Semua Bab Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku: Bab 31 - Bab 40

59 Bab

31. Gosip yang Menyebar Seperti Virus

Pantry kecil di ujung lorong mulai terisi lagi. Beberapa staf masuk satu per satu, membawa cangkir kopi atau camilan ringan. Tapi meja di pojok kiri—yang biasanya sepi—kali ini jadi pusat bisik-bisik. Bu Sari duduk di sana, ditemani Dira dan Leo. Ketiganya baru saja kembali dari kantin lantai dasar dengan satu topik yang tak bisa mereka lewatkan begitu saja.“Jadi … tadi kalian lihat juga, ‘kan?” Dira membuka percakapan dengan suara pelan tapi penuh tekanan. “Pak Nathaniel masuk ke kantin, Pak Ardi dari tim operasional sudah berdiri menyambutnya. Tapi dia malah langsung duduk di meja yang ada Mariana.”Bu Sari yang sedang mengaduk tehnya pelan lantas mengangguk. “Saya juga lihat. Gaya Pak Nathaniel memang tenang, tapi gerakannya jelas menunjukkan bahwa Pak Nathaniel memang memilih duduk di sana.”Leo bersandar, tangannya meremas kaleng soda yang hampir kosong. “Bukan cuma duduk bareng, Dir. Cara mereka ngobrol itu lho. Santai, kayak udah kenal lama banget. Mbak Mariana juga kelihatan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-04
Baca selengkapnya

32. Ada Apa Dengan Nate?

Mariana berdiri ragu di depan pintu mobil berwarna hitam itu. Sejak mendengar gosip di toilet wanita tadi, pikirannya jadi kacau. Ia tak bisa fokus. Ada rasa tidak nyaman yang terus mengusik, seolah beberapa pasang mata diam-diam mengamati setiap langkahnya.Kaca jendela mobil perlahan turun, menampilkan wajah pria yang begitu dikenalnya.“Berapa lama lagi kamu mau berdiri di situ, Mariana?”Suara bariton Nate terdengar tenang, tapi Mariana langsung tersentak pelan. Ia menunduk sebentar, menarik napas pendek, lalu membuka pintu dan masuk ke dalam mobil.“Aku … maaf. Tadi sempat mikir sebentar,” ucapnya tanpa berani menatap Nate.Mobil mulai melaju perlahan meninggalkan halaman kantor cabang, menuju hotel tempat mereka menginap. Langit sudah mulai menggelap. Hujan tipis menyapa kaca depan, dan suasana kota kecil itu terasa lebih sepi dari yang biasa mereka hadapi.“Kamu terlihat tidak tenang sejak tadi,” ucap Nate.Mariana menggigit bibir. “Tadi ... aku dengar ada yang membicarakan kit
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-05
Baca selengkapnya

33. Aku Ingin Kamu Tetap Tinggal, Na

Makan malam selesai tanpa Mariana sadari sudah lebih dari satu jam berlalu. Udara malam di tepi sungai terasa makin dingin, tapi tidak membuat mereka beranjak cepat. Nate sesekali memandang ke arah air yang mengalir tenang sebelum akhirnya berdiri dan menoleh ke Mariana.“Ayo, pulang. Besok kita masih ada rapat pagi.”Mariana mengangguk. Mereka berjalan kembali ke mobil dengan langkah santai. Di sepanjang jalan, keduanya tak banyak bicara. Tapi justru kesunyian itu terasa nyaman, tak canggung seperti sebelumnya.Di dalam mobil, Mariana bersandar ringan sambil menatap keluar jendela. Lampu kota yang berpendar samar memantul di kaca, menyatu dengan pikirannya yang tak kalah remang.“Tempat tadi … enak,” ucapnya pelan.Nate menoleh singkat. “Aku senang kamu suka.”“Biasanya kamu ke sana sama siapa?”Pertanyaan itu keluar begitu saja, dan Mariana langsung menggigit bibir setelahnya.Namun Nate hanya menjawab ringan. “Sendiri. Atau sama tim lokal. Tapi belum pernah mengajak orang luar kant
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-05
Baca selengkapnya

