Home / Romansa / Candu Cinta Dokter Muda / 5. Alasan Masa Lalu

Share

5. Alasan Masa Lalu

Author: Sayap Ikarus
last update Last Updated: 2025-03-25 13:39:03

"Banyak staf perawat bertanya ke saya, apa hubungan Dokter dengan pasien K.E.T itu," sebut Suster Tiwi mengiringi langkah Rai menuju parkiran di hari lain seusai praktik di poli.

"Terus Mbak Tiwi jawab apa?" balas Rai tak acuh.

"Rumor tersebar, mereka pikir Dokter Christ adalah salah satu pelanggannya di rumah bordil," kata Tiwi hati-hati.

"Ya biar aja mereka nganggap begitu."

"Tapi banyak yang nggak rela, Dokter kan maskot ketampanan rumah sakit kita, masa jajan di rumah bordil. Nggak mungkin kan Dok?"

Rai tersenyum, "Menurut Mbak Tiwi, saya begitu nggak?" tanyanya.

"Enggak," tegas Suster Tiwi. "Dok, jangan ya," pintanya sudah seperti kakak bagi Rai.

"Iya," sahut Rai geli. "Gendhis, hari ini dia bisa pulang. Mbak sudah buatkan surat kontrolnya untuk dua minggu ke depan?" tanyanya.

"Siap, sudah Dokter!" balas Suster Tiwi.

Rai mengangguk, lantas melambai ringan pada Tiwi sebelum akhirnya keduanya berpisah di simpang antara lobi dan arah IGD.

Seolah takdir memberi kesempatan yang sangat banyak padanya dan Gendhis, Rai berpapasan dengan cinta pertamanya itu di lorong menuju ruang farmasi. Padahal, selama 3 hari belakangan ini, Rai selalu mengirim residen untuk memeriksa kondisi Gendhis, satu tindakan tidak profesional yang dilakukannya demi menghindar.

"Dokter Christ!" kali ini Wida yang menyapa, membuat Rai mengangguk ringan, sekenanya. "Terima kasih sudah bantu merawat Gendhis," tambahnya.

"Sudah kewajiban saya," balas Rai 'template' sekali.

Gendhis nampak bungkam, ia hanya menatap Rai tanpa suara, tatapan yang begitu random dan menghakimi.

Sebaliknya, Rai terlihat tak acuh, terjebak dan tak bisa pergi begitu saja karena terhalang kursi roda Gendhis yang didorong Wida.

"Bilang makasih sama Dokter Christ, Sugar!" perintah Wida. "Gue tebus obat lo dulu," pamitnya buru-buru berlalu.

Hening lagi. Rai memilih membasahi bibirnya sejenak, ingin langsung beranjak ia juga tak tega meninggalkan Gendhis sendirian di atas kursi roda. Ya, meski kondisinya sudah dinyatakan stabil, Gendhis memerlukan istirahat lebih banyak demi recovery kesehatannya.

"Saya sudah minta Suster Tiwi untuk membuatkan surat kontrol, Mbak bisa datang untuk kembali diperiksa di jadwal yang sudah ada," ucap Rai mengikis kecanggungan.

"Ya, sudah diterima," balas Gendhis sekenanya.

"Semoga lekas sembuh," gumam Rai mengangguk sopan, untuk kemudian melanjutkan langkah.

"Maaf untuk udah bikin Dokter Christ terjebak rumor jelek karena saya yang sok kenal sama Dokter, seharusnya saya bisa menjaga sikap," ucap Gendhis membuat langkah Rai seketika terhenti.

"Nggak masalah, nggak mengganggu kinerja saya," tukas Rai santai.

"Dan terima kasih sudah mau merawat, mendonorkan darah untuk pelacur seperti saya tanpa bertanya-tanya.”

"Seharusnya saya bertanya," sebut Rai membuat Gendhis seketika menaikkan pandangan dan beradu tatap dengannya. "Karena Mbak butuh wali untuk persetujuan operasi. Tapi kata dokter IGD, Mbak ini sebatang kara, jadi saya langsung ambil tindakan untuk menjadi wali," jelasnya.

"Alasannya apa?" gumam Gendhis. "Apa karena kita pernah terlibat cukup banyak di masa lalu?"

"Kemanusiaan," sambar Rai. "Mbak butuh penanganan cepat karena perdarahan yang mengancam nyawa," elaknya tak mau mengakui kisah masa lalu itu.

