All Chapters of Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris: Chapter 171 - Chapter 180

220 Chapters

Bab 171 Badai di Kalimantan Timur

Kabut tebal turun menyelimuti area sekitar bunker, seolah menambah tekanan dari aura Kazuo yang kini berdiri tak jauh dari Arka. Udara menjadi berat, sepi, dan mencekam. Bahkan pepohonan di sekitar tempat itu tampak seperti menunduk dalam ketakutan. Arka menatap sosok pria bermata merah yang berdiri dengan tenang, namun dalam diamnya menyimpan ancaman besar. Kazuo bukan sekadar ahli bela diri. Ia adalah eksperimen hidup dari program gabungan kekuatan bela diri dan teknologi neural Jepang—proyek gelap yang bahkan oleh pemerintah mereka sendiri pernah dibubarkan karena dianggap terlalu berbahaya. Kazuo tersenyum tipis. “Kau terlihat lebih kuat dari terakhir kali kita bertemu, Arka.” “Kau juga masih suka membuat entrance dramatis rupanya,” balas Arka datar. “Dulu kau pengusaha yang minati bantuan oleh negara. Tapi sekarang... lihat dirimu. Patriot yang jadi batu sandungan dunia.” “Dan kau masih pengecut yang ber
last updateLast Updated : 2025-04-08
Read more

Bab 172 Kemenangan yang Membakar Langit

Angin malam Kalimantan Timur berhembus kencang ketika Arka berdiri di hadapan Kazuo, pria bermata merah yang baru keluar dari bunker bawah tanah. Atmosfer di sekitar mereka berubah drastis, terasa berat dan menyesakkan. “Kau tampak lelah, Arka,” kata Kazuo dengan nada tenang. “Padahal ini baru permulaan.” “Aku belum menggunakan semua yang kupunya,” balas Arka dengan mata yang tak berkedip. Kazuo tersenyum dingin. “Bagus. Aku tak ingin pertarungan yang membosankan.” Tiba-tiba, Kazuo menghilang dari pandangan. Arka menoleh cepat ke kiri, tepat sebelum sebuah tinju menghantam tempat dia berdiri. Tanah meledak, menciptakan kawah kecil. “Cepat sekali gerakannya…” gumam Arka sambil melompat mundur. Kazuo muncul kembali, berdiri dengan santai. “Aku bukan lagi manusia biasa. Teknologi dan tubuhku sudah menyatu.” “Dan kau pikir itu membuatmu tak terkalahkan?” tanya Arka sambil menarik nap
last updateLast Updated : 2025-04-08
Read more

Bab 173 Kepulangan Sang Penjaga

Langit Jakarta tampak cerah saat helikopter hitam mendarat perlahan di rooftop gedung Wijaya Corporation. Baling-balingnya menebarkan angin yang membuat debu-debu beterbangan di sekeliling. Arka turun dengan langkah mantap, tatapannya lurus ke depan, namun tubuhnya masih menyisakan aroma pertempuran. “Selamat datang kembali, Arka,” sambut Kiara dari samping pintu lift, senyumnya hangat, meski mata menunjukkan kecemasan yang belum sepenuhnya reda. “Terima kasih, Kiara. Bagaimana keadaan di sini?” tanya Arka sambil berjalan menuju ruang kendali. “Sistem sudah kembali normal sejak spike dihancurkan. Tapi aku masih belum tenang,” ujar Kiara, mengikuti langkahnya. Raka dan Genta sudah menunggu di ruang utama. Taka duduk di depan monitor, tangannya sibuk mengetik kode-kode baru. “Bungker berhasil dikuasai?” tanya Raka tanpa basa-basi. “Ya,” jawab Arka singkat. “Kazuo sudah dikalahkan. Dan spike elekt
last updateLast Updated : 2025-04-08
Read more

