All Chapters of Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku: Chapter 21 - Chapter 30

59 Chapters

21. Di Antara Ancaman dan Kehangatan

Tepat saat Mariana dan Nate hendak masuk ke mobil setelah selesai makan siang, suara dering ponsel menahan langkah wanita itu di depan pintu mobil. Dengan santai, Mariana meraih ponselnya yang tersimpan di dalam tas. Namun, ekspresi wajahnya langsung berubah ketika melihat nama yang terpampang di layar.Mariana mendesah pendek, lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas sebelum sempat membuka pintu mobil. Namun rupanya penelepon itu tidak menyerah. Ponsel Mariana kembali berdering, menampilkan panggilan masuk dari orang yang sama.Dengan gerakan cepat, Mariana meraih ponselnya lagi dan langsung mematikan daya. Sebelum layar benar-benar padam, ia sempat melihat sebuah pesan singkat masuk.[Kamu harus bicara denganku. Ini penting!]Mariana menggigit bibirnya, tetapi tetap memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas tanpa niat membaca lebih lanjut. Apa pun yang dianggap penting oleh Bianca, itu bukan urusannya lagi. Tidak setelah pertemuan mereka di kafe beberapa waktu lalu.“Kenapa ti
last updateLast Updated : 2025-03-25
Read more

22. Mengunjungi Oma Nate

Keesokan paginya, Mariana berangkat bersama Arsita menuju sebuah panti jompo eksklusif di pinggiran kota. Sepanjang perjalanan, mereka membicarakan banyak hal saat mobil melintasi jalan yang mulai ramai oleh aktivitas pagi.Namun ketika mereka sudah hampir tiba, Mariana menangkap kegelisahan yang berbeda dari sebelumnya. Arsita yang semula berbicara dengan santai, tiba-tiba lebih banyak diam. Jemarinya saling menggenggam sementara tatapannya menatap lurus ke depan tanpa benar-benar fokus.“Tante baik-baik saja?” tanya Mariana, melirik ke arah wanita paruh baya di sampingnya itu.Arsita menghela napas pelan. “Tante tidak tahu apakah beliau akan mengenali Tante hari ini.”Mariana ikut terdiam, memahami perasaan wanita itu. “Kalau pun enggak, setidaknya beliau akan tahu kalau seseorang yang peduli datang menemuinya,” katanya mencoba menenangkan.Arsita tersenyum kecil meski tatapannya masih dipenuhi kecemasan. “Tante harap begitu, Sayang.”Setibanya di panti jompo, mereka disambut oleh s
last updateLast Updated : 2025-03-26
Read more

23. Hari Pernikahan Mantan Suami dan Adik Kandung

Waktu berlalu tanpa Mariana sadari. Sambil menunggu sidang perceraian berikutnya, ia menerima kabar bahwa hari ini Bara dan Bianca akan menikah. Mariana sudah menegaskan kepada orang tuanya bahwa ia tidak akan menghadiri acara tersebut, dan mereka pun tidak mencoba menghubunginya.Namun di luar dugaan Mariana, seseorang yang sama sekali tak ia sangka tiba-tiba mengirim sebuah pesan.Layar ponselnya menampilkan sebuah foto—gambar pernikahan Bara dan Bianca. Di foto itu, adiknya tampak berseri-seri mengenakan gaun pengantin, sementara Bara berdiri di sampingnya dengan ekspresi datar.[Pernikahan Bara dan Bianca akhirnya resmi. Jangan kaget ya melihat foto ini. Hanya ingin berbagi berita]Mariana mengangkat alis, membaca ulang pesan itu.“Aku nggak mengerti kenapa Dewi mengirimkan ini padaku,” gumamnya heran.Dewi adalah sepupunya dari pihak ayah. Mereka sebaya, tapi hubungan mereka tidak begitu dekat. Sudah lama mereka tidak saling bertegur sapa, dan tiba-tiba hari ini Dewi mengiriminya
last updateLast Updated : 2025-03-26
Read more