"Saya nggak akan menuntut apapun ke Dokter soal masa lalu kita. Saya sadar diri. Sebagai perempuan penjaja jasa, saya seharusnya tidak berusaha menggali masa lalu seorang yang sangat agung dan luar biasa seperti Dokter Christopher!"

###

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Candu Cinta Dokter Muda   6. Perawanku

    Rai menghela napas panjang sambil meneguk air putihnya bernafsu. Ia meraup wajahnya untuk mengusap peluh, sengaja menghindari bersitatap dengan Ben, sang ayah angkat. "Tumben kalah," gumam Ben justru duduk di sebelah Rai. "Ada isinya apaan itu kepala?" tanyanya. "Otak dan organ lainnya, Ketua," balas Rai sekenanya. "Perempuan," tebak Ben sangat tepat. "Ada satu perempuan di kepalamu, tapi bukan Kiara, Christ," ulangnya. "Selalu ada Ane-san," balas Rai tersenyum. "Siapa? Setelah sekian lama, hatimu tergerak?" "Ben," Rai lagi-lagi meneguk air putihnya. "Aku pusing," keluhnya. "Aku tau, kalah dariku membuktikan kalau sesuatu terjadi dengan kepalamu.""Gimana dong?" "Selesaikan. Sejak kapan klan Wisanggeni lemah sama perempuan?" tantang Ben. "Dia beda, dan iya, dia memang kelemahanku," ungkap Rai jujur. "Sampai apa?" tanya Ben sambil menyulut rokoknya. "Melibatkan perasaan? Ranjang?" "Aku harus ke rumah sakit," balas Rai menghindar. "Ah, aku harus bilang Ane-san kalau anak kes

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   7. Dua Minggu

    "Ini hari Rabu kan?" Rai meneliti kalender di mejanya. Sudah mendekati jam 9 malam, Rai baru saja menyelesaikan praktiknya di poli Obgyn. Wajahnya tampak gusar, seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Sudah hampir dua minggu semenjak Rai menandatangi surat kepulangan Gendhis dari rumah sakit dan perempuan itu tidak lagi muncul untuk sekadar kontrol bagaimana kondisinya. Padahal, Rai sudah menjadwalkan dua kali kunjungan demi memantau luka bekas operasi yang baru saja Gendhis jalani. "Ada yang kelupaan, Dok?" tanya Suster Tiwi perhatian. "Apa pasien K.E.T yang kita pulangkan dua minggu lalu itu ada dateng kontrol ke Dokter Andri?" tanya Rai sambil pura-pura sibuk memberesi bawaannya. "Sepertinya nggak ada riwayat kunjungan kontrol ke Dokter Andri juga, Dok," jawab Suster Tiwi. "Perlu saya tanyakan ke Suster Ana?" tawarnya. "Boleh kalau nggak ngrepotin Mbak Tiwi," ujar Rai sungkan. "Nggak kok Dok, sebentar saya cek dulu ke bagian pendaftaran dan Suster Ana ya Dok," pamit S

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   8. Sentuhan Tak Terduga

    "Di sini boleh ngerokok nggak?" gumam Rai tampak masih meneliti sekitarnya, tak memedulikan Gendhis yang mematung beku ke arahnya. "Ha?" hanya kata itu yang keluar dari mulut Gendhis. Ia syok, kaget dan tak menduga bahwa tamu level VIP-nya adalah Rai. "Ruangan ini ber-AC? Aku pengin ngerokok," ucap Rai sengaja bangun dari posisi duduknya dan mendekat ke arah jendela di mana ada pemandangan luar yang langsung mengarah ke taman. "Setelah hari ini, kita bisa pindah ke hotel aja kan? Jangan di sini?" tanyanya berbalik ke arah Gendhis. "Rai, kamu ngapain di sini?" tegur Gendhis setelah menguasai keadaan. Ia sama sekali tak menjawab pertanyaan Rai padanya. "Bu Wida nggak ngomong apa-apa?" gumam Rai, "aku udah urus semuanya ke dia, sampe dua minggu ke depan," tandasnya. "Kamu gila?" mata Gendhis membulat. "Kenapa? Kamu nolak ngelayanin aku?" "Mau kamu apa sih? Setelah bersikap nggak kenal ke aku selama di rumah sakit, sekarang tiba-tiba kamu muncul dan jadi pelangganku?" Rai tersenyu

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   9. Bukan Kesalahan Siapapun

