All Chapters of Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris: Chapter 181 - Chapter 190

220 Chapters

Bab 181 Bayangan di Langit Timur

Langit Makassar belum sepenuhnya terang ketika Arka berdiri di puncak menara observasi milik keluarga Karaeng. Angin berhembus membawa aroma garam laut dan debu pegunungan yang kering. Di kejauhan, laut Sulawesi terlihat tenang. Tapi hati Arka tidak demikian. "Menurut laporan terakhir, sinyal energi aneh terdeteksi di atas Selat Makassar," ujar Raka sambil menatap layar tablet. "Itu bukan fenomena alam biasa." "Dan pola gelombangnya cocok dengan spike elektromagnetik yang pernah kita temui," tambah Genta dari sisi lain ruangan. "Tapi skala ini... jauh lebih besar." "Jauh lebih berbahaya," gumam Arka. Pintu ruang observasi terbuka. Seorang utusan dari keluarga Baso masuk, membawa gulungan laporan dari pusat deteksi mereka. "Kita tangkap pola orbit dari sebuah proyek yang disebut Eclipse. Ini bukan hanya alat pengacau, ini semacam senjata pemutus koordinasi regional." "Siapa yang memicunya?" tany
last updateLast Updated : 2025-04-10
Read more

Bab 182 Gerbang di Langit

Langit Makassar dipenuhi kabut elektromagnetik yang bergulung seperti awan badai. Di tengah kegelapan itu, bayangan raksasa menggantung tak bergerak. Bentuknya seperti stasiun, tapi tak ada sudut logis dalam konstruksinya. Setiap lekukannya menyerupai sisik, setiap sudutnya berdenyut pelan seperti jantung hidup. "Itu bukan stasiun biasa," bisik Arka dari atas bukit pengamatan. "Itu makhluk... atau entitas yang hidup." "Aku juga melihat denyutannya," ujar Genta dari pusat kendali. "Itu bergerak. Perlahan. Seperti makhluk yang baru terbangun dari tidur panjang." "Apa mungkin ini teknologi kuno yang dikatakan Arsip Kuno?" tanya Raka dengan suara pelan. "Lebih dari itu," jawab Arka. "Kita mungkin sedang melihat gabungan antara mesin dan makhluk hidup kuno." Suara bising dari udara mulai meningkat. Petir kecil bermunculan di sekitar tubuh raksasa itu. Beberapa menara komunikasi di kota meledak dalam sekejap.
last updateLast Updated : 2025-04-11
Read more

Bab 183 Suara dari Dalam

Tubuh Arka melayang perlahan dalam kehampaan putih yang berdenyut. Setiap detak terasa seperti gema dari masa lalu yang tak dikenal. Cahaya di sekelilingnya bukan sekadar cahaya—ia hidup, bernafas, mengamati. “...arka...” Sebuah bisikan menggema, datang dari segala arah. Bukan hanya suara, tapi perasaan. Seperti makhluk itu sedang menanamkan sesuatu ke dalam pikirannya. “Aku mendengarnya,” gumam Arka lirih. “Siapa kau…?” “Pewaris,” balas suara itu, kali ini lebih jelas. “Kau membawa darah dan ingatan. Kau diundang, bukan ditangkap.” “Diundang untuk apa?” tanya Arka, mencoba menggerakkan tubuhnya, tapi tak ada otot yang menuruti. “Untuk mendengar. Untuk memilih,” jawab makhluk itu. “Kami pernah hidup di bawah tanahmu. Kami menciptakan, mengajar, menjaga. Tapi manusia melupakan kami.” “Dan sekarang kalian ingin kembali?” bisik Arka, matanya masih kabur. “Bukan kami y
last updateLast Updated : 2025-04-11
Read more

