All Chapters of Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara): Chapter 41 - Chapter 50

67 Chapters

Keberangkatan Langit

Dua tahun berlalu begitu saja, Purnomo semakin sibuk dengan hidupnya. Dia jarang pulang. Hidupnya terus berkelana dari tempat satu ke tempat yang lain. Saat itu, dia bekerja di stasiun televisi hanya satu tahun saja. Setelahnya, dia kembali fokus pada tulisannya dan sudah berhasil mengeluarkan dua buku dalam waktu satu tahun. Ini sebuah pencapaian yang di luar dugaan bagi Purnomo. “Patah hati membawa berkah,” gumam Purnomo dengan senyum merekah. Namun, semua itu tak membuat hatinya serta merta sembuh. Bayangan-bayangan Wulan terkadang melintas begitu saja di benaknya. Saat itu pula, Purnomo dengan tegas menepisnya. Dia selalu menyibukkan diri dan terus memperbaiki dirinya. Masih di Kota Surabaya, Purnomo sering kali ikut kajian di sebuah masjid besar di sana. Bertemu teman-teman yang selalu mengingatkannya pada Allah tentu saja rezeki yang begitu besar baginya. Jika tidak ada kegiatan dan dibutuhkan, dia akan ikut melakukan pencarian atau melakukan kegiatan social sebagai relawan
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

Isi Surat Purnomo

Selepas kepergian Langit, hati Wulan benar-benar tidak tenang. Berkali-kali dia menepis perasaan itu dengan dzikir dan mendoakan kebaikan untuk suaminya, tapi perasaan tidak bisa dibohongi bukan?Dia pun menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas. Beruntung saat sore ada kegiatan voli di lapangan bersama para ibu persit lainnya. Ara pun dititipkan pada salah satu anak buah Langit yang masih bujang. “Titip Ara sebentar, ya, Om,” katanya.“Siap, Ibu. Akan saya jaga Tuan Putri Ara dengan segenap jiwa raga,” sahutnya dengan senyum lebar. Pemuda bernama Rian itu langsung menggendong putri komandannya dan mengajaknya menaiki sepeda. “Terima kasih, Om.” “Sama-sama, Bu Danki. Happy saja. Biar Ara kami yang jaga. Mau ajak muter-muter naik sepeda,” katanya lagi dan sudah siap duduk di atas sepedanya. “Ya sudah kalau gitu. Hati-hati, ya, Om ….” Wulan melambaikan tangannya dan mengecup pipi Ara sebelum akhirnya pergi ke lapangan bersama dengan para ibu persit lainnya yang akan bermain voli.
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

Sebuah Pertempuran

Berhari-hari Langit bertempur dengan para penjahat kelas kakap yang bersembunyi di hutan Papua. Tak peduli luka juga rasa sakit yang dirasakan olehnya. Beberapa tawanan sudah berhasil diselamatkan dan sudah ditempatkan di titik yang aman. Sementara itu, dia bersama dengan sepuluh orang lainnya kembali menyisir hutan pedalaman demi mencari keberadaan ketua mafia tersebut. Semua menyamar dengan penyamaran yang sempurna. Ada yang memakai kostum serupa batu, semak-semak, pohon. Dan Langit sendiri mengawasi dari atas pohon. Saat ketua mafia itu keluar dari tempat persembunyiannya di sebuah lorong di tengah hutan, dengan kecepatan kilat dia langsung menembakkan peluru dan mengenai tepat di dadanya. Ketua mafia itu pun langsung tergeletak dengan darah yang mengalir dari bagian dadanya. Mendengar itu, suara tembakan dari arah tak terduga pun ikut melesat ke arah Langit dan rekan-rekannya yang menyamar. Beruntung tak mengenai tubuh mereka. Adu tembak pun tak terhindari. Langit beserta sepu
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

