Semua Bab Menjadi Istri Keponakan sang Mantan: Bab 61 - Bab 70

87 Bab

Bab 61 : Keputusan Daniel

Rose berdiri di depan cermin, memastikan gaun sederhananya tampak rapi sebelum berbalik ke arah suaminya. Di sisi lain kamar, Robert tengah mengenakan jasnya dengan teliti. "Kau sudah siap?" tanya Rose sambil tersenyum ke arah Robert. Robert mengangguk, lalu mendekati istrinya. "Tentu saja. Hari ini kita akan menemui Sophia. Aku masih tidak percaya anak kita akan menjadi seorang ibu." Rose tertawa kecil, matanya berbinar penuh kebahagiaan. "Aku juga. Aku selalu berharap dia akan memiliki keluarga yang bahagia. Sekarang, dengan kabar ini, setidaknya ada harapan baru untuknya." Robert menarik napas panjang. "Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja. Aku tahu pernikahannya dengan David tidak mudah, dan aku tidak ingin dia merasa sendirian di saat seperti ini." "Sophia kuat, Robert. Tapi sebagai orang tuanya, kita tetap harus berada di sampingnya, selalu mendukungnya." Robert mengangguk setuju. "Kau benar. Lagipula, kita akan segera menjadi kakek dan nenek. Itu sesuatu yang ha
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-20
Baca selengkapnya

Bab 62 : Sebuah Keputusan Sulit

Tangan yang sedari tadi bertumpu di pangkuan mengepal erat. Sophia menundukkan kepala sedikit, membiarkan helaian rambutnya menutupi wajah. Dadanya terasa sesak, tapi ia menelan semuanya, berpura-pura kuat. Di seberangnya, Daniel tetap menatap lurus ke depan, seolah kata-katanya barusan bukan sesuatu yang mengejutkan. Sementara itu, Laura yang duduk di sampingnya terlihat sangat bahagia. Mata wanita itu berbinar, bibirnya membentuk senyuman manis yang sulit diabaikan. "Apa yang kamu katakan itu benar, Daniel?” tanya William, seraya melihat ke arah Daniel. Ia masih sulit mempercayai apa yang baru saja keluar dari mulut putranya. Beberapa hari yang lalu, ia sendiri yang bertanya pada Daniel apakah anaknya itu masih mencintai Laura. Saat itu, jawaban Daniel jelas—tidak. Ia sudah melupakan gadis itu. Namun sekarang? Daniel justru mengatakan hal sebaliknya. William menatap putranya dengan tajam. Apa yang sebenarnya ada di pikiran, Daniel? Semantara lelaki yang ditatapnya itu tet
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Bab 63 : Kegelisahan Dua Hati

Malam ini, Daniel duduk sendirian di kamarnya. Di tangannya, segelas wiski sudah tinggal setengah, tetapi ia belum ingin meminumnya lagi. Jemarinya hanya memutar-mutar gelas itu, menatap pantulan cahayanya di permukaan meja. Di luar jendela, langit malam tampak kelam, sama seperti hatinya saat ini. Keputusannya untuk bertunangan dengan Laura sudah diumumkan. Seharusnya ia merasa puas melihat reaksi Sophia yang hancur, tapi entah kenapa, ada sesuatu yang terasa salah. Pikirannya kembali ke perjalanan pulang tadi. Laura duduk di sampingnya, menatapnya dengan mata berbinar. "Terima kasih, Daniel. Aku sungguh tak menyangka kau akan mengambil keputusan ini." Daniel hanya mengangguk saat itu, tidak memberikan jawaban lebih. "Aku pikir kau sudah benar-benar melupakanku." Ia masih ingat bagaimana suaranya terdengar ragu. Namun, saat itu, Daniel hanya menjawab dengan kalimat singkat. "Mungkin aku memang sudah melupakan, mungkin juga belum. Yang jelas, kita akan bertunangan." Laura tid
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Bab 64 : Persiapan Pertunangan