Bab 184 Tujuh Bayang di Langit

Di layar pusat kendali, gambar dari drone keluarga Baso terpatri jelas. Di atas atmosfer bumi, tujuh siluet raksasa melayang dalam formasi setengah lingkaran. Masing-masing berdenyut pelan, dengan warna berbeda di jantung energinya. "Ini... bukan hanya Eclipse," gumam Genta, matanya tak berkedip. "Ada enam lainnya," bisik Raka. "Dan mereka... seolah menunggu." Arka menatap layar itu dalam diam. Di dalam dadanya, gema suara dari makhluk sebelumnya masih bergetar. Seolah jalinan tak kasatmata menghubungkannya ke para entitas di langit. "Makhluk yang barusan kuhadapi," kata Arka pelan, "menyebut dirinya sebagai Gerbang. Tapi kini jelas, itu hanya satu dari tujuh." "Dan kalau mereka semua bangkit seperti Eclipse," ujar Raka, "dunia mungkin tidak siap." "Tidak," sahut Arka. "Tapi ini bukan tentang kesiapan kita. Ini tentang keputusan mereka." "Keputusan?" tanya Genta. "
last updateLast Updated : 2025-04-11
Read more

Bab 185 Ruang Penguji

Cahaya menyilaukan menelan tubuh Arka, Raka, dan Genta. Tidak ada rasa panas, tidak juga rasa tertarik seperti gravitasi. Rasanya seperti melayang dalam kesadaran murni, di antara detak waktu dan denyut gelombang pikiran. “Aku tidak bisa merasakan kakiku,” kata Genta. “Bukan karena tubuhmu hilang,” balas Arka. “Kita... sedang berada di antara ruang.” “Transisi menuju ruang penguji,” ujar Raka. “Kita sedang diurai dan dibaca.” Tiba-tiba, cahaya itu menyusut, dan mereka bertiga berdiri di dalam ruangan bundar. Dindingnya seperti cermin cair, namun tak memantulkan apa pun selain bentuk kabur. “Sistem ini dibentuk dari pikiran,” ucap Arka. “Apa pun yang kita bawa dalam hati... akan dibaca.” “Jadi ini bukan ujian biasa,” gumam Genta. “Tidak pernah ada yang biasa sejak Eclipse muncul,” tukas Raka. Tiba-tiba, cermin cair di dinding mulai menampilkan gambar. Pertama: kerus
last updateLast Updated : 2025-04-11
Read more

Bab 186: Menjelang Keputusan

Langit di atas mereka terus berubah warna, seperti mencerminkan pergolakan pikiran yang belum selesai. Jalan cahaya yang terbentuk dari cermin padat kini melengkung menuju ruang melingkar lain di ujung. Arka menatap ke arah cahaya. "Kalau mereka sudah memilihku, maka aku harus tahu seluruh kebenaran sebelum memutuskan." "Dan kita akan tetap bersamamu," ucap Raka tegas. "Kau tidak harus memikul ini sendiri, Arka," tambah Genta. "Apa pun yang terjadi, kami bagian dari keputusan itu." Mereka melangkah mengikuti jalur yang disediakan. Setiap langkah seolah membuka lapisan ingatan, seakan ruangan itu membaca sejarah manusia dalam diam. Raka melirik ke sekeliling. "Kau merasakan itu? Tempat ini... seperti mengupas kita." "Ya," jawab Arka. "Ini bukan hanya ruang fisik. Ini ruang pemahaman." Tiba-tiba, mereka tiba di sebuah balkon melengkung, menghadap hamparan bintang. Tapi bintang-bint
last updateLast Updated : 2025-04-12
Read more

Bab 187 Tujuh Hari Menjelang Retakan

Portal yang dibuka oleh makhluk cahaya membawa mereka kembali ke ruang observasi bawah tanah di Makassar. Tubuh mereka mendarat perlahan di lantai logam, seolah bumi belum siap melepaskan jejak kosmis yang tertanam di dalam diri mereka. "Berapa lama kita pergi?" tanya Genta sambil berdiri. "Tiga menit dua puluh satu detik," jawab sistem otomatis di dinding. "Waktu lokal tidak mengalami distorsi." "Padahal rasanya seperti berhari-hari," gumam Raka. Arka menatap ke layar utama yang menampilkan rotasi bumi dan lalu lintas satelit. "Kita hanya punya tujuh hari. Dan dunia belum tahu apa pun." "Lalu apa langkah pertama?" tanya Genta. "Kita beri tahu orang-orang," jawab Arka. "Mulai dari mereka yang masih punya nurani. Ilmuwan, pemimpin komunitas, jurnalis, siapa pun yang bisa bantu menyebarkan pesan." Raka mengangguk. "Aku akan kontak jaringan bawah tanah yang pernah bantu waktu invasi
last updateLast Updated : 2025-04-12
Read more