    "Kamu nggak dateng di dua kali jadwal kontrol yang kukasih," gumam Rai seraya membuka kemasan kasa waterproof di tangannya. "Kamu ganti sendiri kassa-nya?" tanyanya fokus pada luka bekas operasi di perut bagian bawah Gendhis itu. Gendhis tak langsung menjawab, sejenak pikirannya melayang jauh, ia seperti ditampar kuat oleh sikap Rai yang di luar ekspektasinya. Rai yang ia pikir akan dengan mudah menidurinya justru memperlakukannya seperti perempuan baik-baik lainnya."Seharusnya kamu juga harus di USG, biar bisa kucek ada perdarahan nggak di dalam. Tapi aku terbatas bawa alat, cuma buat ganti kassa aja yang bisa kulakuin di sini. Kamu nggak dateng kontrol ke poliku, tapi juga nggak bikin jadwal sama dokter Obgyn lain, kondisimu bisa aja fatal tanpa pengawasan, Ndhis," omel Rai. Gendhis yang mendengar omelan Rai bukannya takut tapi justru tersenyum. Hatinya terasa damai, afirmasi positif dari kalimat Rai membuatnya merasa berharga dan dianggap ada. Kenangan lama mereka tiba-tiba data

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   10. Sejak Awal

    "Minggu depan aku bakalan dateng lagi di jam yang sama," ucap Rai setelah merapikan peralatan yang ia bawa ke dalam tas kecil serbaguna. "Aku udah nggak pa-pa kan? Harusnya aku yang bayar, tapi malah kebalik, kamu yang ke sini dan bayar mahal ke Mami," ungkap Gendhis. "Kamu tetep perlu USG. Dateng aja di jadwal poli Obgyn buka, nggak harus sama aku kalau kamu emang sibuk banget dan nggak bisa nyesuaiin jadwalmu sama jadwal jam praktik poliku. Ada satu lagi dokter kandungan yang praktik di rumah sakit. Kamu bisa dateng ke dia buat minta USG," balas Rai. "Aku nggak akan ambil uang dari kamu, tapi potongan yang udah masuk ke Mami nggak bisa kuminta lagi.""Aku nggak peduli sama uangku, kamu tau itu."Lantas sepi. Baik Rai maupun Gendhis terdiam lagi, larut dalam pikiran masing-masing. Jemari Gendhis bergerak-gerak saat saling menaut kiri dan kanan, pandangan matanya tertuju ke lantai kamar. Sementara Rai sudah selesai memberesi peralatann

    Last Updated : 2025-03-27
  • Candu Cinta Dokter Muda   11. Pukulan Telak

    Rai pergi begitu saja dari kamar Gendhis seusai memagut bibir cinta pertamanya itu dengan sangat brutal dan membuat keputusan sepihak. Ia berusaha keras untuk menyelamatkan hatinya. Keputusan Rai untuk mengejar Gendhis sudah sangat bulat. Ia akan bawa Gendhis keluar dari neraka kejam ini, menjaganya lagi seperti dulu, saat perasaan cinta itu baru saja menyala tak peduli dengan status pertunangannya dengan Kiara."Kenapa dia harus ngirim Mas Ardi buat jemput aku?" tanya Gendhis pada lelaki yang tengah menyetir mobil di sebelahnya, mobil milik Rai. "Ada cito, Rai nggak bisa jemput sendiri," balas Ardi, tangan kanan Rai sekaligus sahabat yang paling dipercaya oleh sang dokter tampan. "Sebenernya nggak perlu dijemput juga. Aku yang butuh dia," balas Gendhis. Matanya mengitar, memperhatikan jalanan yang dilewatinya. Jika saja Ardi tidak datang menjemput ke rumah bordil, ia pun tak ingin bertemu Rai lagi, keputusan yang ia buat dengan sangat sadar.

    Last Updated : 2025-03-27
  • Candu Cinta Dokter Muda   12. Tak Menyesal

    "Dokter Kiara," Gendhis menahan suaranya. Ia perhatikan ekspresi Rai yang tetap datar itu. "Apa dia tau soal aku?" tanyanya tertegun. Tak segera menjawab, Rai justru mengisap lagi rokoknya dalam-dalam. Tatapannya lekat pada Gendhis, sosok yang kini mungkin sedikit berubah, tapi masih menempati posisi yang sama di hatinya. "Enam bulan lagi kami dijadwalkan menikah," desis Rai gamblang. "Kiara anak konglomerat dan pebisnis properti tersukses di Indonesia dua tahun belakangan ini, Kiara Vanilla Suharjo, kami korban perjodohan," sebutnya. "Tambang emas, jangan dilepas," gumam Gendhis singkat. "Aku nggak perlu tambang emas buat menghidupi diriku sendiri.""Terus tujuanmu apa cerita begini ke aku, Rai? Biar aku makin sadar diri kastaku ada di bawah tunanganmu? Aku udah bilang kan aku nggak mau lagi terikat dan terlibat sama kamu!" tegas Gendhis. "Perasaanku ke kamu itu dulu, aku nggak mau membangkitkan apapun lagi, termasuk kenangan yang ud

