Home / Romansa / JODOHKU GURU GALAK / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of JODOHKU GURU GALAK: Chapter 71 - Chapter 80

123 Chapters

71. Pangeran Tidur

Malam itu terasa panjang bagi semua orang di rumah sakit. Masing-masing larut dalam pikirannya, memikirkan bagaimana kondisi Adhinata yang terbaring di ICU. Namun, waktu tak pernah berhenti, dan ketika pagi mulai menyingsing, suasana perlahan berubah. Harapan kecil menyelinap di tengah kecemasan yang belum terjawab.Di dalam ICU, Adrian duduk di kursi dekat tempat tidur Adhinata. Mata dokter itu terlihat lelah setelah semalaman memantau keponakannya. Monitor di sebelah ranjang menunjukkan tanda-tanda stabil, tetapi Adrian tahu stabil tidak berarti aman. Kondisi Adhinata masih berada di titik rawan. Tekanan darahnya perlahan membaik, saturasi oksigen kembali ke angka normal, tetapi denyut jantungnya masih di bawah rata-rata. Trauma mental yang dia alami tentu tak akan mudah teratasi hanya dengan waktu semalam.Saat itu, Adrian mendengar langkah kaki mendekat. Ia menoleh dan mendapati Haidar berdiri di ambang pintu ICU. Tatapan pria itu terlihat hampa, seolah seluruh beb
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

72. Setitik Harapan

Pagi itu, rumah sakit masih lengang, tetapi berita tentang insiden di gelanggang renang sudah menyebar luas. Dari media sosial hingga obrolan di sekolah, nama Adhinata dan Nadira menjadi pembahasan utama. Meski insiden itu tidak diberitakan secara detail, cukup banyak yang tahu bahwa Adhinata pingsan karena berusaha menyelamatkan Nadira yang hampir tenggelam.Di koridor rumah sakit, beberapa guru dan murid yang datang untuk menjenguk berkumpul di depan ruang ICU. Wajah mereka menunjukkan keprihatinan mendalam."Saya tidak menyangka Pak Adhinata akan mengalami ini," gumam seorang guru olahraga dengan nada penuh simpati."Dia guru yang hebat. Selalu tenang, tapi jelas peduli dengan murid-muridnya. Kalau bukan karena dia, mungkin Nadira ...." Kalimat seorang guru lain terhenti, tampaknya tak tega menyelesaikan pikirannya.Beberapa murid, teman sekelas Nadira, juga berdiri di sana dengan ekspresi penuh rasa cemas. Tidak menyangka hal seperti itu terjadi pada
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

73. Dissociative Amnesia

Hujan mengguyur deras di luar sana ketika Liana masuk ke dalam ruang rawat VIP tempat Adhinata baru saja dipindahkan. Adrian bilang, perkembangan Adhinata sudah cukup bagus, dan bisa dipindahkan ke ruang perawatan. Gemuruh deras terdengar jelas, dan cuaca gelap, padahal waktu masih menunjukkan pukul satu siang. Di tangan kirinya, ada setangkai bunga lily putih, dan ia masukkan hati-hati pada vas bunga di nakas samping brankar Adhinata.Wanita paruh baya itu menoleh. Adhinata terbaring di ranjang, dengan selang infus masih terpasang di tangan kirinya. Wajahnya tampak lebih segar meski, mata itu masih tertutup dengan setia. Masker oksigen sudah tidak dipasangkan, berganti dengan nasal canulla.Saat ia memperhatikan putranya itu, kelopak mata Adhinata menunjukkan pergerakan kecil, dan perlahan terbuka. Meski hanya segaris.Liana tak dapat menahan keterkejutan. Ia mengatur napas sebelum melangkah lebih dekat. Tatapan matanya penuh kasih dan lega bercampur khawatir.
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