Benar-benar Pergi

Wulan mengernyitkan keningnya saat melihat bendera merah putih yang terpasang di batalyon hanya setengah tiang. Pikirannya kembali melayang pada mimpi buruk yang merenggut suaminya. Hatinya semakin cemas dibuatnya. “Bu, ini kenapa kok benderanya dipasang setengah tiang? Adakah berita duka? Siapa yang meninggal?” tanya Wulan pada salah satu ibu persit yang kebetulan bertetangga dengan Wulan. Perempuan itu menggeleng. “Kurang tahu, Bu. Saya belum dengar informasi apapun soalnya. Suami saya juga belum pulang dari piket malam,” sahutnya. “Pak Danki ke mana memang?” tanya perempuan itu lagi. “Beberapa hari yang lalu pamit latihan, Bu. Tapi sampai sekarang belum pulang juga,” sahutnya berusaha tenang. Meski rasa cemas semakin menghantuinya. “Pantas, Bu. Pak Danki kan anggota Taipur. Latihannya harus lebih ekstra,” kekeh perempuan itu. “Iya. Saya berharap suami saya segera pulang,” balasnya berusaha tersenyum. Meski tatapannya kosong. “Insyallah pulang dengan selamat kok, Bu. Percaya
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

Sebuah Pertemuan

Usai masa iddah selesai, Wulan memutuskan untuk kembali ke rumah kedua orangtuanya di Jogjakarta. Kedua orang tuanya memang sudah tidak ada, sehingga nanti Wulan hanya akan tinggal bersama dengan Ara saja. Keluarga Langit pun memberikan warisan yang Langit wasiatkan untuk putri semata wayangnya, juga istri yang ditinggalkannya. Satu minimarket dan sejumlah uang, serta tanah yang semuanya adalah harta dari Langit. Bermodal harta yang ditinggalkan suaminya, Wulan pun masih bisa bertahan hidup. Juga tunjangan pensiunan suaminya. Maya pun sebenarnya berat melepas Wulan, tapi tidak baik juga jika masih tinggal di rumahnya. Apalagi ada ipar. Maya tahu itu. “Mama pasti bakal kangen banget sama kamu dan Ara,” katanya sambil menatap Wulan. Lalu mengecup pipi Ara yang kini dalam gendongannya. “Insyallah nanti kita akan sering main ke rumah Mama. Main sama Arsya juga kan, ya,” sahutnya sambil berusaha untuk tegar. Meski kini dia mati-matian menahan laju
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

Penasaran

“Om tadi kenal sama Mama katanya.”“Ara percaya?”Gadis berusia lima tahun itu mengangguk. “iya.Soalnya, Om tadi juga nyebutin nama Mama, Papa, bahkan Eyang Uti sama Om Awan. Omtadi ngaku temannya Mama,” jelasnya.Kening Wulan mengernyit mendengar penjelasanputrinya tentang orang asing yang baru saja ditemuinya.“siapa, ya?” gumamnya penasaran.Pasalnya, Wulan hanya melihat punggung lebarlaki-laki berkaos merah marun itu. Saat Wulan mendekat, laki-laki itu bergegaspergi. Tentu saja itu membuat Wulan curiga.“Lain kali, kalau Mama belum jemput, Ara tunggudi dalam kelas saja, ya. Sama Bu Guru.”“Tapi Ara yakin kalau om tadi kenal sama Mamakok. Om tadi juga tahu kalau Papa seorang tentara. Bahkan di saat orang lainnggak percaya Papa Ara tentara, om tadi percaya,” celotehnya.Wulan menarik napas panjang. Lalumengembuskannya dengan sedikit kasar. Dia pun mengajak anaknya pulang denganrasa penasaran yang masih berputa
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

Purnomo dan Ara

Merasa hanya di sekolah TK Purnomo bisa bertemu dengan Ara, di jam yang sama dia kembali datang. Kali ini dia membawa sebuah kue donat dan sebuah sticker lucu-lucu yang pastinya anak kecil akan suka.Senyumnya selalu mengembang setiap kali melihat bocah menggemaskan itu keluar dari ruang kelasnya dengan tawa riangnya. Seolah menularkan kebahagiaan tersendiri untuk laki-laki yang kini sudah berusia tiga puluh enam tahun. Sudah hampir mendekati kepala empat, tapi belum juga mau menikah.“Ara!”Purnomo melambaikan tangannya dengan senyum sumringah. Tak lupa menunjukkan hadiah untuk gadis kecil itu. Namun detik berikutnya senyum di wajah Purnomo menghilang. Kerutan di dahinya terlihat tipis saat melihat Ara yang tadinya ceria menjadi terdiam seketika saat melihat Purnomo. Tak mendekat, tapi tidak juga menghindar.“Ara, sini! Om bawa hadiah buat kamu!”Laki-laki itu perlahan berjalan mendekat dan menekuk kedua lututnya agar sejajar tingginya dengan Ara.“Ara kenapa? Kok kayak nggak senang
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

