Home / Fantasi / Hidup Kembali di Zaman Kuno / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Hidup Kembali di Zaman Kuno: Chapter 101 - Chapter 110

113 Chapters

Bab 97

Angin pagi bertiup sejuk saat utusan dari Desa Anggur datang menunggang kuda cokelat berpelana kain tenun. Ia membawa sepucuk surat bersampul kulit pohon jati, ditujukan langsung kepada Raka.Surat itu singkat namun padat. Isinya, usulan dari Kades Cakra agar kedua desa, Kali Bening dan Anggur, membentuk satu kota baru yang mewakili kemajuan besar yang kini mereka alami. Kota itu akan memiliki balai pusat, pasar agung, dan perwakilan rakyat desa.Raka membacanya sambil duduk di bale-bale bambu rumahnya di Kampung Puri, mengenakan kain tenun kasual dan ikat kepala sederhana. Di depannya, Mirna berdiri, memegangi peta jalur desa.“Cakra memang berani,” gumam Raka. “Tapi usulannya seperti petir siang bolong.”Mirna tertawa kecil. “Petirnya menyala karena langit kita bersih. Tidak banyak desa yang bisa tumbuh secepat ini.”Raka menghela napas. “Kota baru bukan hanya soal bangunan. Tapi juga orang-orangnya, aturannya, makannya dari mana, minumnya dari mana. Apa kita sudah siap?”Hari itu j
last updateLast Updated : 2025-04-17
Read more

Bab 98

udara di balai pusat Desa Kali Bening begitu segar, seolah embusan angin membawa semangat baru. Raka duduk di ruang dalam balai dengan tumpukan naskah di hadapannya. Di tangan kanannya, sebilah pena bulu ayam yang dicelup dalam tinta hitam. Ia sedang menyusun surat penting yang akan ditujukan kepada Bupati Kota Madya Utama."Kalau desa ini makin besar, banyak hal akan terbagi dua. Ronda, pasar, bahkan pengairan," gumam Raka pada dirinya sendiri. "Mungkin ini saatnya memekarkan desa… jadi dua wilayah."Mirna, yang berdiri di dekat jendela sambil menyusun laporan hasil panen, menoleh. “Apa tidak terlalu cepat, Tuan?”Raka tersenyum. “Bukan soal cepat atau lambat. Tapi soal bagaimana kita menata arah. Dua desa bisa lebih fokus dalam mengatur jalannya rakyat.”Beberapa jam kemudian, surat rampung. Segel desa ditempel, dan dua orang pengawal berkuda ditugaskan membawa surat itu ke kadipaten.Beberapa hari berselang, Raka sendiri yang menghadiri panggilan ke Kadipaten. Ruang pertemuan di ka
last updateLast Updated : 2025-04-18
Read more

Bab 99

Langit di atas Kota Madya Utama pagi itu diselimuti mendung tipis. Di dalam balai kota yang megah dengan tiang-tiang batu berukir lambang Surya Manggala, Raka berdiri tegak di hadapan para pejabat. Di atas meja panjang terbentang lembar-lembar peta yang ia bawa sendiri dari Desa Kali Bening.Dengan suara tenang, ia memulai, “Saya datang bukan hanya sebagai wakil dari Kali Bening, tapi sebagai utusan dari masa depan. Ini peta wilayah yang kami rancang… pemekaran dari dusun menjadi desa, dan penggabungan dua desa menjadi cikal bakal kota kecil.”Para pejabat duduk dengan tangan terlipat. Beberapa tampak tertarik, namun sebagian lain mulai tersenyum simpul. Salah satu pejabat tua dengan suara lantang menimpali,“Jadi… kau ingin menjadikan daerah sawah dan ladang kerbau itu menjadi kota? Wah, sungguh berani anak muda ini!”Terdengar tawa kecil bersahutan.“Jangan-jangan kau juga berniat bangun istana emas di tengah kolam lumpur?” sambung yang lain dengan nada mengejek.Raka tetap tenang.
last updateLast Updated : 2025-04-18
Read more

