All Chapters of Dipaksa Nikah (Mencintai Istri Abdi Negara): Chapter 51 - Chapter 60

67 Chapters

Berperan sebagai Ayah

"Beneran Om mau datang?"Kedua mata Ara tampak berbinar. Purnomo mengangguk penuh keyakinan. "Iya, Om gantiin Mama kamu yang nggak bisa temani.""Tapi, kan ... Om bukan tentara seperti Papa?" Semua orang kembali terdiam. Benar, Purnomo memang bukan tentara seperti apa yang sudah Ara katakan pada teman-temannya. Apa kata teman-temannya nanti kalau Ara tidak membawa ayahnya yang seorang tentara? Bisa habis dibuli lagi nanti. "Ara tenang saja," ujar Maya menepuk bahu cucunya pelan. Membuat Ara menoleh pada sang Eyang. "Nanti Om Pur dipinjami baju papa saja. Bilang sama Mama.""Oh iya, betul! Mama masih simpan baju tentara Papa kan? Nanti Om Pur pakai itu saja, ya. Biar teman-teman Ara percaya kalau papa Ara seorang tentara yang gagah perkasa!" celotehnya dengan ekspresi menggemaskan. Membuat semua orang yang ada di sana tertawa karena tingkah lucunya."Betul itu!" sahut Awan yang ikut tertawa juga. Di
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Tertangkap Basah

Mama?" Maya tersenyum, mendekat perlahan ke arah Wulan dan mengusap kepalanya dengan lembut. "Kamu sudah seperti anak Mama sendiri, Wulan. Terlepas kamu pernah menikah dengan Langit." Perempuan itu mengembuskan napas panjang. "Sudah saatnya kamu menikah lagi. Ara ... butuh sosok ayah, Nak," imbuhnya. Dia ingat bagaimana antusiasnya Ara saat menceritakan tentang Purnomo semalam sebelum tidur. Wajah anak lima tahun itu begitu ceria. Senyumnya selalu mengembang setiap kali bercerita tentang sosok Purnomo yang baru dikenalnya selama tiga hari itu.Baru tiga hari, tapi sudah sedekat itu? Sejak saat itu pula, Maya sadar akan keterikatan batin antara Purnomo dan Wulan melalui Ara."Bertahun-tahun Ara hidup tanpa sosok ayah. Dulu ... Langit selalu sibuk dengan tugas negara. Sehingga hanya punya waktu sedikit sekali saat membersamai Ara tumbuh dan berkembang."Maya menatap Purnomo dan Wulan bergantian. "Apa kamu masih cinta dengan Wulan, Mas Pur?" Maya menatap Purnomo lebih serius."Iya,
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Peran Baru

Wulan pun akhirnya menerima lamaran Purnomo. Lelaki itu senang bukan main, karena akhirnya penantiannya selama lima belas tahun berhasil mendapatkan wanita pujaan hatinya. Pernikahan pun digelar sederhana. Wulan menolak ada resepsi besa-besaran. Mengingat dirinya janda. Merasa malu. Hanya dihadiri keluarga juga tetangga dekat saja. Ara pun tak kalah bahagia. Bahkan dia selalu nempel pada Purnomo. "Yeay! Sekarang aku punya Ayah!" pekiknya sambil memeluk leher Purnomo. "Ara senang?" tanya Purnomo tak kalah antusias. "Pastilah, Om. Ara senang sekarang sudah punya ayah kayak teman-teman Ara.""Kalau gitu, panggilannya ganti dong. Masa masih Om. Kan udah jadi ayahnya Ara sekarang," pintanya menatap anak sambungnya itu."Oh iya, ya. Panggil apa, ya? Papa atau ayah?" Ara tampak berpikir dan meminta pendapat Purnomo."Nyamannya Ara saja panggil Papa atau ayah?""Ayah saja deh. Biar beda sama Papa Langit!""Oke, siap!""Ayah!" serunya lagi. Kali ini dia mencium pipi Purnomo. Membuat semua
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Kabar Baik

"Oh, ya, Sayang. Aku mau tanya deh!" Purnomo menatap sang Istri yang tengah mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Perempuan itu menoleh dan mematikan hairdryer-nya agar bisa mendengar dengan jelas apa yang akan ditanyakan suaminya. "Tanya apa?" "Kemarin kan aku sama Ara juara satu lomba baca puisi. Aku lihat Ara udah lumayan jago bacanya, katanya kamu yang ajarin. Emang iya?""Kenapa memang? Nggak percaya kalau aku yang ngajarin?" Wulan melirik sekilas. "Bukan nggak percaya. Aku percaya kalau kamu ibu yang hebat. Bisa mengajarkan apa saja sama Ara. Tapi ... ada satu hal yang buat aku penasaran."Purnomo sengaja tidak mengatakannya langsung agar Wulan bertanya-tanya. "Apa sih? Langsung to the point saja." Wulan tak sabar. Karena dia paling tidak suka basa-basi dan bertele-tele.Suaminya itu bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati sang istri. Lalu menatapnya cukup dalam. Membuat Wulan mengalihkan pandangannya ke arah lain untuk menutupi salah tingkahnya. Padahal mereka bar
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

