Beranda / Romansa / JODOHKU GURU GALAK / 73. Dissociative Amnesia

Share

73. Dissociative Amnesia

Penulis: Elita Lestari
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-26 15:00:00

Hujan mengguyur deras di luar sana ketika Liana masuk ke dalam ruang rawat VIP tempat Adhinata baru saja dipindahkan. Adrian bilang, perkembangan Adhinata sudah cukup bagus, dan bisa dipindahkan ke ruang perawatan. Gemuruh deras terdengar jelas, dan cuaca gelap, padahal waktu masih menunjukkan pukul satu siang. Di tangan kirinya, ada setangkai bunga lily putih, dan ia masukkan hati-hati pada vas bunga di nakas samping brankar Adhinata.

Wanita paruh baya itu menoleh. Adhinata terbaring di ranjang, dengan selang infus masih terpasang di tangan kirinya. Wajahnya tampak lebih segar meski, mata itu masih tertutup dengan setia. Masker oksigen sudah tidak dipasangkan, berganti dengan nasal canulla.

Saat ia memperhatikan putranya itu, kelopak mata Adhinata menunjukkan pergerakan kecil, dan perlahan terbuka. Meski hanya segaris.

Liana tak dapat menahan keterkejutan. Ia mengatur napas sebelum melangkah lebih dekat. Tatapan matanya penuh kasih dan lega bercampur khawatir.<

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • JODOHKU GURU GALAK   74. Pria Terhebat

    Hujan mulai mereda ketika Nadira tiba di rumah sakit bersama Wirawan. Awan kelabu menggantung rendah, dan sesekali gemuruh terdengar di kejauhan. Wirawan, yang berjalan di samping Nadira, hanya diam sambil sesekali melirik putrinya. Nadira tampak gelisah. Tangannya meremas tali tas yang tersandang di bahu, sementara bibir bawahnya digigit ringan, mencoba menyembunyikan kegugupan yang tak mampu ia atasi."Kamu yang tenang. Jangan tegang," ucap Wirawan pelan, suaranya terdengar lembut, tetapi tetap tegas seperti biasa.Nadira menoleh, menatap ayahnya dengan raut wajah yang masih menyimpan kecemasan. "Tapi aku kepikiran banget gimana kondisi Mas Nata sekarang, Yah."Harusnya aku enggak usah pulang dulu tadi. Harusnya aku ada di samping Mas Nata pas dia sadar," sambungnya."Tidak apa-apa. Sudah ada Dokter Adrian dan Nyonya Liana. Yang penting Nata sudah sadar. Lagi pula, justru bagus kamu sempat pulang tadi. Kamu sempat mandi. Lebih segar dan wangi. Coba kala

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • JODOHKU GURU GALAK   75. Kehangatan di Tengah Hujan

    Pintu ruangan terbuka kian lebar, memunculkan seorang perawat muda yang mendorong troli kecil berisi makanan. Wajahnya tampak canggung begitu mendapati pemandangan Nadira dan Adhinata yang masih saling berpelukan. Ia tersenyum kikuk, seolah meminta maaf."Maaf mengganggu, saya hanya ingin mengantarkan makan siang," ujar sang perawat sopan, lalu segera mendorong troli masuk dan meletakkan nampan makanan di meja kecil di samping tempat tidur.Perawat itu yang tadi lupa mengetuk dan langsung membuka pintu hingga terkejut dengan pemandangan yang menyambut. Dan seketika berseru, "Ups! Maaf mengganggu."Nadira menjauhkan diri dari Adhinata, wajahnya merah padam, begitu perawat itu mendekat. "T-terima kasih, Sus," ucapnya sambil berdiri dan merapikan bajunya.Adhinata tersenyum tipis, matanya menatap Nadira dengan lembut, seolah menikmati raut malu-malu gadis itu."Maaf makan siangnya baru diantar sekarang. Karena tadi saat baru saja sadar, dokte

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • JODOHKU GURU GALAK   76. Akibat Nata Kakean Polah

