All Chapters of Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris: Chapter 191 - Chapter 200

220 Chapters

Bab 191 Mata Bayangan Terbuka

Berikut adalah lanjutan cekjKilatan petir menyambar langit Makassar, menggores cakrawala dengan guratan biru keunguan yang nyaris tak masuk akal. Di atas menara kontrol Wijaya Corporation, Arka berdiri memandangi awan yang menggulung seperti pusaran tinta. Angin menerpa wajahnya, membawa bau logam dan ozon. Genta dan Raka berada di belakangnya, menatap layar hologram yang mulai bergetar. “Sinyal anomali meningkat di titik koordinat Selatan-Timur,” gumam Genta. “Itu bukan badai biasa.” “Karena bukan badai,” jawab Arka pelan. “Itu gerbang resonansi.” Raka mengernyit. “Gerbang untuk apa?” Arka menunjuk satu garis merah menyala yang menjalar ke seluruh layar. “Untuk memanggil ulang kekuatan lama yang terkunci di dalam Mata Bayangan. Nadira sedang membukanya.” Langit bergetar. Kilatan lain menyambar, kali ini menyatu dengan antena pemancar yang tertanam di atap. Gelombang energi menyebar dalam bentu
last updateLast Updated : 2025-04-13
Read more

Bab 192 Mata yang Tak Pernah Tidur

Kabut hitam menggulung seperti ular raksasa di atas altar batu. Di tengah ruangan bawah tanah yang dipenuhi ukiran kuno dan cahaya ungu yang berdenyut dari dinding, Nadira berdiri tegak. Fragmen kristal hitam di tangannya bersinar, seolah bernapas. Keenam sosok bertudung mengelilinginya dalam formasi segi enam. Setiap langkah mereka menimbulkan resonansi rendah—seperti suara gong di kedalaman laut. Udara terasa berat, penuh tekanan tak kasat mata. “Apakah kalian siap?” suara Nadira tak lebih dari bisikan, tapi menggema keras di setiap sudut gua. Salah satu sosok mengangguk. “Kami telah menyatu dengan ingatan para leluhur Lamang. Kami adalah penjaga bayangan yang pernah terkunci.” “Dan kini akan dibangkitkan,” gumam Nadira. Ia mengangkat fragmen kristal lebih tinggi. Simbol di dinding mulai menyala satu per satu. Lantai bergetar. Rantai cahaya ungu muncul dari simbol-simbol itu, mengikat altar dalam lingkaran
last updateLast Updated : 2025-04-13
Read more

Bab 193 Warisan yang Menyala

Pulau itu retak seperti kulit bumi yang terlalu lama menahan amarah. Dari kawah altar kuno, makhluk raksasa itu bangkit—tubuhnya diselimuti lapisan logam hidup dan bayangan pekat, seakan memadatkan malam menjadi daging. Langkahnya mengguncang tanah, matanya menyala satu per satu dalam pola vertikal. Arka berdiri di ujung batu karang, rambutnya berkibar ditiup angin tajam. “Makhluk itu… bukan sekadar konstruksi,” gumam Nadira, suaranya bergetar. “Itu tubuh penampung. Gabungan teknologi Bayangan Murni dan jiwa-jiwa kuno yang dikorbankan.” Arka tak menjawab. Matanya menyipit menembus kilau energi dari tubuh raksasa. Lalu, suara berat Raka terdengar di belakangnya. “Arka. Ini saatnya kau gunakan ini.” Sebuah koper logam panjang dibuka perlahan. Di dalamnya terbaring sebuah lengan mekanik: tidak sekadar mesin, melainkan hasil karya gabungan antara Raka dan tim laboratorium Wijaya Corp
last updateLast Updated : 2025-04-13
Read more