Kepanikan Purnomo

"Emm … nggak. Siapa yang menangis?”Wulan yang sedikit salah tingkah karena ketahuan menangis pun memilih memalingkan wajanya ke arah lain. Enggan bertatapan dengan Purnomo.“Aku bisa melihat air matamu tanpa kamu bercerita, Wulan,” katanya dengan tenang. Namun berhasil membuat hati Wulan luluh lantak.Sepeka itu hati Purnomo pada Wulan. Meski mereka tak lagi memiliki ikatan apa pun. Hanya masa lalu.Perempuan itu memilih tak menjawab. Dia sibuk mengendalikan hatinya yang mendadak tak keruan setelah kehadiran lelaki yang menjadi masa lalunya itu. Karena Wulan pikir, Purnomo tidak akan datang lagi menemui Wulan untuk alasan apapun setelah kepergiannya saat itu.Apalagi melihat kedekatan Purnomo dan Ara. Mereka seperti memiliki ikatan batin tersendiri.“Apa kabarmu?” tanyanya mengalihkan bahasan. Meski dia sebenarnya ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Wulan selama lima tahun terakhir ini. K
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

Menenangkan Ara

Ayo, cepat, Om! Takut Mama kenapa-kenapa.”Ara terus menyemangati Purnomo yang masih berusaha mendobrak pintu rumah Wulan.Hingga percobaan keempat, pintu rumah itu berhasil terbuka lebar.Ara langsung lari menuju kamar ibunya. Purnomo menyusul tak kalah panik.“Mama!” teriak Ara sambil menangis dan memeluk ibunya yang masih tak sadarkan diri.“Coba Om periksa dulu,” ujarnya membuat Ara menggeser tubuhnya sejenak. Membiarkan Purnomo memeriksa keadaan Wulan.“Gimana, Om? Mama kenapa bisa kayak gini?” tanyanya di sela-sela tangisannya.“Mama kamu hanya pingsan. Tapi kita harus segera membawanya ke rumah sakit,” jawabnya berusaha tenang, meski hatinya cemas bukan main.Kemudian dia menghubungi Rio untuk membawa mobil ke rumah Wulan dan membawa perempuan tersebut ke rumah sakit.[“Ke rumah Mbak Wulan? Memang Mbak Wulan-“]“Cepat ke sini saja, Rio. Ini urgent. Wulan pingsan dan harus cepat ditangani!” potongnya cepat.[“Iya udah. Iya, Mas. Aku ke sana sekarang!”]“Cepat, Rio!” titahnya.[“
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Berkumpul

Ara, Purnomo, Ningsih, juga Rio menoleh ke arah sumber suara. "Eyang!"Ara turun dari gendongan Purnomo. Kemudian menghampiri Maya juga Awan yang mendekat padanya. "Mama, Eyang. Mama sakit," isaknya lagi setelah dipeluk oleh Maya. "Mama sakit apa? Kok Ara nggak kasih tahu Eyang atau Om Awan kalau Mama sakit?" Maya menatap cucunya cemas juga iba. "Nggak tahu. Tapi tadi pingsan, untung ada Om sama Nenek yang nolong Mama dan bawa Mama ke rumah sakit," paparnya. Maya pun menatap ketiga orang yang ada di hadapannya. Keningnya mengernyit heran. Merasa tidak asing, tapi dia seperti lupa. "Lho, Mas Pur?"Awan mendekati Purnomo dan menepuk bahunya pelan."MaasyaAllah, bisa ketemu lagi!" serunya lagi. "Gimana kabarnya, Mas? Selama lima tahun ini kok hilang kayak ditelan bumi," kekehnya. "Alhamdulillah baik, Awan.""Sibuk merantau di Surabaya sama Jakarta itu, Mas Awan. Sampai lupa pulang,
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more
PREV
1234567
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status