    Suara ketukan di pintu kembali terdengar, membuat keduanya menoleh bersamaan. Sebelum sempat memberi izin, pintu sudah terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Haidar di ambang pintu kamar rawat. Wajah pria paruh baya itu terlihat serius, tetapi ada jejak hangat yang tak biasa di sana."Boleh Papi masuk?" tanya Haidar, meskipun ia sudah melangkah lebih dulu sebelum Adhinata atau Nadira menyahut.Di belakangnya, muncul Wirawan, diikuti Liana dan Adrian. Kehadiran mereka membuat ruangan terasa lebih ramai, tetapi penuh kehangatan.Adhinata yang tadi terlihat santai, seketika menegang begitu melihat ayahnya. Ia mencoba duduk lebih tegak, meski gerakannya tertahan oleh nyeri yang masih terasa di beberapa bagian tubuhnya."Papi sudah lama di sini?" tanya Adhinata, sebatas formalitas, atau basa-basi.Haidar hanya mengangguk kecil. Wajahnya terlihat tenang, tetapi pandangannya tajam, seolah menilai kondisi putranya. "Belum lama. Baru selesai rapat. Mami bil

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • JODOHKU GURU GALAK   77. Asa yang Tertinggal

    Adhinata dibawa ke batas kesadaran yang tak pasti, tubuhnya lunglai di atas ranjang, napasnya sesekali terdengar terputus-putus. Adrian bergerak cepat, memeriksa peralatan yang terhubung pada tubuh keponakannya, sementara tangannya yang cekatan menekan tombol panggil darurat di sisi ranjang.Haidar mengatur mereka yang bersamanya dengan efisiensi seorang pemimpin. Liana menggandeng Nadira keluar, mencoba menenangkan gadis itu meskipun dirinya sendiri hampir kehilangan kendali. Nadira tidak melawan, tetapi tubuhnya gemetar, dan matanya terus mengarah ke pintu kamar rawat yang kini tertutup rapat.Di dalam ruangan, perawat tiba beberapa menit kemudian dengan sebuah troli berisi peralatan portable untuk memonitor kondisi vital Adhinata. Adrian menyambut mereka dengan cepat."Ambil satu set monitor tambahan. Kita butuh data lengkap kondisi jantung, pernapasan, dan tekanan darah. Bawa juga ultrasound portable—saya khawatir ada trauma pada organ dalam," ujarnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • JODOHKU GURU GALAK   78. Hari Penting

    Adhinata membuka matanya perlahan. Cahaya putih dari lampu kamar rawat menyilaukan pandangannya sesaat. Setelah beberapa detik, ia mulai sadar sepenuhnya akan tempatnya berada, setelah tertidur beberapa jam. Ruangan itu sunyi, hanya terdengar bunyi alat monitor yang terus berdetak."Nata?" Suara Adrian terdengar jelas dari sisi ranjang. Pria itu segera mendekat, memastikan keponakannya sudah bangun. "Bagaimana perasaanmu?"Adhinata mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terasa berat. Napasnya masih sedikit sesak, dan ada nyeri tumpul di punggung bawahnya."Seperti ... dihantam truk," jawabnya pelan.Adrian menghela napas, lalu memeriksa layar monitor. "Aku juga heran. Kamu itu terjatuh di pinggir kolam karena pingsan. Begitu laporan yang masuk ke tim dokter. Tapi kondisi kamu seperti habis dibanting dari lantai sepuluh."Syukurlah kamu sadar, setelah bolak-balik pingsan. Tapi dengar, kamu nggak boleh bergerak terlalu banyak. Kondisimu masih jauh dari ka

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • JODOHKU GURU GALAK   79. Bingkisan Istimewa

    "Wow! Apa ini?"Seruan Nadira membahana begitu pintu kamarnya terbuka lebar. Ia berdiri terpaku di ambang pintu, menatap pemandangan tak biasa yang menyambutnya.Kamar yang biasanya rapi kini dipenuhi berbagai macam bingkisan yang tertata dengan begitu indah. Kotak-kotak besar berbalut pita emas, keranjang buah dengan hiasan bunga segar, serta berbagai bungkusan kecil yang disusun rapi di meja belajar dan kasur.Pak Wirawan, yang berdiri di belakang Nadira, tersenyum kecil melihat reaksi putrinya. "Itu semua dari Adhinata," katanya tenang.Nadira menoleh cepat. "Dari Mas Nata?" tanyanya setengah tidak percaya.Pak Wirawan hanya mengangguk. Nadira melangkah ke dalam kamar dengan langkah perlahan, matanya berkeliling untuk mencermati semua bingkisan itu. Jari-jarinya menyentuh salah satu keranjang buah yang ditata cantik. Apel merah mengkilat, anggur hijau segar, jeruk manis, hingga stroberi dalam wadah transparan."Mas Nata benar-benar ...,"

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • JODOHKU GURU GALAK   80. Kebebasan Bersyarat

