Semua Bab Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku: Bab 11 - Bab 20

59 Bab

11. Mantan Suami Datang Mengacau

Keesokan paginya,Nate kembali datang mengantar Elhan ke kontrakan Mariana. Dengan ekspresi tenang, ia menyerahkan bayi mungil itu ke dalam pelukan Mariana sebelum pergi tanpa banyak bicara.Mariana membawa Elhan masuk dan segera menuju sofa, ia mulai menyusui bayi itu yang kebetulan menangis begitu ayahnya pergi.Nadia duduk di kursi seberangnya, wanita itu tersenyum melihat pemandangan tersebut. “Anda semakin terbiasa, Bu,” komentarnya lembut.Mariana mengusap punggung Elhan perlahan. Jujur saja, ia merasa sedikit lebih nyaman dibanding hari-hari sebelumnya.“Ya … meski terkadang masih ada perasaan aneh yang sulit kujelaskan.”Nadia mengangguk mengerti. “Itu wajar. Tapi Anda sudah melakukan yang terbaik.”Namun, momen tenang itu tiba-tiba terpecah oleh suara gedoran keras dari pintu depan.BRAK!BRAK!BRAK!Mariana tersentak. Tubuhnya menegang seketika sementara tangannya refleks menarik Elhan lebih dekat ke dadanya.“Siapa itu?” Nadia bertanya dengan kening berkerut.Mariana menggel
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

12. Semua Demi Elhan

Nate menatap Mariana yang tampak terguncang. Wanita itu duduk dengan bahu sedikit gemetar, napasnya pendek dan tidak teratur.“Hey, Mariana. Apa kamu mendengarku?” tanya Nate seraya menepuk pelan bahu Mariana.Mariana mengangguk pelan, lalu mengangkat pandangannya menatap Nate. “Aku baik-baik saja,” bisiknya berusaha kuat meski ekspresinya tidak bisa menyembunyikan syok yang masih menguasainya. Ia menggigit bibirnya, berusaha mengendalikan getaran dalam suaranya.Nate tidak langsung percaya. “Maaf jika aku lancang. Tapi, aku harus memastikan bahwa kamu memang baik-baik saja,” balasnya.Dengan lembut, Nate meraih tangan Mariana lalu mengangkatnya perlahan untuk memastikan tidak ada luka atau lebam di kulitnya. Setelah memastikan wanita itu benar-benar baik-baik saja, Nate segera melangkah menuju kamar.Begitu pintu terbuka, ia menemukan Nadia tengah berusaha menenangkan Elhan yang menangis dalam pelukannya. Wajah wanita itu terlihat tegang, jelas sekali bahwa ia juga syok dengan kejadi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-22
Baca selengkapnya

13. Sambutan Hangat

Setelah menyusui Elhan di kamar yang disediakan, Mariana akhirnya bisa sedikit bernapas lega. Ia duduk di tepi tempat tidur, menatap bayi kecil itu yang kembali tertidur pulas dalam dekapannya. Kehangatan yang menyelimuti kamar ini memberikan sedikit ketenangan bagi pikirannya yang masih kacau.Namun, ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya. Mariana menoleh, lalu bangkit perlahan dan membuka pintu.Seorang ART muda berdiri di ambang pintu dengan senyum lembut. “Bu, orang tua Tuan Nate baru saja tiba. Mereka ingin bertemu dengan Anda.”Mariana menegang sejenak. Ia tahu tentang orang tua Nate, dan selama bersahabat dengan Bella, ia beberapa kali bertemu mereka di acara keluarga. Kedua orang tua pria itu adalah sosok yang ramah dan menyenangkan, tetapi kali ini situasinya berbeda.Mengambil napas dalam, Mariana mengangguk. “Aku akan segera keluar.”ART muda itu tersenyum dan beranjak pergi, sementara Mariana mengalihkan pandangannya ke Elhan yang masih terlelap. Ia meletakkan bayi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-22
Baca selengkapnya