Bab 100

Suara genderang kayu dipukul tiga kali di pendopo Desa Kali Bening, menandakan rapat tetua dimulai. Para sesepuh dari Desa Kali Bening dan Desa Anggur duduk melingkar, jubah panjang dan ikat kepala mereka tampak berwibawa. Raka berdiri di tengah, menggenggam selembar lontar berisi rencana pembentukan desa baru yang telah disusunnya selama berbulan-bulan.“Para tetua sekalian,” kata Raka sambil membungkuk hormat, “saya mengajukan wacana resmi pemisahan Kampung Puri dari Kali Bening. Wilayah ini tumbuh pesat, jumlah penduduknya terus bertambah, dan letaknya strategis di jalur pelabuhan. Saya rasa sudah waktunya dipersiapkan menjadi desa mandiri.”Kakek Bango dari barat Kali Bening mengelus jenggotnya. “Anak muda, langkahmu besar, tapi tidak terburu-buru. Itu bagus. Namun, apakah rakyat siap?”Raka menunduk hormat. “Belum. Maka dari itu, saya mohon ini jadi rencana jangka panjang. Lima atau tujuh tahun ke depan. Saya tak ingin terburu-buru, hanya ingin bersiap sejak sekarang.”Cakra, kep
last updateLast Updated : 2025-04-18
Read more

Bab 101

Desa Kali Bening dengan cahaya keemasan yang menembus celah-celah dedaunan. Di tengah kampung Puri, rumah besar milik Raka tampak lebih Tamai dari biasanya. Lantunan doa terdengar dari pendopo, diiringi aroma kemenyan dan wangi bunga kenanga.Raka berdiri di hadapan para tetua desa dengan wajah berseri-seri. Ia mengenakan pakaian adat berwarna cokelat tanah, dengan selempang tenun kuno melilit dadanya. Di sampingnya, dua istrinya, aini dan andini, duduk anggun.“Aku tak tahu harus berkata apa,” ucap Raka dengan suara parau karena haru. “Tapi hari ini, aku benar-benar diberkahi. Dua istriku mengandung bersamaan. Dua kehidupan akan segera hadir. Apakah ini bukan tanda restu para leluhur?”Orang-orang yang berkumpul bersorak kecil, diiringi tepuk tangan.“Kita adakan sukuran malam nanti!” seru Pak Tanu, tetua tertua di desa. “Kita sembelih kambing gemuk milik Karyo, yang sudah tiga bulan hanya makan daun pisang dan air kelapa!”“Wah, kambing yang itu? Dengar-dengar bisa mengobati sakit p
last updateLast Updated : 2025-04-19
Read more

Bab 102

Desa Kali Bening kini tak lagi dikenal sebagai desa yang hanya dilewati kafilah dagang dari utara ke selatan. Sekarang, orang datang khusus untuk berkunjung, berdagang, bahkan untuk menetap.Di setiap sudut, terlihat geliat kemakmuran. Pabrik tepung ikan di pinggir dermaga mengepul tiap pagi, pabrik lilin di sisi barat mengirim hasilnya ke pasar besar, dan peternakan di dataran tinggi menghasilkan susu, daging, dan bahan kulit yang dibeli banyak pedagang dari luar.Di bawah pohon asam tua dekat pasar, dua warga sedang berbincang sambil menata anyaman bambu.“Kau dengar kabar dari rumah Pak Tarjo?” tanya salah satu, bernama Bado.“Apa itu?” jawab kawan duduknya, Leman.“Anaknya yang dulunya hanya buruh angkut, sekarang jadi kepala bagian di pabrik lilin. Gajinya cukup buat beli kebun kecil di lereng bukit.”Leman mengangguk pelan. “Dulu kita hanya bermimpi bisa begini. Sekarang, hidup di Kali Bening rasanya seperti tinggal di kota kecil.”Namun, tidak semua yang mendengar kabar baik me
last updateLast Updated : 2025-04-19
Read more

Bab 103

Desa Kali Bening diselimuti awan tipis. Angin berembus lembut membawa aroma tanah basah dan bunga melati dari taman puri. Di balai paviliun utama, Raka berdiri di hadapan para tetua dan tokoh masyarakat. Hari ini, ia akan menyerahkan urusan desa untuk sementara.“Mulai hari ini, selama dua bulan ke depan, desa ini akan kuamanahkan pada dua orang yang telah lama membuktikan kesetiaannya,” ucap Raka lantang namun bersahaja.Warga yang hadir menyimak dalam diam. Di samping Raka berdiri Goro, lelaki tinggi berkulit sawo matang, dan Mirna, perempuan cekatan yang sudah sejak muda mengurus lumbung pangan desa.“Goro akan mengatur urusan pembangunan dan keamanan. Mirna akan mengurus kebutuhan rumah tangga desa, pangan, dan rakyat. Bila ada yang datang membawa kabar penting, arahkan ke mereka berdua.”Goro maju setapak. “Kami bukan pengganti, hanya pelaksana. Tapi selama Kakang Raka menuntut ilmu, desa ini takkan kehilangan arah.”Mirna menambahkan, “Kami akan menjaga, bukan hanya ladang dan p
last updateLast Updated : 2025-04-19
Read more