Sophia menatap layar ponselnya tanpa berkedip. Tulisan kecil di bawah nama Daniel masih sama—Daniel sedang mengetik ... Sudah lebih dari satu menit, tapi pesan itu tak kunjung terkirim. Apa yang sedang ia ketik? Kenapa butuh waktu selama ini? Jantung Sophia berdegup semakin kencang, seperti hendak meledak. Setiap detik yang berlalu terasa begitu menyiksa. Matanya menelusuri layar, berharap sesuatu muncul. Tapi yang ada hanya tulisan kecil itu, seolah-olah Daniel tengah ragu. Lalu tiba-tiba … Tulisan itu menghilang. Sophia menahan napas. Ia menunggu. Namun tak ada pesan yang masuk. Hening. Jari-jarinya mencengkeram ponsel lebih erat, perasaan gelisah merayapi hatinya. Apakah Daniel berubah pikiran? Apakah ia memilih untuk tidak membalas? Atau … apakah ia sedang menyusun kata-kata yang lebih menyakitkan? Detik berlalu. Menit berlalu. Tetap tidak ada balasan. Sophia menggigit bibirnya, menatap layar dengan tatapan kosong. Sebuah perasaan tak enak mulai menjalar dalam diriny
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-22
Baca selengkapnya

Bab 65 : Hari Pertunangan

Sophia duduk di tepi ranjangnya, tangannya perlahan mengelus perutnya. Dalam beberapa bulan ke depan, kehamilannya akan mulai terlihat. Namun, apa gunanya? Apakah bayi ini akan membawa kebahagiaan untuknya? Atau justru semakin membuatnya merasa terpuruk? Hari ini seharusnya menjadi hari bahagia bagi Daniel, tapi bagi dirinya, ini adalah hari yang paling menyakitkan. Pertunangan Daniel dan Laura. Hanya dengan memikirkan nama mereka saja, hatinya terasa seperti diremas. Matanya menatap ke luar jendela. Dari sini, ia bisa melihat tamu-tamu mulai berdatangan, disambut oleh pelayan-pelayan yang sibuk mengatur segalanya. Taman yang kemarin masih dalam proses dekorasi, kini sudah sempurna. Bunga-bunga segar menghiasi setiap sudut, lampu-lampu kecil digantung di sepanjang jalan setapak. Semua tampak indah. Namun, bagi Sophia, semua itu justru terasa menyakitkan. Tiba-tiba, suara ketukan terdengar di pintu. "Sophia?" Ia mengenali suara itu. David. Sophia menghela napas pelan sebelum
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-22
Baca selengkapnya

Bab 66 : Bertukar Cincin

William melangkah naik ke podium dengan wibawa. Sosok pria tua itu mengenakan setelan hitam elegan dengan dasi emas yang serasi. Tatapannya menyapu seluruh tamu sebelum akhirnya ia tersenyum, lalu mengangkat gelas sampanye. "Pertama-tama, aku ingin mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah hadir malam ini. Ini adalah hari yang begitu spesial bagi keluarga kami." Para tamu mendengarkan dengan antusias, beberapa dari mereka berbisik-bisik, menebak apa yang akan diumumkan. William menoleh ke arah Daniel dan Laura yang berdiri berdampingan di dekatnya. "Malam ini, aku ingin mengumumkan pertunangan anakku, Daniel Alexander Williams, dengan seorang wanita luar biasa, Laura James." Suara tepuk tangan mulai terdengar. Senyum bahagia terukir di wajah Laura, sementara Daniel tetap berdiri dengan wajah datar. Sophia yang berdiri di sudut bersama David hanya bisa menelan perasaan pedih yang semakin menyesakkan dada. Tangannya yang masih menggenggam lengan David sedikit gemetar.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya

Bab 67 : Ketidakadilan di Meja Makan

Malam ini, setelah para tamu pulang, keluarga Williams berkumpul untuk makan malam di ruang makan utama. Suasana masih terasa hangat setelah acara pertunangan Daniel dan Laura. Pelayan telah menyajikan hidangan dengan rapi di atas meja panjang yang diterangi cahaya lampu kristal. Namun, di balik percakapan ringan dan tawa kecil yang sesekali terdengar, ada ketegangan yang tersembunyi di antara beberapa orang di meja itu. William duduk di kursi utama, tampak puas dengan acara yang berjalan lancar. Ia melirik ke arah Daniel dan Laura yang duduk berdampingan. "Hari ini benar-benar hari yang luar biasa," katanya sambil tersenyum. "Pertunangan Daniel dan Laura, juga kabar tentang cicitku yang akan segera lahir." Sophia, yang duduk di seberang meja, menundukkan kepalanya, menyentuh gelas airnya tanpa benar-benar berniat meminumnya. Kata-kata William terasa seperti pisau yang menusuk ke dalam hatinya. Sementara itu, David duduk di sampingnya, terlihat lebih santai dibandingkan sebelumnya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya

Bab 68 : Luka yang Tak Terucap

Laura Tiba di Apartemen Daniel Begitu pintu apartemen terbuka, Laura melangkah masuk dengan perlahan. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, mengamati setiap detail yang ada. Tidak ada yang berubah. Ruangan ini masih sama seperti yang ia ingat lima tahun lalu—dekorasi minimalis dengan dominasi warna monokrom, lampu gantung yang memberikan cahaya temaram, dan sofa kulit hitam di ruang tamu yang terlihat jarang diduduki. Bahkan aroma apartemen ini masih sama, campuran wangi kopi yang samar dan maskulinitas khas Daniel. "Kau masih tidak mengubah apa pun," gumam Laura. Daniel, yang berdiri di belakangnya dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana, hanya melirik sekilas. "Aku tidak suka perubahan yang tidak perlu." Laura terkekeh. "Kau belum juga belajar untuk memberikan sentuhan hangat di tempat ini, ya?" Ia berjalan menuju meja makan, jari-jarinya menyusuri permukaannya. "Aku ingat saat pertama kali datang ke sini, aku bilang kau harus menambahkan bunga atau dekorasi lai
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-24
Baca selengkapnya

Bab 69 : Kenangan yang Tak Bisa Pergi

Laura masih terpaku di tempatnya, matanya menatap pakaian wanita yang tergantung di lemari Daniel. Napasnya terasa lebih berat, pikirannya kacau. Siapa pemilik pakaian ini? Sejak kapan ada wanita lain yang masuk ke dalam hidup Daniel? Dengan tangan yang masih sedikit gemetar, ia meraih salah satu gaun itu dan mengamatinya lebih dekat. Bahan kainnya masih terasa baru, seolah baru saja dibeli atau baru saja digunakan. Keraguan memenuhi benaknya. Tak bisa menahan rasa penasarannya lebih lama, Laura segera keluar dari kamar dan berjalan cepat menuju ruang tengah, di mana Daniel sedang duduk di sofa, satu tangan memegang ponsel sementara tangan lainnya memainkan kunci mobil. Tanpa basa-basi, ia langsung bertanya, "Daniel, kenapa di dalam lemari pakaianmu ada baju wanita?" Daniel yang tadinya tampak santai, kini menegang. Matanya mengarah pada Laura, lalu kembali pada ponselnya. "Jangan sentuh barang-barangku." Laura menatapnya tak percaya. "Apa maksudmu?" suaranya meninggi.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-24
Baca selengkapnya

Bab 70 : Diam yang Menyiksa

Angin malam bertiup pelan, menggoyangkan permukaan danau yang memantulkan cahaya lampu jalan. Daniel berdiri tegap dengan satu tangan tersimpan di saku celana, sementara mata tajamnya menatap lurus ke depan. Punggungnya tegak, seolah enggan menunjukkan bahwa ada beban yang menghimpit dadanya. Di belakangnya, Sophia berdiri diam. Jarak mereka tak terlalu jauh, tapi terasa begitu lebar, seperti terbentang jurang yang tak bisa dijembatani. Mereka telah berada di sana selama beberapa menit, hanya berdiri dalam diam. Tak ada kata yang terucap. Hanya bunyi dedaunan yang bergesekan tertiup angin dan suara riak kecil dari danau di hadapan mereka. Sophia menggigit bibirnya. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi tak tahu harus mulai dari mana. Ia bahkan tak tahu kenapa ia masih berdiri di sini, alih-alih pergi menjauh seperti yang seharusnya ia lakukan. Daniel akhirnya menghela napas panjang. Ia menundukkan kepala sedikit, lalu tanpa berbalik, suaranya terdengar pelan nan dingin. "Kenapa masi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-25
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status