    Last Updated : 2025-03-27
  • Candu Cinta Dokter Muda   13. Mengejarmu

    "Kamu bakalan dianter sama Bang Ardi lagi," ucap Rai sambil memapah Gendhis menuruni tangga dari lantai dua. "Sampe kapan kamu bakalan bayar ke Mami buat bisa bikin aku ngedatengin kamu?" tanya Gendhis sengaja menghentikan langkahnya hingga Rai berada satu anak tangga di bawahnya, tapi justru membuat wajah mereka sejajar. "Jadwal kontrol kamu udah selesai setelah ini. Kayak yang kubilang, usahain jangan nerima pelanggan dulu," pesan Rai sedikit membuang pandangannya dari Gendhis. "Aku harus Rai, aku cari makan di situ, nggak mungkin aku nolak pelanggan.""Kalau gitu jangan ke rumah sakit tempatku kerja kalau kamu kenapa-napa lagi, aku nggak jamin aku bisa bawa kamu kembali dari kematian untuk yang kedua kali," ancam Rai begitu halus tapi menusuk. "Aku nggak bakalan mati. Kalau pun bisa mati, itu udah kejadian dari dulu," gumam Gendhis lantas lanjut menuruni tangga. "Harusnya kamu biarin aja aku mati waktu itu," tambahnya.

    Last Updated : 2025-03-28

Latest chapter

  • Candu Cinta Dokter Muda   22. Kenangan di Awal Rasa

    Rai-Gendhis di masa bertahun-tahun lalu ...."Ayok! Lelet banget kaki lo," paksa Inne, seorang LC senior yang dipercaya oleh pemilik bar untuk menangani pekerja baru. "Masih ada 364 hari lagi yang tersisa buat lo bayar utang bokap lo di sini, jangan buang waktu!" sergahnya mulai tak sabar. Gendhis berjalan terseok, beberapa kali hampir terjatuh karena tergesa mengejar langkah Inne. Tak pernah terbayangkan dalam angan Gendhis bahwa ia akan dijadikan jaminan pembayar hutang oleh papa kandungnya sendiri, Robby Januar. Semenjak kematian ibundanya tercinta karena penyakit kanker rahim, Gendhis yang adalah anak semata wayang harus menjalani kehidupan sulit dan penuh siksaan. Sang papa melampiaskan semua kemarahan dan kekesalan karena ditinggalkan sang istri pada Gendhis yang sebenarnya juga masih sangat terluka. Puncaknya, ketika perusahaannya bangkrut dan kekayaannya ludes, Robby menjadikan Gendhis anak kandungnya sendiri sebagai jaminan hutang dan menjualnya pada salah satu pemberi pinja

  • Candu Cinta Dokter Muda   22. Kenangan di Awal Rasa

    Rai-Gendhis di masa bertahun-tahun lalu ...."Ayok! Lelet banget kaki lo," paksa Inne, seorang LC senior yang dipercaya oleh pemilik bar untuk menangani pekerja baru. "Masih ada 364 hari lagi yang tersisa buat lo bayar utang bokap lo di sini, jangan buang waktu!" sergahnya mulai tak sabar. Gendhis berjalan terseok, beberapa kali hampir terjatuh karena tergesa mengejar langkah Inne. Tak pernah terbayangkan dalam angan Gendhis bahwa ia akan dijadikan jaminan pembayar hutang oleh papa kandungnya sendiri, Robby Januar. Semenjak kematian ibundanya tercinta karena penyakit kanker rahim, Gendhis yang adalah anak semata wayang harus menjalani kehidupan sulit dan penuh siksaan. Sang papa melampiaskan semua kemarahan dan kekesalan karena ditinggalkan sang istri pada Gendhis yang sebenarnya juga masih sangat terluka. Puncaknya, ketika perusahaannya bangkrut dan kekayaannya ludes, Robby menjadikan Gendhis anak kandungnya sendiri sebagai jaminan hutang dan menjualnya pada salah satu pemberi pinja

