Hendro berdiri tegak di samping jendela kaca besar. Dengan tubuh tinggi dan kaki jenjangnya, dia terlihat kokoh dan dingin. Sepasang matanya seperti tinta hitam yang tumpah. Begitu gelap, tanpa emosi, dan penuh bahaya. Hendro membalas dengan nada dingin, "Untuk selesaikan masalah ini, apa cukup cuma minta maaf? Kalian pulang saja."Manda sampai menangis saking cemasnya. Dia memohon dengan sungguh-sungguh, "Hendro, anggap saja ini Bibi mohon padamu ya? Dulu waktu kamu masih kecil, Paman dan Bibi pernah menggendongmu lho.""Keluarga kami cuma punya satu anak laki-laki. Tolong lepaskan Carlos ya? Ke depannya, kami pasti akan mendidik dia baik-baik," mohon Manda.Hanya saja, Hendro tetap tak tergoyahkan. Dengan suara datar dan dingin, dia memberi perintah, "Sutinah, antar mereka keluar."Sutinah langsung memberi isyarat tangan untuk mempersilakan, lalu berucap, "Pak Jacob, Bu Manda, silakan lewat sini."Ekspresi Jacob sontak berubah. Dia berucap, "Hendro, kamu benar-benar begitu tega? Masa
Magbasa pa