    Sunyi.Hanya suara detak jarum jam di dinding dan desing halus pendingin ruangan yang memenuhi kamar rawatnya. Sudah satu minggu berlalu, sejak hari pertunangan, tetapi Adhinata masih setia menghuni kamar rawatnya.Cahaya matahari siang menembus jendela dengan tirai yang sedikit tersibak, memberikan nuansa hangat di ruangan putih itu.Namun, tak ada kehangatan di dalam diri Adhinata. Sosok itu hanya berbaring di tempat tidur, dengan selimut putih yang menutupi separuh tubuhnya.Matanya menatap lurus ke depan, menembus dinding seolah di baliknya ada sesuatu yang tak terlihat oleh mata orang lain. Pandangannya kosong. Pikiran Adhinata seakan berkelana jauh, meninggalkan raganya yang masih di rumah sakit.Ketika Adrian kembali memasuki ruangan setelah menangani pasien lain, langkahnya langsung terhenti di ambang pintu. Pandangannya jatuh pada sosok Adhinata yang begitu diam."Nata?" panggil Adrian dengan nada ringan.Tidak ada jawaban.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • JODOHKU GURU GALAK   81. Perawat Baru, Masalah Baru

    Keesokan harinya, sesuai kesepakatan, Dokter Adrian dan tim melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap Adhinata. Hasilnya memuaskan, seperti yang sudah diperkirakan Adrian. Tidak ada tanda-tanda komplikasi fisik, dan kondisi Adhinata cukup stabil untuk meninggalkan rumah sakit.Namun, suasana di kamar rawat itu tetap tegang. Adhinata duduk di tepi tempat tidur, mengenakan pakaian kasual sederhana—kaus abu-abu dan celana bahan hitam—yang telah disiapkan oleh Adrian. Di hadapannya, Adrian berdiri dengan tangan terlipat di dada, sementara Dokter Irawan memegang sebuah clipboard, mencatat sesuatu dengan serius."Semua hasil tes bagus. Anda boleh pulang hari ini," ujar Dokter Irawan sambil menutup clipboard-nya. "Tapi seperti yang sudah disepakati, ada syaratnya."Adhinata hanya mendengkus pelan. "Saya tahu. Perawat di rumah, kan? Kalau itu yang diperlukan, baiklah."Adrian tidak langsung menyahut. Ia hanya mengangkat alis, menatap keponakannya yang jelas tidak antusias dengan keputusan ini

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28

Bab terbaru

  • JODOHKU GURU GALAK   120. Romansa di Kapal Pesiar

    Hari berikutnya, Nadira tidak menyangka sang suami memberi kejutan lagi dengan perjalanan menuju pelabuhan Benoa. Adhinata mengajak Nadira naik kapal pesiar mewah yang akan membawa mereka mengarungi lautan selama tujuh hari tujuh malam."Mas?!" Nadira menatap suaminya dengan raut tak percaya.Adhinata tak berbicara. Ia menggenggam tangan Nadira erat saat mereka menaiki tangga menuju dek utama kapal pesiar. Kapal mewah itu bersandar di pelabuhan dengan megah, tampak seperti istana yang mengapung. Cahaya lampu kristal yang memancar dari dalam kapal membuat suasana semakin memukau. Laut di sekeliling mereka memantulkan cahaya bulan yang nyaris penuh, menciptakan pemandangan malam yang sulit dilupakan."Ini serius, Mas? Mas bawa aku naik kapal pesiar?" tanya Nadira sambil menatap suaminya dengan mata berbinar.Adhinata tersenyum kecil. "Kenapa tidak? Ini kan bulan madu kita. Kamu layak mendapatkan yang terbaik, Rara."Nadira tertawa kecil, ma

  • JODOHKU GURU GALAK   119. Pulau Pribadi

    Pagi itu, Nadira terbangun dengan rasa tenang yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Cahaya matahari menyusup melalui tirai vila, menerangi kamar yang hangat dan nyaman. Suara debur ombak terdengar jelas, berpadu dengan kicauan burung yang seperti lagu selamat pagi dari alam. Ia membuka mata perlahan, dan menyadari bahwa ia tengah berada dalam pelukan seseorang.Butuh beberapa detik baginya untuk mengingat di mana ia berada. Nadira mendongak, mendapati Adhinata masih tertidur dengan napas teratur dan mendekapnya. Wajah pria itu tampak lebih damai dari biasanya, garis-garis tegas di wajah, kini seolah melunak.Apakah semalam mereka sempat melakukan yang 'iya-iya'?Jawabannya adalah tidak. Adhinata sangat menghormati istrinya. Dia tidak akan lancang jika memang belum diizinkan. Jadi, dia akan bersabar.Nadira menatap suaminya lebih lama, merasa bersyukur atas semua yang telah mereka lalui hingga akhirnya bisa berada di tempat ini. Meski awalnya ti