Bab 188 Gerbang Kesadaran di Tanah Leluhur

Langit Makassar tampak mendung ketika Arka, Raka, dan Genta berdiri di atas puncak bukit tua yang dikelilingi reruntuhan batu megalit. Di bawah kaki mereka, simbol-simbol purba terukir di batu seperti nadi kuno yang baru saja terbangun. “Tempat ini tidak tercatat di peta mana pun,” gumam Genta sambil memeriksa pemindai medan. “Tapi energi di bawah tanah... sangat aktif.” Raka menatap sekeliling. “Tak ada jaringan, tak ada sinyal. Seolah-olah tempat ini memutus kita dari dunia luar.” Arka berjongkok, menyentuh batu yang hangat. “Karena tempat ini bukan dari dunia yang sama.” Tiba-tiba tanah bergetar ringan. Sebuah gema terdengar dari dalam tanah, seperti suara yang mencoba menembus realitas. Mereka bertiga saling berpandangan. “Gerbangnya terbuka,” ujar Arka lirih. “Gerbang ke mana?” tanya Genta. “Ke kesadaran yang lebih tua dari sejarah,”
last updateLast Updated : 2025-04-12
Read more

Bab 189 Kembali ke Permukaan

Udara pagi di Makassar terasa lebih segar dari biasanya. Langit bersih tanpa gangguan elektromagnetik. Setelah hari-hari yang terasa seperti melintasi dimensi lain, Arka, Raka, dan Genta akhirnya menginjakkan kaki kembali di bumi yang stabil. “Rasanya seperti... hidup lagi,” ucap Raka sambil menatap laut dari dermaga. “Padahal kita nggak benar-benar mati,” jawab Genta. “Tapi entah kenapa, dunia terasa berbeda sekarang.” Arka tersenyum kecil. “Karena kita yang berbeda.” Setelah keberhasilan mereka menghentikan kebangkitan makhluk kuno dan menutup monolit energi di bawah tanah Makassar, ketiganya kembali ke markas sementara Wijaya Corporation yang berada di dekat Fort Rotterdam. Di sana, tim telah menanti laporan akhir mereka. “Kita berhasil,” ujar Arka dalam rapat kecil bersama tim. “Gerbang dimensi itu sudah tertutup. Dan lebih penting lagi, kita tidak kehilangan siapa pun.” “Dan tidak kehilang
last updateLast Updated : 2025-04-12
Read more

Bab 190 Bayangan Lama yang Kembali

Langit Makassar pagi itu cerah, angin dari laut membawa aroma asin yang khas. Di gedung baru Wijaya Corporation cabang Makassar, aktivitas berjalan lancar. Para staf berdatangan dengan semangat, dan ruang rapat besar di lantai atas telah dipenuhi oleh para pimpinan proyek. Arka duduk di kursi utama, mengenakan kemeja hitam sederhana. Di sebelahnya, Raka dan Genta memantau laporan perkembangan. “Target pembangunan tahap pertama tercapai lebih cepat dari jadwal,” lapor Genta sambil menunjuk grafik di layar. “Distribusi energi mandiri lewat panel surya sudah mencakup enam puluh persen wilayah target.” “Dan program pelatihan komunitas sudah dijalankan di dua puluh desa,” tambah Raka. “Efek sosialnya positif.” Arka mengangguk pelan. “Bagus. Kita harus pastikan keberlanjutan jadi prioritas. Jangan hanya proyek jangka pendek.” Genta tersenyum. “Kau sudah terdengar seperti direktur sosial.” “Arka meman
last updateLast Updated : 2025-04-13
Read more
PREV
1
...
171819202122
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status