya juga masih sangat terluka. Puncaknya, ketika perusahaannya bangkrut dan kekayaannya ludes, Robby menjadikan Gendhis anak kandungnya sendiri sebagai jaminan hutang dan menjualnya pada salah satu pemberi pinja

  • Candu Cinta Dokter Muda   21. Takut Tumbuh Rasa

    "Ini nggak bisa asal cancel gitu aja sih, Sugar, gila aja ya lo!" cecar Wida, menyempatkan diri untuk menemui Gendhis di lobi hotel. "Bukan gue yang ngebatalin, tapi klien yang lo terima asal-asalan ini yang bikin acara sendiri," gumam Gendhis menyasar Rai. "Asal-asalan?""Ya iya kan Mi? Asal duitnya gede sih lo nggak peduli mau gue minta libur barang sehari juga.""Dia bilang lo pasti mau ngelayanin dia, makanya gue oke, itu di samping bayarannya yang emang dia berani ngasih gede," sangkal Wida. "Lagian kalian kan udah saling kenal sejak di rumah sakit itu, nggak masalah juga kalau gue terima job dari dia tanpa sepengetahuan lo, kan?""Masalah banget ya Mi, ini nggak sesederhana yang lo kira. Sekarang lo tau kan gimana berkuasanya dia? Dia langsung nge-cancel 3 pelanggan gue sekaligus," sambar Gendhis. "Terus sekarang lo malah ke sini dan protes ke gue. Ya mana gue tau kalau Rai bertindak sejauh ini. Dia power-nya di bisnis nggak macem-macem, gue tau banget. Profesi dia sebagai dok

  • Candu Cinta Dokter Muda   20.Tak Mau Kehilangan

    Menghabiskan malam bersama, bercinta, mengobrol banyak hal tentang bagaimana keduanya saling mendoakan meski tak bertemu, Rai dan Gendhis berusaha berdamai dengan kenangan buruk mereka di masa lalu. Walaupun tidak ada ikatan pasti yang membuat mereka saling menjaga hati untuk satu sama lain, rasa itu ada dan kuat mengakar, menghuni ruang hati masing-masing, sejak lama. "Aku ada poli di dua rumah sakit hari ini, nanti kuminta orang buat ngirim baju gantimu," ucap Rai saat Gendhis membuka matanya di pagi hari. Sambil menggeliat, Gendhis mengamati gerak-gerik Rai yang sudah selesai membersihkan dirinya itu. Ada beberapa hiasan tato di punggung dan perut bawahnya menutupi 'abs', sedangkan di bagian leher, Rai menutupnya dengan plester besar sewarna kulit. "Kamu mau ke mana?" tanya Gendhis lembut. "Kerja, Sugar," tukas Rai menoleh sebentar lantas sibuk pada plester di tangannya. "Emang nggak boleh dokter keliatan punya tato?" gumam Gendhi

  • Candu Cinta Dokter Muda   19. Tetaplah Tinggal

    Gendhis bangkit dari ranjang. Bukannya menjawab soal pertanyaan Rai, ia justru memungut pakaiannya, memakai bra dan celana dalamnya dengan santai. Melihat sikap Gendhis yang tak acuh, Rai ikut bangun, hanya mengenakan trunk-boxernya saja. Ia raih bungkus rokok di atas nakas, diambilnya sebatang dan disulutnya seraya berjalan keluar menuju balkon. "Untuk hidupku yang udah terlanjur serusak ini, aku nggak mau menghadirkan perasaan bernama cinta itu lagi, Rai," ucap Gendhis menyusul Rai, ia kenakan handuk kimono demi menutupi indah lekuk tubuhnya. Rai tampak tenang, matanya menerawang jauh, menatap ke arah jalanan ibukota yang seakan tidak pernah sepi meski sudah selarut ini. Kepulan asap yang muncul dari embusan rokoknya seakan menari-nari, mempermainkan perasaan. "Salahku karena ngebiarin kamu sendirian selama dan sejauh ini," ujar Rai. "Pasti banyak hal mengerikan yang harus kamu lalui," tebaknya sambil menoleh Gendhis. Senyum Gendhis ter