24. Penyesalan Bara - Ketidakpedulian Mariana

Sebelum pulang, Mariana dan Nate sepakat untuk makan dulu di salah satu restoran. Sejak duduk di meja makan dan memesan, Mariana mendadak berubah seperti orang yang berbeda. Wajahnya muram, sorot matanya kosong, seolah pikirannya melayang entah ke mana. Nate menyadarinya, tapi ia merasa canggung untuk bertanya.Hingga makanan mereka tiba pun Mariana masih diam. Kedua tangannya terulur meraih peralatan makan, tapi gerakannya lamban seakan-akan ia tengah berjuang melawan sesuatu yang tak kasatmata. Ia tampak enggan menyuapkan makanan itu ke mulutnya.Dari kursinya, Nate sesekali melirik ke arah Mariana. Wanita itu tetap diam, bahkan tidak menyadari tatapan penuh tanya di seberangnya. Baru ketika suapan pertama berhasil masuk ke mulutnya, air mata terlihat memancar dari pelupuk matanya.“Mariana, apa kamu baik-baik saja?” tanya Nate akhirnya.Mariana menggeleng pelan. Setelah itu, air matanya benar-benar jatuh membasahi pipinya. Dadanya naik turun seiring napas yang mulai tidak beraturan
last updateLast Updated : 2025-03-27
Read more

25. Sebuah Karma?

Mariana terdiam. Untuk beberapa saat, ia hanya menatap pria itu dengan mata lebar seolah kata-kata itu baru saja menghantam dadanya dengan keras. Namun, alih-alih melunak, sesuatu di dalam dirinya justru meledak.Ia tertawa—tapi bukan tawa bahagia. Itu adalah tawa getir, penuh kepedihan dan kemarahan yang selama ini terpendam.“Kamu benar-benar keterlaluan, Bara.” Suaranya bergetar. “Kamu menginginkan Selene? Setelah kamu menghancurkan semuanya?”Napas Mariana memburu. Matanya membara dengan kemarahan yang tak lagi bisa ia bendung.“Jangan berbicara omong kosong! Pergilah, Bara! Selene nggak butuh ayah seperti kamu!”Tepat setelah bentakan itu, suara langkah kaki yang mendekat membuat Mariana mengalihkan pandangannya. Begitu melihat siapa yang datang, senyum miris tersungging di bibirnya.“Kalian berdua benar-benar luar biasa.” Mariana mendengus, matanya menatap penuh cemooh. “Benar-benar nggak tahu malu dengan datang ke mari.”Ia sadar betul ini adalah pemakaman—tempat peristirahatan
last updateLast Updated : 2025-03-27
Read more

26. Menebar Benih Kebencian

Setelah mendapat perawatan intensif dan menjalani serangkaian pemeriksaan, bayi dalam kandungan Bianca berhasil diselamatkan. Perempuan itu benar-benar merasa lega, begitu pula dengan Bara. Pria itu tahu, jika sampai kehilangan calon buah hatinya untuk kedua kalinya, ia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.Dokter yang menangani Bianca memasukkan hasil pemeriksaan ke dalam mapnya, lalu menatap pasangan itu dengan ekspresi serius. “Bu Bianca, kondisi Anda sudah stabil untuk saat ini, tetapi kehamilan Anda tetap dalam risiko tinggi. Pendarahan tadi bisa saja berakibat fatal jika terlambat ditangani.”Bianca menelan ludah, tangannya refleks mengelus perutnya yang masih terasa nyeri. “Apa yang harus saya lakukan, Dok?”“Anda harus banyak beristirahat dan menghindari stres,” dokter itu melanjutkan dengan nada tegas. “Tekanan emosional yang berlebihan dapat memicu kontraksi dini. Selain itu, pastikan asupan nutrisi tetap terjaga dan kurangi aktivitas berat. Kalau ada tanda-tanda sepe
last updateLast Updated : 2025-03-27
Read more

27. Disalahkan

Mariana sedang dalam perjalanan pulang ketika ponselnya bergetar. Ia melirik layar sebentar—nama ibunya tertera di sana. Tanpa berpikir panjang, ia langsung mengangkatnya.“Iya, Bu?”Awalnya, ibunya diam. Mariana bisa mendengar tarikan napas di seberang sana sebelum akhirnya suara itu terdengar.“Ibu tahu kamu masih sedih karena kehilangan Selene,” ujar Ratna. “Tapi, Mariana … kamu juga harus mengerti bagaimana rasanya hampir kehilangan anak.”Kening Mariana berkerut. “Maksud Ibu?”“Bianca.”Jantung Mariana berdegup sedikit lebih kencang.“Dia beruntung cepat mendapat pertolongan, tapi bukan berarti dia dan bayinya baik-baik saja.”Mariana menggigit bibirnya. Tangan kirinya mengepal tanpa sadar di atas pangkuannya. Ada sesuatu dalam nada suara ibunya yang membuat dadanya terasa sesak.“Ibu dan Ayah sudah gagal mendidik Bianca,” lanjut Ratna. “Jangan sampai kami juga gagal mendidik kamu, Mariana.”Mariana menelan ludah, tapi rasa kering di tenggorokannya tidak hilang. Pandangannya mene
last updateLast Updated : 2025-04-02
Read more