Bab 174 Bayangan dari Darah Sendiri

Hujan rintik membasahi pelabuhan Tanjung Priok malam itu. Lampu-lampu kontainer menyala redup, menciptakan siluet gelap di antara deretan peti kemas raksasa. Arka berdiri di atas salah satu peti, tubuhnya diam, matanya menelusuri area dengan ketegangan yang terjaga. “Ada tiga titik pancaran sinyal. Satu di selatan, dua di dekat dermaga barat,” suara Genta terdengar dari alat komunikasi di telinga. “Fokuskan tim ke titik selatan. Aku akan tangani yang di dermaga barat,” jawab Arka tanpa ragu. Kiara yang mengawasi dari pusat kendali menyela, “Arka, aku menangkap pola data yang mirip dengan spike Kalimantan. Tapi ini lebih kuat, frekuensinya ganda.” “Berarti mereka tak main-main kali ini,” gumam Arka sambil melompat turun dari peti, menapaki lorong-lorong antara kontainer. Genta bergerak cepat di sisi lain pelabuhan. “Aku temukan satu perangkat. Dalam proses penonaktifan.” “Bagus. Aku hampir sampa
last updateLast Updated : 2025-04-09
Read more

Bab 175 Bayangan di Balik Nama Wijaya

Udara pagi di Jakarta berhembus ringan saat Arka menatap jendela ruang rapat utama Wijaya Corporation. Pagi itu terasa berbeda. Hening, namun dipenuhi firasat. Ia tahu, musuh dari luar telah berhasil ditundukkan. Namun kini, ada bayangan dalam rumah sendiri yang harus dibongkar. "Kiara, bagaimana hasil audit sistem internal yang kamu jalankan minggu lalu?" tanya Arka dengan nada tenang. Kiara membuka tablet dan menyajikan laporan di layar. "Ada satu akun akses khusus yang tidak seharusnya aktif. Kode penggunanya berasal dari jalur dewan direksi lama." Raka mengernyitkan dahi. "Dewan lama? Siapa yang masih punya akses itu selain kamu dan paman Dirga?" "Itulah yang mengejutkan," sahut Kiara. "Akun itu bukan milik Dirga, tapi atas nama Galang." "Galang?" ulang Genta pelan. "Bukankah dia—" "Sepupumu yang menghilang setelah Arka menjadi direktur utama," potong Raka cepat. Arka berdiri
last updateLast Updated : 2025-04-09
Read more

Bab 176 Warisan dan Janji yang Menyatu

Mentari pagi menyinari halaman utama rumah keluarga Wijaya di kawasan Puncak. Udara segar bercampur dengan aroma teh hangat yang disuguhkan para pelayan kepada keluarga yang berkumpul. Arka berdiri di sisi kanan Kakek Wijaya, mengenakan setelan sederhana berwarna hitam dengan lencana kecil berbentuk naga langit di dadanya. “Aku merasa aneh berdiri di sini dengan semua perhatian ini,” gumam Arka pelan. “Karena ini memang hari penting,” jawab Genta dari sisi kirinya. “Bukan setiap hari seorang pewaris resmi dinobatkan.” Di tengah halaman, Kakek Wijaya berdiri tegap, suara dan sorot matanya kembali seperti saat beliau masih memimpin perusahaan. “Mulai hari ini,” ujar Kakek Wijaya lantang, “aku, Wijaya Utama, secara resmi menegaskan bahwa Arka Wijaya adalah satu-satunya ahli waris utama keluarga ini.” Beberapa kerabat terlihat terdiam, ada yang mengangguk setuju, ada pula yang tertunduk, menyadari
last updateLast Updated : 2025-04-09
Read more

Bab 177 Jejak di Timur

Kilatan cahaya menghantam lantai beton dengan keras. Tubuh penyusup terpental dan menghantam dinding bunker bawah tanah. Arka berdiri tegak, napasnya teratur, namun aura di sekelilingnya masih menyala seperti bara api yang belum padam. "Aku... tidak percaya kau... bisa menembus teknik bayangan keempat," erang penyusup sambil bangkit perlahan. "Karena kau belum mengenal batas sebenarnya dari teknik warisan naga langit," balas Arka dengan dingin. "Aku murid dari orang yang menyelamatkan Sura murid Raksa saat hampir mati di Surabaya... Guruku adalah adik seperguruan Raksa!" teriak penyusup dengan amarah dan kebencian yang menumpuk. "Itu menjelaskan aura gelap yang kurasakan darimu," ujar Arka sembari melangkah maju. "Tapi kau datang terlambat. Raksa sudah dikalahkan. Dan pengkhianatan tak akan pernah menang." Tiba-tiba penyusup berteriak sambil menghantamkan kedua tangannya ke tanah
last updateLast Updated : 2025-04-09
Read more

