Home / Romansa / Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku: Chapter 121 - Chapter 130

131 Chapters

Dua Kabar Baik

Dua hari kemudian, hasil tes DNA akhirnya keluar—dua hari yang terasa seperti seumur hidup bagi Eliza.Pagi itu, langit sedikit mendung, seolah ikut menahan napas menunggu akhir dari kisah pencarian panjang yang telah membebani hati seorang ibu selama lebih dari dua dekade.Di rumah sakit, suasana di dalam ruang dokter terasa hening. Hanya suara detak jarum jam dan embusan AC yang terdengar samar.Eliza, Ferdy, dan Nadya duduk bersebelahan, tapi hati mereka melayang entah ke mana. Kegelisahan menyelimuti mereka semua.Dokter yang menangani mereka masuk sambil membawa sebuah map putih. Ia tersenyum lembut, mencoba meredakan ketegangan yang terasa di ruangan itu.“Ini hasilnya. Anda bisa melihatnya secara langsung,” ucapnya seraya menyerahkan kertas itu ke Eliza.Tangan Eliza bergetar saat menerimanya. Ia menoleh pada Ferdy, dan suaminya mengangguk pelan—sebuah isyarat yang membawa kekuatan. Ia membuka kertas itu perlahan, seakan takut waktu berhenti begitu hasil itu terbaca.Matanya me
last updateLast Updated : 2025-04-13
Read more

Menemukan Identitas Anak Nala

“Kalen. Kau sudah membaik?” Robin menghampiri Kalen yang sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Udara di ruangan itu masih terasa sunyi, hanya diisi suara mesin infus dan napas tenang Kalen yang perlahan mulai kembali normal.Kalen mengangguk pelan, tubuhnya masih tampak lemah, tapi sorot matanya sudah kembali hidup. “Ya. Sudah sedikit membaik meski harus dirawat beberapa hari lagi,” jawabnya dengan suara parau.“Ada apa, Robin? Kau menemukan sesuatu?” tanyanya kemudian, sedikit menegakkan tubuhnya meski terasa nyeri.Robin mengangguk dan duduk di kursi dekat ranjang. Ia menyerahkan sebuah map berisi data, ekspresinya serius dan tegang.“Ya. Aku sudah menemukan data tentang anak ibumu. Dia bekerja sebagai bandar narkoba dan menggunakan identitas palsu,” ujar Robin, nada suaranya rendah tapi tegas.“Huh? Anak Nyonya Nala?” ucap Nadya yang sedang menyuapi Melvin di pojok ruangan. Sontak ia menghampiri mereka dengan raut terkejut.“Kau… memiliki saudara, Kalen?” tanyanya lirih, seolah ka
last updateLast Updated : 2025-04-14
Read more

Permintaan Maaf Amora

Dering ponsel Nadya memecah keheningan di ruang rawat itu. Ia melihat layar ponsel, dan nama "Amora" tertera jelas di sana—nama yang entah mengapa membawa campuran rasa asing dan akrab di hati Nadya. Ia segera menjawab.“Halo, Amora?” sapanya, mencoba terdengar tenang.“Kau masih di rumah sakit? Aku ada di kafetaria. Apa kau bisa menemuiku?” tanya Amora dari seberang, suaranya terdengar pelan, nyaris ragu.Nadya terdiam sejenak, bingung dengan permintaan itu. “Kenapa tidak kemari saja, Amora? Aku ada di ruang rawat Kalen dan hanya kami berdua saja.”“Tidak bisa, Nadya. Aku tidak bisa bertemu dengan Kalen. Aku masih canggung jika bertemu dengannya,” ucap Amora, lirih—seperti menyembunyikan lebih banyak luka daripada yang ia izinkan terdengar.Nadya menghela napas pelan. Ada sesuatu dalam nada suara Amora yang membuat dadanya ikut sesak. “Ya sudah. Aku akan ke sana beberapa menit lagi.”Ia menutup panggilan itu, lalu menoleh ke arah Kalen. Ia duduk di kursi dekat ranjang, menatap wajah
last updateLast Updated : 2025-04-15
Read more