28. Dinner

Lima bulan telah berlalu sejak Mariana resmi menjadi ibu susu Elhan. Waktu terasa begitu cepat, dan kini hanya tersisa satu bulan lagi dari perjanjian awal mereka. Mariana merasa berat hati.Setiap detik bersama Elhan membuatnya semakin terikat pada bayi itu, dan semakin ia merasa dekat, semakin ia takut harus berpisah. Namun, ada juga hal lain yang mengganjal di hatinya. Hubungannya dengan orang tuanya semakin renggang.Sejak ibunya menelepon dan menyalahkannya atas kejadian pendarahan Bianca, Mariana merasa sangat terluka. Ia merasa disalahkan tanpa diberi kesempatan untuk menjelaskan segala sesuatunya, dan meski mencoba untuk menjaga hubungan, ia mulai menghindari mereka.Berbeda dengan Arsita dan Arya yang selalu mendukung dan memahami dirinya tanpa syarat, Mariana merasa lebih diterima bersama mereka. Mereka tidak menghakimi, mereka hanya memberikan perhatian dan pengertian. Sementara itu, dengan orang tuanya, ia merasa seperti terjebak dalam ketegangan yang tidak bisa dijelaskan.
last updateLast Updated : 2025-04-03
Read more

29. Tuduhan Tidak Masuk Akal

Kamar Hotel, Pukul 10 Malam.Mariana bersandar di kepala ranjang, jari-jarinya masih menggenggam ponsel yang layarnya memantulkan cahaya di wajahnya. Pesan dari Nate masih terbuka.[Jangan terlalu dipikirkan soal tadi. Aku hanya ingin melindungimu.]Ia menghela napas pelan. Seharusnya ia mengabaikannya atau setidaknya membalas dengan sesuatu yang santai. Tapi pikirannya tidak mau diam.Kenapa Nate terlihat begitu nyaman dalam perannya tadi?Apakah itu hanya spontanitas? Atau ada sesuatu yang lebih dalam?Mariana menggigit bibirnya, jempolnya melayang di atas keyboard sebelum akhirnya ia mengetik.Mariana: [Aku nggak menyangka kamu akan mengatakan hal seperti itu di depan Ririn.]Pesannya terkirim, dan ia segera meletakkan ponselnya di samping. Ia pikir Nate tidak akan langsung membalas, tapi beberapa detik kemudian, layarnya kembali menyala.Nathaniel Adikara: [Kamu lebih terkejut yang mana? Karena aku membelamu, atau karena aku mengakui sesuatu yang bahkan aku sendiri tidak sadar seb
last updateLast Updated : 2025-04-03
Read more

30. Kebingungan Mariana

Suasana di kantor cabang terasa lebih sibuk dari biasanya, terutama dengan kehadiran Nathaniel Adikara, CEO yang selama ini lebih sering mengawasi dari pusat. Kehadirannya selalu membawa tekanan tersendiri bagi para karyawan—mereka ingin menunjukkan kinerja terbaik, tetapi di sisi lain, ada ketegangan yang tak terhindarkan.Mariana duduk di salah satu meja konferensi, sibuk mencatat poin-poin penting dari laporan yang baru saja dipresentasikan. Namun, semakin lama ia mulai merasa ada sesuatu yang berbeda.Ada bisik-bisik yang terdengar samar dari berbagai sudut ruangan, beberapa di antaranya terhenti seketika saat ia menoleh. Setiap kali ia mengangkat kepala, beberapa karyawan dengan cepat mengalihkan pandangan.Suara pena yang sebelumnya terdengar ramai kini terasa lebih jarang, seolah beberapa orang lebih sibuk mengamati situasi dibanding benar-benar mencatat.‘Kenapa mereka melihat ke arahku?’ pikirnya dalam hati.Mariana menghela napas pelan, berusaha mengabaikan perasaan tidak ny
last updateLast Updated : 2025-04-04
Read more
PREV
123456
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status