Bab 194 Gerbang Langit

Asap belum benar-benar lenyap saat langkah wanita bertopeng itu terdengar, bergema pelan seperti detak waktu yang menanti kehancuran. Topengnya terbuat dari logam hitam berkilau, dengan ukiran naga yang mengalir dari pelipis ke dagu. Matanya—samar terlihat di balik celah—memancarkan cahaya lembut, namun tajam seperti bilah pedang yang ditarik setengah. Arka memutar tubuhnya, perlahan. Tanah di bawahnya masih berdenyut akibat bentrokan tadi. Lengan mekaniknya bergetar, uap tipis mengepul dari persendian. “Kau siapa?” tanyanya, nada suaranya berat, tubuhnya separuh tertahan oleh napas yang belum stabil. Wanita itu melangkah maju, setiap jejak kakinya meninggalkan jejak bercahaya ungu di atas batu altar. “Namaku tak penting. Tapi darahku… satu garis dengan Dara Kuno,” ucapnya. Suaranya lembut, nyaris seperti nyanyian yang menyakitkan hati. “Dan aku ditugaskan menjaga Gerbang Langit—penjaga warisan tertinggi yang belum bisa kau
last updateLast Updated : 2025-04-14
Read more

Bab 195 Jantung Langit Terbangun

Langit di atas pulau mulai berubah warna. Cahaya jingga senja seharusnya mulai meredup, tapi kini tertutup oleh semburat ungu dan kilatan perak yang muncul dari dalam tanah. Reruntuhan altar yang semula sunyi kini berdenyut pelan, seperti jantung yang baru saja dihidupkan kembali. Arka menatap wanita bertopeng naga itu tanpa berkedip. Matanya memantulkan cahaya ungu dari balik celah bebatuan, sementara tubuhnya masih diliputi sisa-sisa energi dari jurus sebelumnya. “Apa maksudmu dengan Jantung Langit?” tanya Arka, suaranya rendah namun tegas. Wanita itu melangkah keluar dari portal. Angin berputar di sekelilingnya, membawa aroma logam dan hujan yang belum jatuh. Di balik topengnya, sepasang mata menyala lembut—bukan dalam ancaman, melainkan pengamatan yang dalam. “Itu bukan sekadar kekuatan,” ucapnya. “Jantung Langit adalah pusat dari semua warisan darah yang kau miliki. Selama ini kau hanya menyentuh kulitnya saja.”
last updateLast Updated : 2025-04-14
Read more

Bab 196 Hakim Langit dan Neraca Abadi

Langit terbelah. Cahaya keperakan membentuk lorong spiral, menghubungkan kapal raksasa dengan altar batu di bawah. Angin memutar hebat, memaksa pepohonan merunduk. Laut di sekitar pulau beriak seperti tengah bernapas, liar dan penuh tekanan tak kasatmata. Arka berdiri di tengah altar, tubuhnya berselimut aura transparan berpendar biru keperakan. Sisik-sisik halus di lengannya berdenyut, menyatu dengan detak bumi di bawahnya. Di belakangnya, Raka dan Genta bersiap, waspada. Tapi hanya Arka yang melangkah ke cahaya. “Sendirian?” Genta bertanya, suara tertahan angin. “Ini bukan pertarungan,” Arka menjawab, lirih namun pasti. “Ini penghakiman. Dan aku yang ditimbang.” Begitu ia masuk ke dalam lorong cahaya, gravitasi lenyap. Tubuhnya melayang tanpa bobot, ditarik perlahan menuju kapal langit. Di lambung yang terbuka, enam sosok berjubah perak berdiri melingkar. Di tengah mereka, berdiri pria bermata tiga
last updateLast Updated : 2025-04-14
Read more

Bab 197 Batu, Ombak, dan Mesin Masa Depan

Langit Makassar menyambut Arka dengan rona jingga saat helikopter tempur tak bercorak mendarat di atas gedung Wijaya Corporation. Baling-baling berputar pelan, meniupkan debu dan aroma laut ke segala penjuru. Arka melompat turun sebelum pintu terbuka penuh, seolah tanah Sulawesi itu memanggilnya pulang lebih cepat. Raka berdiri di tepi atap, kemeja putihnya berkibar diterpa angin. Di sebelahnya, Genta mengenakan jaket hitam yang menyembunyikan senjata di punggungnya, seperti biasa. “Kau kelihatan seperti baru kembali dari neraka,” ujar Genta sambil tersenyum miring. “Untungnya, aku kembali dengan kuncinya,” sahut Arka, mengangkat belati tulang naga yang kini terselip di pinggangnya, menyala samar. Raka menepuk pundaknya. “Jakarta sudah aman?” “Untuk sekarang,” jawab Arka pelan. “Tapi yang lebih penting—kita punya masa depan yang harus dibangun.” Di pinggir pesisir Takalar, kompleks baru Wijaya
last updateLast Updated : 2025-04-14
Read more