14. Hinaan dari Keluarga Mantan Suami

Suara alarm berbunyi memecah keheningan pagi. Mariana mengerjapkan mata, butuh beberapa detik untuk menyesuaikan diri dengan cahaya redup yang masuk melalui celah tirai. Hal pertama yang menyambutnya adalah pemandangan Elhan yang tertidur pulas di sampingnya.Senyum lembut terbit di wajah Mariana. Tangannya terulur membelai pipi Elhan dengan hati-hati. Mariana takut mengganggu tidur bayi kecil itu dan berakhir membangungkannya.“Kamu tidur nyenyak sekali, ya?” bisiknya pelan seraya tersenyum lembut.Mariana ingin berlama-lama memandangi bayi lucu itu. Namun ia sadar pagi telah menunggunya, jadi dengan gerakan penuh kehati-hatian, ia turun dari ranjang agar tidak membangunkan Elhan.Setelah menyelimuti bayi kecil itu dengan lebih rapat, Mariana melangkah menuju kamar mandi. Air hangat yang menyentuh kulitnya memberikan ketenangan yang begitu nyaman, membantunya mengusir sisa kantuk yang masih menggantung di pelupuk mata.Tak lama, ia keluar dengan pakaian sederhana—blus berwarna senada
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-22
Baca selengkapnya

15. Bianca Hamil

Begitu memasuki gedung spa, aroma lembut lavender dan melati langsung menyambut indra penciuman Mariana. Cahaya temaram serta alunan musik instrumental yang menenangkan seharusnya bisa membuat siapa pun merasa lebih rileks, tapi Mariana masih merasakan ketegangan dalam tubuhnya. Pikirannya masih dipenuhi oleh kata-kata pedas dari ibu Bara.Arsita—ibu Nate—yang sejak tadi memperhatikannya, segera menggenggam tangan Mariana dengan lembut. “Sayang, kamu baik-baik saja?” tanyanya penuh perhatian.Mariana tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan kegundahannya. “Aku nggak apa-apa, Tante.”Namun, Arsita sama sekali tidak percaya. Kegundahan Mariana tercetak jelas di wajah cantiknya, untuk itu ia menepuk punggung tangan Mariana dengan lembut dan berkata,“Tante tahu pertemuan tadi pasti tidak menyenangkan untukmu. Tante juga tahu kamu wanita yang kuat, tapi tidak apa-apa kalau sesekali merasa terluka. Jangan dipendam sendiri.”Mariana terdiam sejenak. Ia bisa merasakan ketulusan dalam nada sua
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya

16. Meminta Restu Mariana

Mariana melangkah masuk ke rumah orang tuanya dengan perasaan berat. Udara di dalam rumah terasa dingin. Hatinya sudah cukup terluka sejak mengetahui Bianca hamil, tapi kini ia harus menghadapi kenyataan lain yang mungkin lebih menyakitkan.Di ruang tengah, ibunya duduk di sofa dengan mata sembab, sementara ayahnya hanya diam dengan ekspresi datar. Mariana menelan ludah, menyadari bahwa kedatangannya pasti bukan tanpa alasan serius.“Duduklah, Mariana,” suara ibunya terdengar serak, seperti habis menangis cukup lama.Mariana menuruti, ia duduk di ujung sofa dengan tubuh tegang. Ia menunggu, tapi tidak ada yang langsung berbicara. Hanya ada keheningan yang menyelimuti mereka beberapa saat.Akhirnya, ibunya menghela napas panjang sebelum berkata, “Kami ingin meminta izinmu untuk menikahkan Bianca dengan Bara.”Mariana merasa seperti dihantam sesuatu di dadanya. Napasnya tercekat, tubuhnya mendadak dingin, dan dunia di sekelilingnya terasa berputar lebih cepat. Ia sudah menduga sesuatu ya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya

17. Harga Sebuah Pengkhianatan

Mariana masih menggendong Elhan ketika Nadia berdiri dari kursinya. “Saya akan meminta Bi Imah menyiapkan minuman hangat untuk Anda, Bu. Mau teh atau cokelat panas?”Mariana menggeleng. “Tidak perlu repot-repot, Nadia. Terima kasih atas perhatianmu.”Nadia tersenyum kecil. “Bukan repot. Anda kelihatan lelah, Bu.”Mariana hanya diam. Ia tidak bisa membantah, meskipun rasa lelah yang ia rasakan bukan sekadar di fisiknya. Saat Nadia melangkah pergi ke dapur, Mariana menunduk menatap wajah tenang Elhan yang terlelap dalam pelukannya.Kehangatan tubuh bayi itu sedikit meredakan gejolak dalam hatinya, tetapi tidak cukup untuk menghapus kenyataan pahit yang baru saja ia terima.Ia harus menerima bahwa keluarganya memilih Bianca. Bahwa mereka tidak akan memikirkan bagaimana perasaannya selama masalah yang mereka hadapi bisa diselesaikan.Mariana menghela napas panjang, mencoba menekan emosi yang masih berkecamuk di dadanya.Ia ingin pergi. Ia ingin melepaskan semuanya. Tapi ia tahu itu tidak m
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya

18. Stress and Nightmare

Mariana baru saja kembali ke kediaman Nate. Begitu melewati ambang pintu, langkahnya tertatih dan wajahnya pucat pasi. Tanpa suara, ia masuk ke kamarnya, menutup pintu perlahan lalu merosot ke ranjang.Tubuhnya terasa menggigil. Mariana meraih selimut lalu menutupi hampir seluruh tubuhnya. Namun, rasa dingin itu tidak juga pergi.Ketika waktu makan malam tiba, Mariana tidak juga keluar dari kamarnya.Nate yang sedang menikmati makan malamnya, melirik ke arah kursi yang kosong. Dahi pria itu berkerut. “Bi Imah, Mariana belum turun?” tanyanya.Bi Imah yang baru saja meletakkan mangkuk sup di hadapan Nate segera menoleh. “Sepertinya belum, Tuan.”Rasa tidak nyaman menyelinap dalam benak Nate. “Tolong periksa keadaannya.”Tanpa membuang waktu, Bi Imah segera menuju kamar Mariana. Ia mengetuk pintu dengan pelan.“Bu Mariana?”Tidak ada jawaban. Setelah menunggu beberapa saat, ia mendorong pintu yang ternyata tidak dikunci.Begitu masuk, Bi Imah menemukan Mariana meringkuk di ranjang, wajah
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-24
Baca selengkapnya

19. Sidang Perceraian: Pertama

Suasana ruang sidang terasa tegang. Mariana duduk dengan tenang, sementara di seberangnya, Bara terlihat gelisah meski berusaha bersikap arogan. Ratna—ibu Mariana—hadir sebagai saksi dan duduk di sisi Mariana.Hakim mengetukkan palu pertama. “Sidang perceraian antara Saudara Bara Mahesa dan Saudari Mariana Cempaka dimulai. Berdasarkan berkas yang diajukan, pemohon, yaitu Saudari Mariana Cempaka, mengajukan gugatan cerai setelah tergugat menjatuhkan talak tiga. Apakah ini benar?”Mariana mengangguk. “Benar, Yang Mulia.”Bara langsung menyela, suaranya keras. “Tapi saya tidak ingin bercerai, Yang Mulia!”Mariana menoleh dengan ekspresi tajam, jemarinya yang terlipat di pangkuannya mengepal halus, menahan perasaan yang bergolak di dalam dadanya. “Kamu sudah menalak aku tiga kali, Bara.”“Itu hanya karena emosi!” Bara membantah dengan penuh keyakinan. “Saya tidak benar-benar menginginkannya! Itu tidak seharusnya dihitung!”Hakim menatap Bara dengan tegas. “Saudara Bara, dalam hukum yang b
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-24
Baca selengkapnya

20. Jangan Menanggung Semuanya Sendirian

Mariana menatap lama batu nisan bertuliskan nama anaknya itu. Tatapannya kosong, tapi di dalam dirinya, ribuan emosi berkecamuk tanpa henti. Semakin lama ia duduk di sana, semakin dalam kerinduan terhadap mendiang anaknya menggerogoti hatinya.Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya. Jantungnya berdetak sangat cepat, kepalanya terasa ringan dan berputar-putar. Ia mencoba menarik napas panjang. Mariana bangkit perlahan, menyadari bahwa jika ia tetap di sini, tubuhnya akan tumbang cepat atau lambat.“Mama pulang dulu ya, Nak. Nanti Mama datang lagi,” gumamnya sebelum berbalik.Namun baru beberapa langkah, rasa pusing itu semakin menjadi. Kakinya lemas, dunianya seolah miring. Mariana kehilangan keseimbangan. Dalam sekejap, seseorang dengan sigap menangkap tubuhnya dan menopangnya dengan kokoh.“Aku mengerti kalau kamu merindukan anakmu, tapi jangan memaksakan diri seperti ini.”Suara itu. Mariana mengenalnya dengan baik. Tanpa menoleh pun, ia sudah tahu siapa yang tengah menopangny
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-25
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status