Memberitahu Kalen

“Apa yang Amora katakan padamu?” tanya Kalen pelan, matanya langsung menatap Nadya ketika wanita itu kembali masuk ke kamar rawatnya.Suaranya terdengar tenang, namun matanya menyiratkan rasa ingin tahu.Nadya menghela napas singkat, lalu duduk di depan Kalen, menatap pria yang kini tengah terbaring dengan selang infus di lengannya.“Aku pikir dia tidak ingin bertemu denganmu. Rupanya dia tidak ingin bertemu dengan John. Dan dia tidak mau memberitahu alasannya.”Kalen menaikkan sebelah alisnya, kebingungan tergambar jelas di wajahnya. “Ada apa dengan mereka?”Nadya mengangkat bahu, lalu memiringkan kepalanya sejenak. “Aku pun tidak tahu. Tapi, aku penasaran.”Kalen terkekeh, tawa kecilnya terdengar renyah meski tubuhnya belum sepenuhnya pulih. “Kau penasaran karena Amora adalah adikmu, hm? Jangan khawatir. Kalaupun mereka menjalin hubungan, John pria baik-baik. Kau mengenalnya sejak lama.”Nadya mengangguk perlahan, matanya menerawang. “Ya, aku tahu. Tapi tetap saja, aku ingin tahu ap
last updateLast Updated : 2025-04-16
Read more

Sudah Menjadi Garis Takdirnya

“Kau… tidak sedang bercanda, kan?” ucap Kalen dengan suara serak, nyaris tercekat. Sorot matanya penuh dengan keterkejutan yang belum sempat ia sembunyikan.Tatapannya menusuk dalam ke mata Nadya, seolah ingin menemukan secuil kebohongan di sana—namun tak ada. Yang ada hanya ketulusan yang terpancar begitu jelas.Nadya menggeleng pelan, nyaris seperti anak kecil yang merasa takut telah menyakiti seseorang.“Aku tahu, ini berita yang sangat berat dan sulit untuk dipercaya. Tapi kenyataannya memang seperti itu, Kalen…” Nadanya lembut, namun mengandung guncangan emosi yang ia tahan keras-keras agar tidak tumpah.“Dan kau harus menyadari satu hal… Melvin hanya ingin meminum ASI dariku. Karena hatinya tahu… aku adalah bagian dari Rania.”Kalen terdiam. Wajahnya tak bergerak, tapi matanya—matanya berbicara banyak. Penuh kebingungan, penuh guncangan, dan juga rasa tak percaya yang luar biasa.Tubuhnya masih, namun dadanya terasa bergemuruh. Dunia seolah bergeser dari tempatnya.“Kau… tidak b
last updateLast Updated : 2025-04-16
Read more

Penyerbuan Markas Romeo

Langit malam begitu gelap tanpa bintang. Di sebuah sudut kota yang sepi dan nyaris terlupakan, berdiri sebuah gudang tua yang sudah lama tak digunakan.Tapi malam itu, gudang yang tampak tak bernyawa itu justru hidup. Musik keras berdentum dari dalam, disertai gelak tawa dan aroma menyengat yang tak sedap.Di situlah Romeo, seorang bandar narkoba yang cukup terkenal di kalangan hitam, sedang berpesta dengan puluhan anak buahnya.Tiba-tiba, suasana berubah drastis.“BRAK! BRAK!”Suara tembakan peringatan menggema. Sirine meraung menembus udara malam.Lampu sorot dari mobil polisi membanjiri kegelapan gudang, menyilaukan mata semua orang di dalamnya. Kepanikan langsung merebak."POLISI! JANGAN BERGERAK!" teriak seorang anggota tim khusus bersenjata lengkap.Beberapa orang mencoba melarikan diri, tapi tak sempat jauh. Mereka langsung disergap dan diborgol di tempat. Di antara mereka, Romeo berdiri terpaku. Matanya membola, tubuhnya gemetar.“Apa-apaan ini?!” pekiknya. “Lepaskan aku! Kali
last updateLast Updated : 2025-04-17
Read more

Sidang Putusan Nala

Satu bulan telah berlalu sejak Kalen dinyatakan pulih dan diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Kehidupan perlahan kembali tertata, dan luka-luka lama mulai mengering, meski tak sepenuhnya hilang.Pagi itu, matahari belum terlalu tinggi saat Kalen berdiri di depan cermin, merapikan kerah kemejanya. Hari ini adalah hari penting—hari sidang putusan ibunya, Nala.Di ruang tengah, Nadya tengah sibuk mengarahkan supir pribadi baru mereka melalui telepon. Suaranya terdengar tegas namun penuh perhatian.Setelah menutup telepon, ia segera berjalan ke arah Kalen yang kini mengenakan jas rapi berwarna abu gelap.“Kau yakin tak ingin aku ikut?” tanya Nadya sambil menatap mata suaminya penuh kekhawatiran.Kalen menggeleng sambil tersenyum lembut. “Tidak perlu. Ini harus aku hadapi sendiri, Nadya.”Nadya mengangguk pelan, walau hatinya tetap diliputi rasa cemas. “Supirnya sudah di luar, dan aku sudah memintanya untuk memeriksa semuanya. Rem, radiator, oli, bahkan ban cadangan. Kau harus aman di j
last updateLast Updated : 2025-04-18
Read more