Bab 198 Nyanyian Gunung dan Mata yang Membelah Gelap

Kendaraan amfibi meluncur dari garis pantai menuju daratan tinggi. Lampu depannya menembus kabut tipis, membentuk lorong cahaya di tengah kegelapan malam. Di dalam kabin, mesin berdengung pelan, sementara suara jangkrik dan burung malam menyertai perjalanan mereka yang sunyi. “Menurut cerita warga, sumur tua itu peninggalan leluhur sebelum masa kerajaan,” ujar Raka sambil membaca dokumen dari tablet. “Mereka percaya di dasar sumur itu terkubur roh penjaga tanah.” Genta bersandar di jendela. “Roh atau teknologi kuno?” “Kita pernah lihat yang lebih dari keduanya,” kata Arka. Ia menatap keluar, ke arah siluet gunung yang mulai muncul dari balik kabut. Mereka tiba di kaki gunung menjelang tengah malam. Desa kecil di sana tampak sunyi, rumah-rumah panggung tertutup rapat, dan lentera hanya tersisa di satu dua beranda. Udara dingin membawa aroma belerang samar. Seorang pria tua menyambut mereka di tepi jalan setapa
last updateLast Updated : 2025-04-15
Read more

Bab 199 Mata Ketiga dan Sumur Rahasia

Dinding gua bergetar saat cahaya merah menyembur dari celah altar. Sosok berbalut energi hitam muncul perlahan, mata ketiganya menyala laksana bara. Bayangan tubuhnya tak menyentuh tanah, melayang dengan aura membara yang membuat udara membeku. "Akhirnya, kau datang juga, pewaris darah kuno," bisik Mata Ketiga, suaranya bergema di dalam kepala Arka. Arka melangkah maju. Jubahnya berkibar pelan, dan matanya menyala biru kehijauan. Aura Klan Naga Langit membungkus tubuhnya, berpadu dengan denyut halus kekuatan warisan Jiwa Abadi. "Aku tidak datang untuk tunduk. Aku datang untuk mengakhiri semuanya," jawab Arka tenang. Seketika udara di ruang itu meledak. Mata Ketiga menyerang lebih dulu, tangannya memanjang seperti bayangan dan menebas udara. Arka melompat ke udara, lalu memutar tubuh dan menghantamkan telapak tangan ke tanah. Ledakan cahaya biru mengguncang ruang batu itu. Genta dan Raka menyingkir, berdiri di
last updateLast Updated : 2025-04-15
Read more

Bab 200 Bayangan Lama dan Sosok Baru

Langit di atas pegunungan Sulawesi Selatan tampak kelabu. Helikopter hitam Wijaya Corporation melaju di antara kabut tipis, membawa Arka, Raka, dan Genta menuju titik merah yang muncul di peta sebelumnya. Tak ada jalan darat ke lokasi itu—hanya lembah sunyi yang dikelilingi tebing terjal dan pohon-pohon purba. “Tempat ini bukan sembarangan,” gumam Arka, matanya menatap tanah luas di bawah yang dipenuhi puing logam dan antena berkarat. Raka menarik napas panjang. “Seolah ini markas rahasia yang sudah lama ditinggalkan… tapi tetap hidup.” “Teknologi Bayangan Lama tidak pernah benar-benar mati,” sahut Genta sambil memeriksa layar tablet yang mendeteksi sisa-sisa sinyal aneh. Mereka mendarat di pinggir lereng. Angin terasa lebih dingin, dan bau logam tercium dari bawah tanah. Begitu menjejakkan kaki di tanah lembah, mereka melihat bangunan setengah runtuh dengan lambang samar A.R.C. di dindingnya. Di dalamnya, si
last updateLast Updated : 2025-04-15
Read more
PREV
1
...
171819202122
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status