  • Candu Cinta Dokter Muda   21. Takut Tumbuh Rasa

    "Ini nggak bisa asal cancel gitu aja sih, Sugar, gila aja ya lo!" cecar Wida, menyempatkan diri untuk menemui Gendhis di lobi hotel. "Bukan gue yang ngebatalin, tapi klien yang lo terima asal-asalan ini yang bikin acara sendiri," gumam Gendhis menyasar Rai. "Asal-asalan?""Ya iya kan Mi? Asal duitnya gede sih lo nggak peduli mau gue minta libur barang sehari juga.""Dia bilang lo pasti mau ngelayanin dia, makanya gue oke, itu di samping bayarannya yang emang dia berani ngasih gede," sangkal Wida. "Lagian kalian kan udah saling kenal sejak di rumah sakit itu, nggak masalah juga kalau gue terima job dari dia tanpa sepengetahuan lo, kan?""Masalah banget ya Mi, ini nggak sesederhana yang lo kira. Sekarang lo tau kan gimana berkuasanya dia? Dia langsung nge-cancel 3 pelanggan gue sekaligus," sambar Gendhis. "Terus sekarang lo malah ke sini dan protes ke gue. Ya mana gue tau kalau Rai bertindak sejauh ini. Dia power-nya di bisnis nggak macem-macem, gue tau banget. Profesi dia sebagai dok

  • Candu Cinta Dokter Muda   20.Tak Mau Kehilangan

    Menghabiskan malam bersama, bercinta, mengobrol banyak hal tentang bagaimana keduanya saling mendoakan meski tak bertemu, Rai dan Gendhis berusaha berdamai dengan kenangan buruk mereka di masa lalu. Walaupun tidak ada ikatan pasti yang membuat mereka saling menjaga hati untuk satu sama lain, rasa itu ada dan kuat mengakar, menghuni ruang hati masing-masing, sejak lama. "Aku ada poli di dua rumah sakit hari ini, nanti kuminta orang buat ngirim baju gantimu," ucap Rai saat Gendhis membuka matanya di pagi hari. Sambil menggeliat, Gendhis mengamati gerak-gerik Rai yang sudah selesai membersihkan dirinya itu. Ada beberapa hiasan tato di punggung dan perut bawahnya menutupi 'abs', sedangkan di bagian leher, Rai menutupnya dengan plester besar sewarna kulit. "Kamu mau ke mana?" tanya Gendhis lembut. "Kerja, Sugar," tukas Rai menoleh sebentar lantas sibuk pada plester di tangannya. "Emang nggak boleh dokter keliatan punya tato?" gumam Gendhi

  • Candu Cinta Dokter Muda   19. Tetaplah Tinggal

    Gendhis bangkit dari ranjang. Bukannya menjawab soal pertanyaan Rai, ia justru memungut pakaiannya, memakai bra dan celana dalamnya dengan santai. Melihat sikap Gendhis yang tak acuh, Rai ikut bangun, hanya mengenakan trunk-boxernya saja. Ia raih bungkus rokok di atas nakas, diambilnya sebatang dan disulutnya seraya berjalan keluar menuju balkon. "Untuk hidupku yang udah terlanjur serusak ini, aku nggak mau menghadirkan perasaan bernama cinta itu lagi, Rai," ucap Gendhis menyusul Rai, ia kenakan handuk kimono demi menutupi indah lekuk tubuhnya. Rai tampak tenang, matanya menerawang jauh, menatap ke arah jalanan ibukota yang seakan tidak pernah sepi meski sudah selarut ini. Kepulan asap yang muncul dari embusan rokoknya seakan menari-nari, mempermainkan perasaan. "Salahku karena ngebiarin kamu sendirian selama dan sejauh ini," ujar Rai. "Pasti banyak hal mengerikan yang harus kamu lalui," tebaknya sambil menoleh Gendhis. Senyum Gendhis ter