Kedatangan Tamu tak Diundang

Siang itu, Kalen tengah fokus menelaah laporan di ruang kerjanya ketika pintu diketuk pelan. Ia mengangkat kepala dan berseru, “Masuk.”Pintu terbuka, dan seorang pria paruh baya masuk dengan langkah ragu. Matanya menatap Kalen penuh haru dan keraguan. Kalen sempat terdiam beberapa detik.Ia mengenali wajah itu—meski sudah lebih tua dan ditelan waktu. Itu adalah Evan, ayah kandungnya, yang sudah belasan tahun tak pernah lagi muncul dalam hidupnya.Kalen segera berdiri. Namun tak ada pelukan, tak ada sapaan emosional. Hanya tatapan tenang dan senyum kecil yang susah ditebak.“Apa kabar, Pa?” tanya Kalen dengan suara tenang. Terlalu tenang untuk pertemuan sebesar ini.Evan menelan ludahnya pelan, lalu menghampiri Kalen. “Aku… baik, Nak. Dan kau? Aku dengar banyak hal buruk menimpamu.”Kalen mengangguk, masih tersenyum samar. “Aku baik-baik saja. Aku bisa melewati semuanya.”Evan menghela napas berat. Ia duduk di kursi di depan meja Kalen, lalu menunduk sejenak.“Kalen,” ucapnya kemudian
last updateLast Updated : 2025-04-18
Read more

Melvin's Birthday

Langit sore itu cerah, menyambut acara yang sudah lama dipersiapkan dengan penuh cinta.Sebuah ballroom mewah di hotel bintang lima dipenuhi balon-balon berwarna biru dan putih, dengan dekorasi bertema langit dan awan yang manis.Di tengah ruangan, sebuah panggung kecil dihias dengan foto-foto Melvin sejak bayi hingga kini berusia satu tahun. Musik lembut mengalun, membuat suasana menjadi hangat dan penuh kebahagiaan.Para tamu undangan berdatangan satu per satu. Beberapa di antaranya adalah rekan bisnis Kalen, para pengusaha ternama yang membawa serta keluarga mereka.Mereka menghampiri Melvin yang digendong Nadya, memberi ucapan selamat dan hadiah-hadiah mewah. Melvin tertawa-tawa dengan polosnya, seolah menikmati perhatian yang tercurah untuknya hari itu.Tak lama kemudian, Kalen melihat sosok yang tak asing memasuki ruangan.Evan, bersama istrinya Amanda dan putri mereka, Ansley, yang kini berusia tujuh belas tahun, turut hadir. Mereka membawa sebuah kotak kado besar yang dibalut
last updateLast Updated : 2025-04-19
Read more

Terlalu Tenang jika Hanya Diam

Setelah pesta ulang tahun Melvin yang meriah berakhir, malam pun turun dengan tenang. Nadya dan Kalen baru saja tiba di rumah setelah menempuh perjalanan singkat dari hotel.Meski lelah, wajah mereka masih menyimpan sisa kebahagiaan dari acara yang berlangsung begitu indah.Melvin sudah tertidur pulas di kamar, kelelahan setelah dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya.Di ruang keluarga yang tenang dan temaram, Nadya duduk di samping Kalen di sofa. Ia menggenggam sesuatu di pangkuannya—sebuah album foto yang baru saja ia siapkan selama berminggu-minggu.“Ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu,” ucap Nadya pelan.Kalen menoleh, memandangnya dengan alis terangkat. “Apa itu?”Nadya menyerahkan album foto berwarna biru langit dengan sampul lembut berukir nama Melvin.“Berikan ini pada Melvin nanti… saat dia sudah cukup dewasa. Mungkin saat usianya sepuluh tahun. Aku ingin dia tahu kebenaran.”Kalen menatap album itu dalam diam. Jari-jarinya menyentuh permukaannya dengan hati-hati,
last updateLast Updated : 2025-04-19
Read more
PREV
1
...
91011121314
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status