Semua Bab Terpikat Hasrat CEO Dingin : Bab 31 - Bab 40

83 Bab

Pertemuan Di Lift

Aku melangkah keluar dari mobil dengan tenang, membiarkan kacamata hitamku meluncur ke puncak kepala. Gedung Devereaux menjulang tinggi di depanku, bangunan kaca yang memantulkan cahaya matahari pagi dengan elegan. Begitu aku masuk ke lobi, suasana berubah drastis. Pendingin ruangan mengusir panas di luar, dan aroma kopi serta parfum mahal bercampur dalam udara. Lobi ini dipenuhi dengan orang-orang berpakaian rapi; pria dengan setelan mahal, wanita dengan rok pensil dan blazer yang dipotong sempurna. Aku bisa merasakan tatapan-tatapan itu. Orang-orang mulai memperhatikanku, beberapa dengan rasa ingin tahu, yang lain dengan spekulasi. Tapi aku pura-pura tidak peduli. Langkahku tetap stabil saat aku berjalan menuju lift pribadi di ujung ruangan—yang sebelumnya sudah diberitahu Lucian bahwa aku bisa menggunakannya kapan saja. Begitu pintu lift terbuka, aku melangkah masuk tanpa menoleh. Namun, se
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-14
Baca selengkapnya

Sentuhan dan Kecemburuan

Tangannya masih mencengkeram pinggangku dengan mantap, membuatku sulit bergerak. Aku bisa merasakan kehangatan yang dipancarkan tubuhnya, aroma khas cologne maskulin yang melekat pada kemejanya. Sial. Aku harus segera mengalihkan perhatian sebelum tubuhku sendiri bereaksi aneh. Aku menarik napas pelan, mencoba tetap tenang. “Aku hanya berbicara dengannya sebentar,” ujarku akhirnya. “Tentang pertemuan terakhir kami dan—” Aku menelan ludah, menatap matanya yang tajam. “Aku hanya memperingatkannya untuk tidak mengganggu hidupku lagi.” Lucian tidak bereaksi berlebihan. Tidak ada ekspresi marah, cemburu, atau ketidakpercayaan seperti yang mungkin kutemui jika ini adalah pria lain. Dia hanya mengangguk sekali, matanya tetap tertuju padaku. Atau lebih tepatnya … pada bibirku. Aku bisa m
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-14
Baca selengkapnya

Ujian di Meja Rapat

Saat pintu ruang rapat terbuka, suasana hening seketika. Puluhan pasang mata tertuju padaku, termasuk seorang pria Timur Tengah dengan jas mahal yang duduk di ujung meja. Dari sorot matanya yang tajam dan ekspresi percaya dirinya, aku bisa menebak bahwa dia adalah CEO dari Dubai yang dimaksud Lucian. Aku merasa seperti rusa yang terjebak dalam sorotan lampu mobil. Tapi Lucian tetap tenang, menggenggam tanganku tanpa ragu saat membawaku masuk lebih dalam ke dalam ruangan. "Lucian." Seseorang dari pihak direksi menyapa dengan sedikit kebingungan, tatapannya bergeser padaku. "Dan ini?" Lucian menarik kursi di sebelahnya dan menuntunku untuk duduk. "Istriku, Seraphina Devereaux," katanya ringan, seolah ini bukan sesuatu yang luar biasa. Aku bisa merasakan bisik-bisik pelan di sekitar meja. Beberapa orang tampak terkejut, yang lain mencoba menilai keberadaanku
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-14
Baca selengkapnya