  • Candu Cinta Dokter Muda   18. Agar Tidak Mati-Bertahun Lalu

    Rai-Gendhis di masa SMA ....Langkah gontai Gendhis berhenti di ujung anak tangga paling atas, pintu atap sekolah yang ditujunya sudah terbuka setengah. Sambil tertatih melanjutkan langkahnya, Gendhis mengitarkan pandangan. Atap sekolah memang difungsikan untuk gudang di sisi sebelah barat dan lokasi penampungan air besar ada di sebelah timur. Tidak banyak siswa yang naik ke atap di situasi panas seperti ini, tapi jika menjelang sore dan beberapa ekstrakurikuler masih berlangsung, para siswa sering memanfaatkan atap sekolah untuk bersantai. Menyisir rambut panjangnya yang kusut karena jambakan dari Aini, kakak kelas berkuasa yang tak terima ditatap sinis olehnya, Gendhis duduk di satu kursi kayu yang sudah rusak sandarannya. Ia hela napas panjang, hari-harinya ke depan pasti akan terasa berat dan menantang. Ia murid baru, pindahan sekitar dua hari yang lalu. "Lo emang nggak punya tempat di manapun di dunia ini, Ndhis," lirih Gendhis bermonolog, setitik a

  • Candu Cinta Dokter Muda   17. Masihkah Cinta Itu

    "Untuk VVIP, aku biasanya dibayar buat tiga sampai 4 kali main, Rai," ucap Gendhis setelah napasnya teratur. Ia tarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Rai merubah posisi berbaringnya, miring menghadapi Gendhis, ikut membenamkan setengah tubuhnya di dalam selimut yang sama. Ia usap pipi Gendhis lembut, tatapannya begitu redup. "Berhentilah, Ndhis," pintanya tulus. Gendhis spontan menoleh lelaki di sebelahnya, "Maksud kamu?" "Aku serius soal bilang perasaanku ke kamu.""Rai, udah sekian lama, bersikaplah kayak pas kita ketemu di rumah sakit waktu itu. Jangan kayak gini," pinta Gedhis tersenyum getir. "Aku nggak mau percaya sama apapun lagi tentang kamu, sejak saat itu. Karena terakhir aku percaya, aku kehilangan segenap rasa yang kujaga. Seandainya di masa lalu aku nggak bilang cinta sama kamu, jadi pelacur nggak akan seberat ini."Rai membasahi bibirnya, ia tercekat, tak menyangka Gendhis akan dengan tegas menyebut kisah

  • Candu Cinta Dokter Muda   16. Sejak Dulu, Mencintaimu

    Gendhis merintih pelan saat kecupan Rai turun ke lehernya. Kedua jemarinya meremas pundak Rai, mencengkeramnya kuat. Gelenyar panas menguasai tubuhnya, ia benar-benar tidak kuasa menahan sengatan listrik di sekujur raganya. Berbeda dengan yang selama ini ia rasakan saat melayani pelanggannya, sentuhan Rai terasa sangat lembut dan menyamankan. Gendhis bak dibawa melayang ke langit, dimanjakan. "Rai ...," lenguh Gendhis tepat saat kecupan Rai tiba di tulang selangkanya. Sontak Rai menghentikan gerakannya. Ia mendongak, diamatinya ekspresi Gendhis yang matanya sudah setengah tertutup. Senyum simpul Rai terbit, sungguh, ia pun merindukan sosok mungil pendiam yang dulu senantiasa dilindunginya ini. Si cantik malang yang tertindas yang tak pernah sedetikpun meninggalkan ruang dalam hatinya. "Kita sama-sama sadar sekarang, dan aku belom mabuk sama sekali," desis Rai. "Setelah ini, kamu jadi milikku, Ndhis," tambahnya sangat dominan. Gendhis tak menan

  • Candu Cinta Dokter Muda   15. Layanan Profesional

    "Aku pernah menyesal karena kehilangan Ann selama tiga tahun lamanya. Selesaikan urusanmu dan jangan membuatku merasa bersalah lagi karena turut andil memisahkan kalian waktu itu," ujar Ben dingin, tapi terkesan cukup perhatian. "Kamu asal dateng gitu aja tanpa cari tau siapa yang booking kamu?" Rai menoleh Gendhis di sofa paling sudut, perempuan ini diam seribu bahasa. Lantas Rai mendongak pada Ben lagi, "Sebagai anak seorang ketua perkumpulan, aku nggak akan membantah perintah para tetua," ujarnya. "Kamu nggak akan mengejarnya?" Ben menunjuk Gendhis. "Dulu aku nggak bisa membantumu karena belum waktunya, sekarang, kamu nggak akan ambil kesempatan itu?" "Para tetua nggak akan menerima menantu pelacur, Ben!" suara Rai meninggi. "Ibu kandungmu pelacur, Christopher!" balas Ben sengit. "Jangan memaksaku membunuhmu!" geramnya lantas tanpa menatap Gendhis, ia melangkah pergi seraya membanting pintu diikuti beberapa anak buahnya yang tadi berjaga.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status