  • Candu Cinta Dokter Muda   18. Agar Tidak Mati-Bertahun Lalu

    Rai-Gendhis di masa SMA ....Langkah gontai Gendhis berhenti di ujung anak tangga paling atas, pintu atap sekolah yang ditujunya sudah terbuka setengah. Sambil tertatih melanjutkan langkahnya, Gendhis mengitarkan pandangan. Atap sekolah memang difungsikan untuk gudang di sisi sebelah barat dan lokasi penampungan air besar ada di sebelah timur. Tidak banyak siswa yang naik ke atap di situasi panas seperti ini, tapi jika menjelang sore dan beberapa ekstrakurikuler masih berlangsung, para siswa sering memanfaatkan atap sekolah untuk bersantai. Menyisir rambut panjangnya yang kusut karena jambakan dari Aini, kakak kelas berkuasa yang tak terima ditatap sinis olehnya, Gendhis duduk di satu kursi kayu yang sudah rusak sandarannya. Ia hela napas panjang, hari-harinya ke depan pasti akan terasa berat dan menantang. Ia murid baru, pindahan sekitar dua hari yang lalu. "Lo emang nggak punya tempat di manapun di dunia ini, Ndhis," lirih Gendhis bermonolog, setitik a

  • Candu Cinta Dokter Muda   17. Masihkah Cinta Itu

    "Untuk VVIP, aku biasanya dibayar buat tiga sampai 4 kali main, Rai," ucap Gendhis setelah napasnya teratur. Ia tarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Rai merubah posisi berbaringnya, miring menghadapi Gendhis, ikut membenamkan setengah tubuhnya di dalam selimut yang sama. Ia usap pipi Gendhis lembut, tatapannya begitu redup. "Berhentilah, Ndhis," pintanya tulus. Gendhis spontan menoleh lelaki di sebelahnya, "Maksud kamu?" "Aku serius soal bilang perasaanku ke kamu.""Rai, udah sekian lama, bersikaplah kayak pas kita ketemu di rumah sakit waktu itu. Jangan kayak gini," pinta Gedhis tersenyum getir. "Aku nggak mau percaya sama apapun lagi tentang kamu, sejak saat itu. Karena terakhir aku percaya, aku kehilangan segenap rasa yang kujaga. Seandainya di masa lalu aku nggak bilang cinta sama kamu, jadi pelacur nggak akan seberat ini."Rai membasahi bibirnya, ia tercekat, tak menyangka Gendhis akan dengan tegas menyebut kisah

  • Candu Cinta Dokter Muda   16. Sejak Dulu, Mencintaimu

    Gendhis merintih pelan saat kecupan Rai turun ke lehernya. Kedua jemarinya meremas pundak Rai, mencengkeramnya kuat. Gelenyar panas menguasai tubuhnya, ia benar-benar tidak kuasa menahan sengatan listrik di sekujur raganya. Berbeda dengan yang selama ini ia rasakan saat melayani pelanggannya, sentuhan Rai terasa sangat lembut dan menyamankan. Gendhis bak dibawa melayang ke langit, dimanjakan. "Rai ...," lenguh Gendhis tepat saat kecupan Rai tiba di tulang selangkanya. Sontak Rai menghentikan gerakannya. Ia mendongak, diamatinya ekspresi Gendhis yang matanya sudah setengah tertutup. Senyum simpul Rai terbit, sungguh, ia pun merindukan sosok mungil pendiam yang dulu senantiasa dilindunginya ini. Si cantik malang yang tertindas yang tak pernah sedetikpun meninggalkan ruang dalam hatinya. "Kita sama-sama sadar sekarang, dan aku belom mabuk sama sekali," desis Rai. "Setelah ini, kamu jadi milikku, Ndhis," tambahnya sangat dominan. Gendhis tak menan

  • Candu Cinta Dokter Muda   15. Layanan Profesional

    "Aku pernah menyesal karena kehilangan Ann selama tiga tahun lamanya. Selesaikan urusanmu dan jangan membuatku merasa bersalah lagi karena turut andil memisahkan kalian waktu itu," ujar Ben dingin, tapi terkesan cukup perhatian. "Kamu asal dateng gitu aja tanpa cari tau siapa yang booking kamu?" Rai menoleh Gendhis di sofa paling sudut, perempuan ini diam seribu bahasa. Lantas Rai mendongak pada Ben lagi, "Sebagai anak seorang ketua perkumpulan, aku nggak akan membantah perintah para tetua," ujarnya. "Kamu nggak akan mengejarnya?" Ben menunjuk Gendhis. "Dulu aku nggak bisa membantumu karena belum waktunya, sekarang, kamu nggak akan ambil kesempatan itu?" "Para tetua nggak akan menerima menantu pelacur, Ben!" suara Rai meninggi. "Ibu kandungmu pelacur, Christopher!" balas Ben sengit. "Jangan memaksaku membunuhmu!" geramnya lantas tanpa menatap Gendhis, ia melangkah pergi seraya membanting pintu diikuti beberapa anak buahnya yang tadi berjaga.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status