34. Desas-Desus yang Masih Sama

Keesokan paginya, Mariana sudah tiba lebih dulu di lobi hotel. Rambutnya ia ikat sederhana, wajahnya tanpa riasan mencolok, hanya sapuan tipis bedak dan lip cream yang membuatnya tampak segar. Ia berdiri di dekat sofa panjang sambil memeluk map dokumen yang sudah ia siapkan sejak tadi malam.Ketika Nate muncul dari arah lift, langkahnya mantap seperti biasa, tapi matanya langsung menangkap sosok Mariana.“Kamu datang lebih awal,” katanya sambil menghampiri.Mariana tersenyum tipis. “Iya … aku pikir akan lebih baik kalau kita bisa evaluasi jadwal sebentar sebelum berangkat.”Nate mengangguk. “Kamu baik-baik saja?”“Masih sedikit pusing. Tapi sudah minum obat,” jawab Mariana jujur.Mariana tidak berani menatap Nate terlalu lama. Masih ada sisa kegugupan sejak pesan semalam—pesan yang sampai sekarang belum ia balas.Nate menarik napas pelan. “Harusnya kamu istirahat.”“Aku baik-baik saja. Lagi pula, aku yang mengatur jadwal hari ini. Kalau aku tinggal, kamu bisa nyasar,” katanya dengan n
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-05
Baca selengkapnya

35. Pelecehan Verbal?

Siang hari di Kalimantan Timur terasa menyengat dengan langit cerah yang tak berawan. Setelah rapat panjang dan makan siang bersama tim, Mariana memutuskan untuk duduk sebentar di kursi kayu panjang di dekat taman kecil belakang gedung kantor.Mariana melepas heels-nya diam-diam dan mengangkat kakinya sedikit. Kakinya pegal. Sangat pegal.Ia baru saja menggulung ujung roknya agar tidak menyentuh tanah saat suara langkah kaki mendekat.“Kamu bersembunyi di sini?” Suara itu terdengar santai, tapi Mariana langsung tahu siapa pemiliknya.Mariana menoleh pelan. Di sana, Nate berdiri di dekat bangku dengan dua botol minuman isotonik dingin di tangannya.“Aku cuma istirahat sebentar,” jawab Mariana, buru-buru menurunkan kakinya dan bersiap memakai sepatu lagi. Tapi Nate sudah lebih dulu duduk di sampingnya, meletakkan salah satu botol di dekat Mariana.“Jangan dipakai dulu,” kata Nate dengan nada tenang. “Kaki kamu pasti sakit.”Mariana terdiam. Jari-jarinya menggenggam ujung rok yang sudah
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-06
Baca selengkapnya

36. Mulai Goyah

Alih-alih langsung pulang, Nate mengajak Mariana berjalan menuju lounge terbuka di lantai atas hotel. Tempat itu sepi, hanya diterangi cahaya kuning temaram dari lampu gantung dan beberapa lilin di meja. Suasana malam yang tenang dengan angin yang lembut berembus membuat langkah mereka melambat.“Kamu tidak keberatan mengobrol sebentar di sini?” tanya Nate sambil menarik kursi untuk Mariana.Mariana menggeleng, ia duduk dengan senyum tipis. “Enggak sama sekali.”Mereka belum sempat berbicara lebih jauh saat ponsel Mariana bergetar. Sebuah panggilan video masuk dari Nadia.Mariana sontak menegakkan tubuh. “Maaf, ini dari Nadia.”“Silakan,” sahut Nate tenang.Mariana menekan tombol berwarna hijau dan layar segera menampilkan wajah Nadia yang tampak antusias dengan Elhan di pangkuannya.“Hai! Lihat siapa yang ingin menyapa Ibu Susunya!” seru Nadia dengan nada riang.Elhan muncul mengenakan jumper berbentuk kelinci—lengkap dengan telinga panjang yang menjuntai ke samping. Pipi bulatnya ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-06
Baca selengkapnya

37. Elhan Dirawat

Pagi datang dengan langit mendung dan kabut tipis yang menyelimuti jendela kamar hotel Mariana. Ia terbangun lebih awal hari ini. Meski belum sepenuhnya sadar, pikirannya langsung melayang pada kejadian semalam.Jantungnya masih berdebar. Ia tak mengerti kenapa bayangan Nate terus berputar di kepalanya. Padahal ia sudah menetapkan batas, menjaga jarak, tapi ada sesuatu dalam diri pria itu yang perlahan meruntuhkan pertahanannya.Baru saja kakinya menyentuh lantai, sebuah pesan masuk di ponselnya.[Sudah bangun? Sarapan bersama, kalau kamu belum makan.]Kalimatnya singkat. Datar. Khas Nate. Tapi cukup untuk membuat senyum kecil terbit di bibir Mariana. Ia menggigit bibir bawah, menatap layar sejenak, lalu membalas,[Belum. Oke.]Cukup singkat. Tapi detik berikutnya, Mariana menghela napas panjang saat melihat pantulan dirinya di cermin. Ia bahkan belum mencuci muka, sementara jantungnya berdebar seperti remaja yang akan pergi kencan pertama.Tapi, hey! Ini bukan kencan.“Sadarlah, Mari
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-06
Baca selengkapnya