Bab 104

Desa Kali Bening disambut semerbak wangi kayu manis dan harum pandan dari dapur Sekar Kedaton. Rumah makan yang dahulu hanyalah bangunan panggung sederhana dengan dinding bambu, kini berdiri megah setelah direnovasi oleh tangan-tangan muda penuh semangat: Roni dan Riko, keponakan Raka.Di dindingnya kini tergantung syair-syair karya Raka yang disetujui sebelum ia berangkat ke Kota Madya Utama:“Lidah rakyat tak selalu bersuara, Tapi rasa mereka selalu bicara.”Di bagian serambi, ada juga yang berbunyi:“Makanlah dengan hati lapang, Sebab rezeki terbaik datang dari rasa yang tenang.”Sore itu, pengunjung datang silih berganti. Ada saudagar dari barat yang mengelus janggutnya saat membaca syair di gerbang kayu. “Tempat ini… tidak hanya memuaskan perut, tapi juga menyentuh batin,” katanya sambil terkekeh.Seorang ibu pedagang rempah dari selatan bertanya pada pelayan, “Siapa yang menulis ini semua?”“Putra desa kami, Tuan Raka,” jawab pelayan itu bangga. “Kini ia tengah menuntut il
last updateLast Updated : 2025-04-20
Read more

Bab 105

Telah sebulan berlalu sejak Raka menapakkan kaki di Sekolah Kerajaan Surya Manggala. Dalam waktu yang relatif singkat, namanya mulai menggaung di antara para guru dan pelajar, bukan karena garis keturunan atau kekayaan, tapi karena ide-ide segarnya yang menyentuh akar kehidupan rakyat.Suatu pagi di Balairung Penguji, suara genderang dipukul tiga kali, menandai dimulainya pengumuman hasil evaluasi bulanan.Guru penguji, Tuan Suyatna, berdiri di tengah aula. Ia membuka gulungan perkamen besar, lalu membacakan nama-nama siswa yang naik ke kelas S, kelas unggulan yang hanya diisi oleh lima murid terbaik dari seluruh akademi.“Yang pertama, Putra Kadipaten Majenang: Raden Kalimastra.Yang kedua, Putri Kadipaten Wonoayu: Ayunda Reswari.Ketiga, Putra Kota Gading: Bagas Ratamanggala.Keempat, Putra Kadipaten Cempaka: Rangga Pralaya.Dan terakhir…” — suara Suyatna sengaja diturunkan, membuat ruangan tegang — “…Raka, Kepala Desa Kali Bening.”Ruangan hening sejenak. Lalu terdengar bisik-bisi
last updateLast Updated : 2025-04-20
Read more

Bab 106

Mentari baru saja naik di ufuk timur ketika kabar itu datang seperti petir di langit cerah. Andini, salah satu istri Raka yang tengah mengandung, tidak pulang ke kediaman paviliun puri setelah berpamitan hendak pergi ke perbatasan desa untuk mengunjungi suaminya di kota madya utama. Bersama dua pengawal pribadi, ia meninggalkan rumah sejak pagi dua hari lalu. Kini, jejaknya hilang.Di dalam paviliun puri, Aini dan Aina gelisah, duduk berdampingan di serambi, mata mereka tak lepas dari jalan tanah yang biasa dilalui para pelancong dan pengantar barang.“Kau yakin ia hanya pergi menjenguk Kanda Raka?” tanya Aina, menggenggam erat tangan Aini.“Iya… Ia bilang begitu padaku. Hanya sehari saja, katanya. Tapi hingga kini, tak ada kabar…”Tak lama, Riko dan Roni, dua keponakan Raka, datang dengan langkah cepat dan wajah tegang.“Ada apa ini?” seru Aina.“Bibi Andini tak pulang,” jawab Riko. “Kami tak ingin membuat kekacauan, tapi... ini sudah hari kedua.”Roni segera menarik Riko ke samping.
last updateLast Updated : 2025-04-20
Read more
PREV
1
...
789101112
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status