  • JODOHKU GURU GALAK   118. Bulan Madu

    Langit sore mulai merona jingga ketika Nadira mengikuti langkah Adhinata dengan penuh kebingungan. Pria itu menggenggam tangannya erat, membawanya menjauh dari keramaian rombongan SMA Cakrawala. Angin lembut menyapu wajah Nadira dan membawa aroma damai, tetapi rasa penasaran yang menyelimuti pikirannya terlalu kuat untuk menikmati suasana sekitar. Beberapa kali, Nadira menoleh ke belakang."Mas, ini kita mau ke mana? Rombongan udah mau berangkat itu," tanya Nadira akhirnya, suaranya penuh keingintahuan.Adhinata tidak langsung menjawab. Ia hanya menoleh sebentar, menyunggingkan senyum tipis, lalu melanjutkan langkahnya. Nadira terpaksa menurut, meskipun hatinya dipenuhi berbagai spekulasi.Setelah beberapa saat, mereka berhenti di dekat sebuah mobil SUV hitam yang diparkir cukup jauh dari bus rombongan. Seorang pria berseragam rapi berdiri di samping kendaraan, dan segera membuka pintu penumpang begitu melihat mereka mendekat."Silakan, Tuan. Semu

  • JODOHKU GURU GALAK   117. Kita Belum Selesai

    Tur akhirnya mencapai penghujung. Semua lokasi tujuan telah dikunjungi, meninggalkan lelah bercampur puas di wajah para siswa dan guru. Saat ini, mereka berkumpul di sebuah restoran, menikmati makan bersama terakhir, sebelum melanjutkan perjalanan pulang. Terlalu lambat untuk disebut makan siang, dan terlalu awal untuk disebut makan malam, karena hari sudah cukup sore, saat mereka meninggalkan Desa Penglipuran.Meja-meja dipenuhi siswa yang bercanda riang. Tawa mereka sesekali pecah, terutama dari kelompok XI IPS 4, yang dikenal paling ramai. Beberapa guru, termasuk Adhinata, duduk sedikit terpisah, membentuk kelompok kecil di pojok ruangan.Di meja lainnya, Nadira terlihat duduk bersama teman-temannya, celana longgar warna krem yang membalut kakinya membuatnya tampak lebih santai meski gerakannya tetap hati-hati karena lututnya masih terluka."Celana lo baru, ya, Ra?" tanya salah seorang teman cewek, yang duduk di sebelahnya, bernama Intan. Gadis itu mena

  • JODOHKU GURU GALAK   116. Terpaksa Membongkar Rahasia

    Ketukan keras di pintu bilik membuat Adhinata dan Nadira sontak menoleh. Nadira yang masih duduk dan hanya mengenakan celana short, langsung gugup. Sementara Adhinata berdiri dengan ekspresi datar, namun ada sedikit kekesalan di wajahnya. Dengan gerakan tegas, ia menutup paha sang istri menggunakan jaketnya yang semula dipakai Nadira."Pak Nata! Saya tahu Anda di dalam! Jelaskan apa yang Anda lakukan!" Suara Pak Widodo menggema, terdengar tegang dan penuh kecurigaan.Adhinata menghela napas panjang, mencoba mengontrol emosinya. Dengan langkah santai, ia membuka pintu, memperlihatkan Pak Widodo yang sudah berdiri dengan wajah merah padam, sambil berkacak pinggang."Ada apa, Pak?" tanya Adhinata."Ada apa, ada apa?! Saya yang harusnya bertanya. Apa yang Anda lakukan di dalam?" Pak Widodo menunjuk ke arah bilik dengan gestur dramatis. Kacamata yang melorot ke ujung hidungnya semakin memperkuat ekspresi penuh amarah itu.Adhinata melirik Nadi