Bab 178 Bayangan di Selatan

Langit Makassar terlihat cerah ketika pesawat pribadi Wijaya Corporation mendarat di landasan privat Bandara Sultan Hasanuddin. Arka melangkah turun lebih dulu, diikuti Raka dan Genta. Di balik sinar matahari yang menyambut mereka, tersimpan aura ancaman yang masih menggantung sejak telepon misterius diterima Arka malam sebelumnya. "Kau yakin kita harus tetap lanjut?" tanya Genta sambil mengenakan kacamata hitamnya. "Ancaman adalah bagian dari setiap langkah besar," jawab Arka tenang. "Dan langkah kita kali ini akan mengubah peta energi dan sosial di wilayah timur." Raka menambahkan, "Aku sudah menjadwalkan pertemuan dengan tiga tokoh bisnis lokal sore ini. Mereka adalah orang-orang kepercayaan lama Wijaya Corporation yang pernah ikut proyek di era awal kakek." "Aku ingin mendengar sendiri bagaimana kekuatan tersembunyi di Makassar bergerak," kata Arka sambil membuka file digital di tabletnya. Pertemuan perta
last updateLast Updated : 2025-04-10
Read more

Bab 179 Darah di Atas Batu

Langit Makassar masih kelam ketika Arka berdiri di pelataran vila yang dikepung. Asap tipis dari ledakan kecil masih membumbung, sementara suara benturan senjata dan teriakan pendek bergema dari arah barat. "Raka, koordinasikan pergerakan di sisi kanan. Genta, amankan jalur mundur. Aku akan menghadapi pemimpinnya," ujar Arka, matanya menatap tajam ke arah sosok berjubah hitam yang berdiri di atas gerbang batu. "Siap, Arka. Mereka menggunakan pola serangan dari Bayangan Utara," kata Raka sambil melompat ke arah kanan bangunan. "Aku sudah pasang ranjau getar di jalur belakang. Kalau mereka mundur, mereka akan kaget," ucap Genta sambil menarik pedangnya. Sosok berjubah itu turun perlahan. Gerakannya seperti bayangan, tenang namun mematikan. "Aku Murai," katanya datar. "Murid dari adik Raksa, dan pewaris terakhir dari doktrin bayangan sejati." "Raksa sudah tumbang. Kau datang terlambat," jawab Arka
last updateLast Updated : 2025-04-10
Read more

Bab 180 Penjaga dari Dalam Bumi

Kabut tebal mengurung Arka, Raka, dan Genta ketika tanah di bawah mereka retak lebih lebar. Asap hitam menyebar, menggulung seperti naga purba yang terbangun dari tidur panjang. “Arka… kau akhirnya datang… Pewaris darah langit dan tanah…” suara itu menggema, berat dan penuh gema dari dalam bumi. Arka berdiri tegak, meskipun tanah di bawahnya bergetar. “Siapa kau? Mengapa memanggil namaku?” tanya Arka dengan suara lantang. Dari dalam celah, muncul sosok tinggi besar, kulitnya seperti batu lahar, dan matanya menyala merah seperti bara api. Dia mengenakan jubah logam yang berdesir setiap kali dia bergerak. “Aku adalah Kawi, Penjaga Segel Bumi Timur. Aku telah menjaga kekuatan kuno selama tujuh generasi,” jawab makhluk itu. “Kekuatan apa yang kau maksud?” tanya Genta dengan gugup, tangannya menggenggam gagang pedang. “Kekuatan yang dahulu hampir menghancurkan nusantara… kekuatan yang
last updateLast Updated : 2025-04-10
Read more
PREV
1
...
1617181920
...
22
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status