74. Pria Terhebat

Hujan mulai mereda ketika Nadira tiba di rumah sakit bersama Wirawan. Awan kelabu menggantung rendah, dan sesekali gemuruh terdengar di kejauhan. Wirawan, yang berjalan di samping Nadira, hanya diam sambil sesekali melirik putrinya. Nadira tampak gelisah. Tangannya meremas tali tas yang tersandang di bahu, sementara bibir bawahnya digigit ringan, mencoba menyembunyikan kegugupan yang tak mampu ia atasi."Kamu yang tenang. Jangan tegang," ucap Wirawan pelan, suaranya terdengar lembut, tetapi tetap tegas seperti biasa.Nadira menoleh, menatap ayahnya dengan raut wajah yang masih menyimpan kecemasan. "Tapi aku kepikiran banget gimana kondisi Mas Nata sekarang, Yah."Harusnya aku enggak usah pulang dulu tadi. Harusnya aku ada di samping Mas Nata pas dia sadar," sambungnya."Tidak apa-apa. Sudah ada Dokter Adrian dan Nyonya Liana. Yang penting Nata sudah sadar. Lagi pula, justru bagus kamu sempat pulang tadi. Kamu sempat mandi. Lebih segar dan wangi. Coba kala
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

75. Kehangatan di Tengah Hujan

Pintu ruangan terbuka kian lebar, memunculkan seorang perawat muda yang mendorong troli kecil berisi makanan. Wajahnya tampak canggung begitu mendapati pemandangan Nadira dan Adhinata yang masih saling berpelukan. Ia tersenyum kikuk, seolah meminta maaf."Maaf mengganggu, saya hanya ingin mengantarkan makan siang," ujar sang perawat sopan, lalu segera mendorong troli masuk dan meletakkan nampan makanan di meja kecil di samping tempat tidur.Perawat itu yang tadi lupa mengetuk dan langsung membuka pintu hingga terkejut dengan pemandangan yang menyambut. Dan seketika berseru, "Ups! Maaf mengganggu."Nadira menjauhkan diri dari Adhinata, wajahnya merah padam, begitu perawat itu mendekat. "T-terima kasih, Sus," ucapnya sambil berdiri dan merapikan bajunya.Adhinata tersenyum tipis, matanya menatap Nadira dengan lembut, seolah menikmati raut malu-malu gadis itu."Maaf makan siangnya baru diantar sekarang. Karena tadi saat baru saja sadar, dokte
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

76. Akibat Nata Kakean Polah

Suara ketukan di pintu kembali terdengar, membuat keduanya menoleh bersamaan. Sebelum sempat memberi izin, pintu sudah terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Haidar di ambang pintu kamar rawat. Wajah pria paruh baya itu terlihat serius, tetapi ada jejak hangat yang tak biasa di sana."Boleh Papi masuk?" tanya Haidar, meskipun ia sudah melangkah lebih dulu sebelum Adhinata atau Nadira menyahut.Di belakangnya, muncul Wirawan, diikuti Liana dan Adrian. Kehadiran mereka membuat ruangan terasa lebih ramai, tetapi penuh kehangatan.Adhinata yang tadi terlihat santai, seketika menegang begitu melihat ayahnya. Ia mencoba duduk lebih tegak, meski gerakannya tertahan oleh nyeri yang masih terasa di beberapa bagian tubuhnya."Papi sudah lama di sini?" tanya Adhinata, sebatas formalitas, atau basa-basi.Haidar hanya mengangguk kecil. Wajahnya terlihat tenang, tetapi pandangannya tajam, seolah menilai kondisi putranya. "Belum lama. Baru selesai rapat. Mami bil
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

77. Asa yang Tertinggal

Adhinata dibawa ke batas kesadaran yang tak pasti, tubuhnya lunglai di atas ranjang, napasnya sesekali terdengar terputus-putus. Adrian bergerak cepat, memeriksa peralatan yang terhubung pada tubuh keponakannya, sementara tangannya yang cekatan menekan tombol panggil darurat di sisi ranjang.Haidar mengatur mereka yang bersamanya dengan efisiensi seorang pemimpin. Liana menggandeng Nadira keluar, mencoba menenangkan gadis itu meskipun dirinya sendiri hampir kehilangan kendali. Nadira tidak melawan, tetapi tubuhnya gemetar, dan matanya terus mengarah ke pintu kamar rawat yang kini tertutup rapat.Di dalam ruangan, perawat tiba beberapa menit kemudian dengan sebuah troli berisi peralatan portable untuk memonitor kondisi vital Adhinata. Adrian menyambut mereka dengan cepat."Ambil satu set monitor tambahan. Kita butuh data lengkap kondisi jantung, pernapasan, dan tekanan darah. Bawa juga ultrasound portable—saya khawatir ada trauma pada organ dalam," ujarnya
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