38. Merasa Tidak Pantas

Mariana keluar dari kamar Elhan setelah memastikan bayi lucu itu tertidur dengan tenang. Ia berjalan perlahan di lorong rumah sakit, ingin mencari udara segar dan mungkin secangkir kopi panas untuk menenangkan pikirannya.Namun langkahnya terhenti saat melihat dua sosok wanita berdiri di dekat lift—Bianca dan ibunya. Keduanya tampak baru kembali dari pemeriksaan rutin di poli kandungan. Bianca memegangi foto hasil USG di tangannya dengan wajah bangga.“Mariana?” panggil Ratna lebih dulu. “Kamu di sini?”Mariana sedikit kaget, tapi segera mengangguk sopan. “Iya, Bu.”“Loh, kamu sakit?”“Enggak, Bu. Elhan … dia dirawat di sini. Muntah dan demam sejak subuh.”“Oh, ya ampun. Kasihan sekali,” ujar ibunya dengan nada iba. “Boleh kami jenguk sebentar?”Mariana sempat ragu. Pandangannya kembali tertumbuk pada foto USG di tangan Bianca, lalu beralih pada sosok perempuan itu yang tengah menyesuaikan posisi jaketnya. Gerakan kecil itu justru membuat kaus ketat yang dikenakan Bianca semakin mempe
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-07
Baca selengkapnya

39. Harapan Arsita Terhadap Mariana

“Elhan sudah membaik. Dokter bilang dia cuma infeksi ringan karena virus,” kata Nate.Ayah Nate mengangguk. “Syukurlah. Kami sempat khawatir.”Mariana berdiri dan memberi ruang, tapi Arsita justru menggamit tangannya pelan agar tetap di tempat.Lalu tiba-tiba, tanpa aba-aba, Arsita menyeletuk,“Rasanya, akan lebih baik kalau kamu jadi menantu di keluarga ini, Mariana.”Mariana sontak menoleh, matanya membulat kecil. Tapi sebelum ia bisa berkata apa pun, Nate langsung menyela cepat.“Ma.”Nada suaranya ringan, tapi ada tekanan halus yang jelas terasa, seperti ingin mencegah ibunya melangkah lebih jauh.Mariana tersipu, terkejut, tidak menyangka Arsita akan berkata seperti itu di tengah situasi ini. Seluruh wajahnya terasa mendidih panas, dan ia nyaris tak tahu harus memusatkan pandangan ke mana.Namun Arsita malah menambahkan dengan nada lebih serius. “Mama serius, Nathaniel. Kita semua menyukai Mariana … dan dia menyayangi Elhan dengan tulus. Tapi, mungkin justru Mariana yang tidak me
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-07
Baca selengkapnya

40. Tamparan yang Menyulut Harga Diri

Kamar rawat inap itu tampak lebih cerah hari ini. Tirai terbuka lebar, membiarkan sinar matahari masuk dan membasuh ruangan dengan cahaya hangat.Seorang dokter muda baru saja keluar dari kamar setelah memberikan kabar baik. Kondisi Elhan membaik dan sudah diperbolehkan pulang.Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka kembali. Nate masuk dengan langkah ringan.“Aku sudah urus semuanya. Administrasi beres, resep obat juga sudah diambil,” katanya sambil tersenyum hangat pada semua orang. “Kalau begitu, kita bisa langsung pulang.”Mariana mengangguk pelan. Ia berdiri, lalu membenahi posisi Elhan di pelukannya.Namun saat mereka hendak keluar dari kamar, Arsita menoleh dan berkata, “Ngomong-ngomong, kita belum makan siang, 'kan? Gimana kalau mampir makan dulu sebelum pulang?”Mariana dan Nate saling pandang sebentar. Perut mereka memang belum terisi sejak pagi.“Boleh juga,” sahut Nate. Dan yang lainnya ikut setuju.***Restoran yang mereka datangi terletak di tengah kota, sebuah tempat yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-07
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status