Pujian Rekan Bisnis

Setelah rapat berakhir, suasana di ruangan terasa lebih santai. Khalid masih tersenyum puas, sementara para eksekutif sibuk membereskan dokumen mereka. Tapi aku masih duduk diam, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Aku benar-benar baru saja berbicara dalam rapat bisnis besar. Dan entah bagaimana, aku tidak mempermalukan diri sendiri. Lucian berdiri dan menatapku sekilas. "Ikut denganku." Aku menoleh padanya, masih dalam keadaan setengah bingung. "Ke mana?" "Kita akan makan bersama dengan Khalid. Anggap saja perayaan kecil setelah kesepakatan tadi," jawabnya ringan. Aku mengerjap. Makan malam bisnis? Lagi? "Tunggu, aku tidak tahu kalau—" Tapi sebelum aku bisa menyelesaikan kalimatku, Khalid sudah berdiri dan menepuk bahuku dengan ramah. "Aku bersikeras kau ikut, Seraphina. Akan menyenangkan melihatmu lagi dalam suasana yang lebih santai." Aku melirik Lucian
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-15
Baca selengkapnya

Aroma Manis Sabun

Apartemen terasa sunyi ketika kami masuk. Tidak ada suara selain langkah kaki kami yang menggema di ruang tamu yang luas. Aku melepas mantel dan menggantungkannya di dekat pintu, sementara Lucian berjalan menuju dapur tanpa sepatah kata pun.Aku melirik ke arahnya. Biasanya, jika dia diam, itu bukan hal aneh—Lucian memang bukan pria yang banyak bicara. Tapi kali ini, diamnya berbeda. Ada sesuatu yang menggelayut di udara, sesuatu yang tak terlihat tapi bisa kurasakan di setiap helaan napasnya.Dia membuka kulkas, mengambil sekaleng soda, lalu meneguknya dalam sekali minum. Rahangnya sedikit menegang, seperti sedang menahan sesuatu."Lucian?" Aku akhirnya memanggilnya, mencoba mencari tahu.Dia tetap diam. Tidak melirikku, tidak bereaksi.Aku mengerutkan kening. Apa dia kesal? Karena apa?Tapi, pada akhirnya, aku memutuskan untuk tidak peduli. Jika dia ingin mengatakan sesuatu, dia pasti akan mengatakannya. Aku bukan ahli sihir ya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-15
Baca selengkapnya

Walaupun Istri Kontrak

Lucian menerima potongan semangka yang kuberikan tanpa banyak bicara. Dia duduk di kursi bar dapur, mengunyah dengan ekspresi tenang, tapi aku tahu ada sesuatu yang mengganggunya.Aku bisa merasakannya sejak kami pulang tadi. Tapi, seperti biasa, dia tidak akan mengatakan apa-apa jika aku tidak bertanya langsung.Aku menggigit bibir, mempertimbangkan apakah aku harus bertanya atau tidak. Aku tahu Lucian bukan tipe pria yang suka berbagi perasaannya, apalagi jika itu sesuatu yang membuatnya kesal.Tapi aku juga tidak suka dikelilingi ketegangan yang tidak jelas."Lucian." Akhirnya aku membuka suara.Dia mengangkat kepalanya sedikit, tapi tetap mengunyah semangka."Apa kau baik-baik saja?" tanyaku, mencoba terdengar santai.Lucian tidak langsung menjawab. Dia menelan makanannya dulu, lalu menatapku dengan ekspresi datar. "Kenapa bertanya seperti itu?"Aku menghela napas. "Kau terlihat ... berbeda sejak tadi. Diam,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-15
Baca selengkapnya

Berubah Sedikit Liar

Aku tidak bisa berhenti memikirkan kata-kata Lucian. "Apa yang menjadi milikku, tetap menjadi milikku." Itu bukan sekadar klaim kosong. Ada sesuatu dalam nadanya—sesuatu yang intens, mendalam, dan mengancam. Bukan ucapan biasa dari seorang pria kepada istri kontraknya. Aku mencoba meyakinkan diriku bahwa ini hanya bagian dari sifatnya yang tidak bisa menerima penolakan. Bahwa ini tidak berarti apa-apa. Tapi jika benar begitu, kenapa hatiku berdegup lebih cepat dari yang seharusnya? Aku menghela napas. Sudahlah. Aku tidak boleh membiarkan pikiranku berkelana terlalu jauh. Aku tidak boleh memikirkan sesuatu yang tidak penting. "Kalau begitu aku tidur dulu," gumamku akhirnya, memilih untuk tidak melanjutkan percakapan. Lucian tidak menanggapi. Tapi aku bisa merasakan tatapannya, dingin dan menusuk, seolah mencoba menembus pikiranku. Aku buru-buru berbalik, berja
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-16
Baca selengkapnya