78. Hari Penting

Adhinata membuka matanya perlahan. Cahaya putih dari lampu kamar rawat menyilaukan pandangannya sesaat. Setelah beberapa detik, ia mulai sadar sepenuhnya akan tempatnya berada, setelah tertidur beberapa jam. Ruangan itu sunyi, hanya terdengar bunyi alat monitor yang terus berdetak."Nata?" Suara Adrian terdengar jelas dari sisi ranjang. Pria itu segera mendekat, memastikan keponakannya sudah bangun. "Bagaimana perasaanmu?"Adhinata mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terasa berat. Napasnya masih sedikit sesak, dan ada nyeri tumpul di punggung bawahnya."Seperti ... dihantam truk," jawabnya pelan.Adrian menghela napas, lalu memeriksa layar monitor. "Aku juga heran. Kamu itu terjatuh di pinggir kolam karena pingsan. Begitu laporan yang masuk ke tim dokter. Tapi kondisi kamu seperti habis dibanting dari lantai sepuluh."Syukurlah kamu sadar, setelah bolak-balik pingsan. Tapi dengar, kamu nggak boleh bergerak terlalu banyak. Kondisimu masih jauh dari ka
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

79. Bingkisan Istimewa

"Wow! Apa ini?"Seruan Nadira membahana begitu pintu kamarnya terbuka lebar. Ia berdiri terpaku di ambang pintu, menatap pemandangan tak biasa yang menyambutnya.Kamar yang biasanya rapi kini dipenuhi berbagai macam bingkisan yang tertata dengan begitu indah. Kotak-kotak besar berbalut pita emas, keranjang buah dengan hiasan bunga segar, serta berbagai bungkusan kecil yang disusun rapi di meja belajar dan kasur.Pak Wirawan, yang berdiri di belakang Nadira, tersenyum kecil melihat reaksi putrinya. "Itu semua dari Adhinata," katanya tenang.Nadira menoleh cepat. "Dari Mas Nata?" tanyanya setengah tidak percaya.Pak Wirawan hanya mengangguk. Nadira melangkah ke dalam kamar dengan langkah perlahan, matanya berkeliling untuk mencermati semua bingkisan itu. Jari-jarinya menyentuh salah satu keranjang buah yang ditata cantik. Apel merah mengkilat, anggur hijau segar, jeruk manis, hingga stroberi dalam wadah transparan."Mas Nata benar-benar ...,"
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

80. Kebebasan Bersyarat

Sunyi.Hanya suara detak jarum jam di dinding dan desing halus pendingin ruangan yang memenuhi kamar rawatnya. Sudah satu minggu berlalu, sejak hari pertunangan, tetapi Adhinata masih setia menghuni kamar rawatnya.Cahaya matahari siang menembus jendela dengan tirai yang sedikit tersibak, memberikan nuansa hangat di ruangan putih itu.Namun, tak ada kehangatan di dalam diri Adhinata. Sosok itu hanya berbaring di tempat tidur, dengan selimut putih yang menutupi separuh tubuhnya.Matanya menatap lurus ke depan, menembus dinding seolah di baliknya ada sesuatu yang tak terlihat oleh mata orang lain. Pandangannya kosong. Pikiran Adhinata seakan berkelana jauh, meninggalkan raganya yang masih di rumah sakit.Ketika Adrian kembali memasuki ruangan setelah menangani pasien lain, langkahnya langsung terhenti di ambang pintu. Pandangannya jatuh pada sosok Adhinata yang begitu diam."Nata?" panggil Adrian dengan nada ringan.Tidak ada jawaban.
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more
PREV
1
...
678910
...
13
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status