  • JODOHKU GURU GALAK   115. Ketegangan di Balik Bilik

    Adhinata membawa Nadira ke pos kesehatan tanpa memedulikan tatapan bingung dan bisik-bisik siswa serta guru lain. Tubuh gadis itu terasa ringan di pelukannya, tetapi kegelisahan di wajah Nadira membuat langkah Adhinata sedikit tergesa.Sesampainya di pos kesehatan, seorang petugas mendekat. "Loh, ada yang terluka? Mari saya bantu."Adhinata menggeleng halus. "Tidak perlu, Pak. Saya bisa menanganinya sendiri.""Menangani sendiri? Tapi—""Saya bertanggung jawab penuh atas dia, murid saya. Terima kasih untuk tawaran bantuannya, tapi biar saya saja," ujar Adhinata dengan nada tegas, membuat petugas itu ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya mengalah."Baiklah. Kalau begitu, biliknya di sana. Di dalam juga sudah ada peralatan dan obat-obatan lengkap. Kalau butuh apa-apa, panggil saya saja, Pak," ujar si petugas.Adhinata mengangguk dan membawa Nadira masuk ke bilik, membiarkan pintu tertutup rapat. Ia mendudukkan Nadira di kursi, lalu ber

  • JODOHKU GURU GALAK   114. Terpisah Membuat Resah

    "Nadira!"Panggilan itu datang dari Faiz, si ketua kelas. Nadira menoleh, dan melihat Faiz melambai di tengah keramaian Desa Penglipuran yang penuh wisatawan.Ya, destinasi terakhir mereka hari ini adalah Desa Penglipuran, desa adat yang terkenal karena keindahan dan kerapian rumah-rumahnya.Desa adat itu memang memukau. Jalan berbatu membelah rumah-rumah tradisional dengan atap rumbia yang seragam. Bunga-bunga warna-warni bermekaran di sepanjang tepi jalan, membuat suasana terasa damai dan indah.Nadira langsung terpikat begitu melihat jalan berbatu yang bersih dengan deretan rumah tradisional yang seragam di kedua sisi tersebut. Tak sadar, dia sampai berhenti dan terpisah dari kelompoknya tadi. Untung saja Faiz memanggil.Nadira berjalan cepat, mendekat ke Faiz yang berdiri bersama beberapa teman mereka di sana, juga guru pendamping pengganti Adhinata—tidak main-main bahkan sang kepala sekolah sendiri yang mengambil alih tugas Pak Nata.

  • JODOHKU GURU GALAK   113. Nyaris Kebablasan

    Rombongan SMA Cakrawala tiba di Bali Bird Park sekitar pukul 09.00 pagi, saat embun di daun-daun masih segar dihembus angin pagi Gianyar. Suara kicauan burung menyambut mereka di gerbang masuk, memadukan semarak warna bulu-bulu cerah dengan aroma dedaunan basah. Murid-murid berlarian kecil, terpesona dengan burung merak yang melenggang anggun di pelataran taman.Nadira berjalan sedikit di belakang Adhinata, matanya terus sibuk mengamati sekitar. Selain Salsa, dia memang tak begitu dekat dengan teman lain di kelas. Wajar jika kini setelah Salsa pindah sekolah, dia lebih sering sendirian.Langkah Nadira terhenti saat melihat burung kakaktua putih dengan paruh melengkung berdiri tenang di atas sebuah batang pohon kecil."Pak Nata, lihat itu!" Nadira menunjuk penuh semangat, seperti anak kecil yang baru menemukan mainan kesukaannya. Lupa, bahwa sekarang dia sudah menjadi istri dari laki-laki di depannya itu.Adhinata mengikuti arah telunjuknya, lalu t

  • JODOHKU GURU GALAK   112. Momen Manis di Tengah Keramaian

    "Mas Nata?"Suara Nadira terdengar pelan saat ia membuka mata dan mendapati tempat tidur di sisi sebelahnya kosong. Ia mengerjap beberapa kali, lalu duduk sambil mengucek matanya. Perasaan sedikit hampa menyelip di dadanya karena sang suami tidak ada di sisi. Namun, sebelum pikirannya melayang jauh, ponselnya berbunyi.Ia mengangkatnya tanpa melihat layar, mengenali nama sang penelepon dari nada dering khusus. "Mas Nata?" sapanya, suaranya masih serak karena baru bangun tidur."Sudah bangun?" Suara Adhinata terdengar di ujung sana, hangat dan rendah seperti biasa."Iya. Mas di mana?" Nadira bertanya, lalu melihat jam di ponselnya. Masih pukul enam pagi, tapi Adhinata sudah entah di mana."Sedang kumpul dengan guru-guru pendamping. Kita harus segera berangkat ke destinasi terakhir hari ini," jawab Adhinata. "Kamu sudah mandi?"Nadira terkekeh kecil. "Baru bangun, Mas. Mana sempat mandi. Mas Nata, sih, gak bangunin aku sekalian tad

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status