Tidur Satu Kamar

Aku menatapnya dengan mata melebar, otakku berusaha mencerna kata-katanya. Bolehkah aku masuk? Aku tidak tahu bagian mana yang lebih mengejutkan—fakta bahwa Lucian datang mengetuk pintuku tengah malam, atau keberaniannya mengajukan permintaan yang begitu tidak masuk akal tanpa sedikit pun rasa ragu. Aku mengerjap cepat, lalu segera menggeleng. "Tidak." Lucian tidak langsung bereaksi. Dia hanya menatapku dalam diam, ekspresinya tetap tenang seperti biasa. Tapi entah kenapa, tatapan itu justru membuat jantungku berdetak lebih cepat. Aku mencoba bersikap tegas, mengangkat tangan untuk mendorong dadanya pelan. "Lucian, kau tidak boleh—" Sebelum aku bisa menyelesaikan kalimatku, Lucian bergerak. Dalam sekejap, dia mendorong tubuhku masuk ke dalam kamar, memaksaku mundur beberapa langkah sampai punggungku menabrak dinding. Aku nyaris terjatuh k
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-16
Baca selengkapnya

Sebaiknya Menyerah Saja

"Aku tidak suka dasimu." Aku menoleh ke arah Lucian dengan kening berkerut. Kami sedang dalam perjalanan ke kantor, duduk berdampingan di kursi belakang mobil. Aku tidak menyangka kalimat pertama yang keluar dari mulutnya hari ini justru kritik soal dasi. Karena sebenarnya aku sedang mengindari suasana canggung di dalam mobil. Lucian melirikku sekilas, lalu menarik dasinya sendiri, mengendorkannya sedikit. "Sejak kapan kau memperhatikan penampilanku?" Aku mendengkus kecil. "Aku hanya berpikir warna itu tidak cocok untukmu." Lucian menatapku lebih lama kali ini. Tanpa ekspresi yang berarti. "Sekarang kau benar-benar berani berkomentar soal selera pakaianku?" Aku mengangkat bahu santai. "Aku hanya jujur. Lagi pula, kau yang memulai. Kau yang lebih dulu melewati batas. Bahkan memberikan beberapa larangan padaku."
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-16
Baca selengkapnya

Akibat Drama Pagi

Veronica menyeringai kecil, jelas merasa menang setelah tindakannya yang kekanak-kanakan. “Setidaknya aku membuatmu diam.” Aku menghela napas pelan, menyeka air yang menetes dari pipiku. “Tidak, kau hanya semakin memperjelas bahwa aku jauh lebih unggul darimu.” Veronica mengernyit, tapi aku tidak memberinya kesempatan untuk membalas. Aku berdiri, mengambil tisu dari meja dan mulai mengeringkan wajahku dengan santai. “Lihatlah dirimu, Veronica. Kau punya segalanya—kekayaan, koneksi, dan status sosial. Tapi kau begitu terobsesi denganku seolah aku adalah musuh terbesarmu.” Mata Veronica berkilat marah. “Kau memang musuhku, Seraphina. Kau merusak segalanya.” Aku tertawa kecil. “Aku? Oh, Sayang … kau yang sedang merusak hidupmu sendiri. Kau melakukan perbuatan yang merugikan." Veronica mengepalkan tangannya. Aku bisa melihat bagaimana rahangnya mengeras, seolah dia berusaha mati-matian untuk tidak menamparku.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status