Semua Bab Hidup Kembali di Zaman Kuno: Bab 111 - Bab 113

113 Bab

Bab 107

Gua Tekukur, tempat sunyi yang tersembunyi di balik lembah hutan Kelewer, kini menjadi markas gelap penuh muslihat. Di dalam perut gua yang lembap itu, Andini terikat dengan kedua tangannya di atas kepala. Nafasnya berat, wajahnya pucat namun sorot matanya tetap menyala. Di sudut gua, dua pengawal yang menyertainya tergeletak babak belur, tubuh mereka luka-luka akibat pukulan dari pasukan Baurekso."Kau kira Raka akan datang menyelamatkanmu?" ejek Baron, menyeringai sembari menatap Andini.Bagong, berdiri tak jauh, mencibir, "Ia akan datang, tapi membawa 100 tael emas. Kalau tidak, jangan harap bisa melihat istrimu lagi."Baurekso, pemimpin kelompok itu, berdiri di tengah, tubuh tegapnya tampak bagaikan bayangan maut di tengah cahaya obor. Ia bicara pelan tapi jelas, "Pastikan pesan kita sampai ke Kali Bening. Tapi jangan terlalu cepat... biar mereka panik lebih dulu."Sementara itu di Desa Kali Bening, Zeno duduk termenung di pendopo rumah puri. Wajahnya keruh. Ia menyulut sebatang d
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-21
Baca selengkapnya

Bab 108

Suara jeritan lirih terdengar dari dalam gubuk tua yang reot di tepi hutan Gunung Tekukur. Angin sore menerobos celah-celah dinding bambu yang rapuh, menggoyangkan lampu minyak yang tergantung di salah satu tiang penyangga.“Andini...! Andini!” seru Zeno panik, menendang pintu gubuk yang tak terkunci.“Aku di dalam, Paman... di dalam... perutku sakit...” suara Andini terdengar lemah, menahan nyeri akibat ikatan yang terlalu kencang di perut dan pergelangan tangannya.Zeno segera berlari masuk, diikuti Riko dan sebelas penjaga Desa Kali Bening. Di tengah gubuk, Andini tergeletak dengan tubuh terikat pada tiang kayu. Wajahnya pucat, tapi matanya berbinar saat melihat Zeno.“Syukurlah kau selamat,” ucap Zeno sambil menghunus belati kecil dari pinggangnya dan memotong tali pengikat yang kasar. “Apa mereka melukaimu?”“Hanya mengikat terlalu kuat... tapi aku tak apa-apa, Paman. Kalian datang tepat waktu. Jika tidak...” ia melirik ke meja reyot di sudut ruangan, “...surat itu mungkin sudah
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-21
Baca selengkapnya

Bab 109

Senja jatuh perlahan di pelataran Akademi Agung Surya Manggala. Angin membawa debu halus dan aroma kayu cendana dari hutan utara. Di aula batu yang luas, dua pemuda berdiri saling berhadapan. Aryo dengan jubah birunya yang menjuntai, Raka dengan pakaian cokelat sederhana tapi bersih.“Jadi kau benar-benar berani menantangku dalam adu syair, Raka?” tanya Aryo, nada suaranya campuran antara heran dan meremehkan.Raka mengangguk, matanya tenang. “Ini bukan tentang menantang, Aryo. Kita hanya diuji siapa yang bisa merangkai kata dengan jiwa, bukan sekadar hiasan indah.”Suara gendang ditabuh perlahan. Para siswa kelas S, bahkan beberapa guru, berkumpul menyaksikan duel syair ini. Di tengah lingkaran batu, Raka mulai lebih dulu:“Jika kelana tak pulang, jangan salahkan malam, Langkahnya bukan hilang, hanya mencari tenang. Bila negeri ingin terang, jangan paksa rembulan, Karena cahaya sejati lahir dari kesadaran.”Suara bisik-bisik mulai terdengar. Beberapa kepala menoleh ke guru utama yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-21
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status