Kecelakaan

"Bukan nggak senang, tapi kayak masih syok aja gitu. Masih nggak nyangka," balasnya. "Apalagi selama hamil Ara aku nggak didampingi suami. Meski keluarganya sangat-sangat baik. Tapi, tanpa suami itu rasanya ada yang kurang.""Sayang .... " Purnomo menggenggam lembut telapak tangan istrinya. "Aku janji akan berusaha selalu di sisimu. Menjadi suami dan ayah siaga. Untukmu juga untuk Ara dan calon buah hati kita," katanya dengan lembut dan menenangkan. Wulan mengangguk. Lalu mengambil napas dalam-dalam. "Satu hal yang aku mohon padamu, Sayang." Wulan menatap wajah suaminya dengan serius. "Apa?""Tolong jangan pernah berubah untuk Ara. Aku hanya khawatir saat anak kita lahir, kasih sayangmu pada Ara jadi berkurang," katanya dengan hati-hati. "Hei, kok bicara begitu? Tentu saja tidak. Karena Ara adalah pemersatu aku dan kamu. Kalau Allah nggak mempertemukan aku lebih dulu dengan Ara, mungkin aku juga nggak akan ketemu kamu," terangnya penuh keyakinan. Wulan mengangguk dan tersenyum. "
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

Ketegaran Hati

Perlahan Wulan membuka kedua matanya. Sayup-sayup terdengar suara merdu Purnomo melantunkan sholawat. Semakin lebar membuka mata, dia menangkap sosok suaminya sedang duduk sambil membelai lembut kepala Ara yang tidur di ranjang sebelah.Kemudian mengecup kening anak sambungnya cukup lama. Sebelum mengangkat kepala seraya mengusap jejak air mata di pipinya. Hati Wulan menghangat melihat betapa besar rasa sayang Purnomo terhadap anaknya. Padahal Ara bukanlah darah dagingnya. Wulan teringat akan buah hatinya yang masih di dalam rahim. Dia meraba permukaan perutnya. Keningnya mengernyit saat merasakan perutnya tak lagi buncit. Ada rasa perih juga di sana. Membuatnya meringis sakit. "Wulan!" Purnomo menoleh mendengar suara istrinya. Dia pun langsung mendekat dan tersenyum. "Alhamdulillah kamu sudah sadar, Sayang. Aku takut banget terjadi sesuatu sama kamu," katanya sambil menatap wajah istrinya dengan senyuman. Juga air mata yang kembali mengalir. Air mata bahagia juga duka."Yank, a
last updateLast Updated : 2025-03-07
Read more

Kasih Sayang Purnomo

Purnomo berlari lebih dulu menuju kamar Galaxy. Diikuti Wulan, Maya, Ningsih, Bintang, Bella, Rio, juga Awan yang penasaran. Anak-anak pun demikian. "Ada apa, Ra?" "Ara kenapa?" Purnomo dan Wulan mendekat dan memastikan tidak anaknya tidak ada luka atau apapun. "Iya. Kenapa? Kita semua panik dengar teriakan Ara." Maya pun ikut mendekat dan menatap cucunya dengan cemas. "Sakit, Mama ... tadi kejepit laci pas mau ambil buku di laci itu," rengeknya sambil memperlihatkan jarinya yang sedikit merah karena terjepit laci. "Astaghfirullah!" "Sini coba Ayah lihat." Purnomo menyentuh jari telunjuk Ara. Kemudian meniupnya beberapa kali. Lalu mengusapnya dengan lembut. "Mungkin Ara tadi kaget juga jadi sampai teriak," kekeh Wulan. "Nggak papa ini kok. Hanya luka kecil. Sudah ditiup Ayah, insyallah nanti sembuh," ujarnya ikut mengusap jari Ara yang sakit. "Aku pikir kenapa tadi lho. Sampai panik semua." Bintang terkekeh juga karena ikutan panik. "Lain kali hati-hati, A
last updateLast Updated : 2025-03-08
Read more

Dipaksa Nikah 2

"Nggak, Pak! Enak saja!" Sanggah Ara cepat. Dia langsung berdiri meski kakinya sedikit terkilir. "Terus ngapain di sini.? Terus kamu juga tadi teriak. Pasti lagi anu kan?" Cecarnya. "Nggak, Pak. Sumpah. Kita nggak ngapa-ngapain!" Laki-laki itu turut bersuara. Tak terima jika dituduh melakukan perbuatan tak senonoh. Apalagi dengan perempuan yang sudah menuduhnya sebagai anggota dari gengster yang meresahkan warga sekitar. "Halah ... banyak alasan! Bawa saja ke rumah Pak Lurah biar diadili!" seru mereka tak sabar. Dengan cepat, mereka pun mencekal pergelangan tangan keduanya dan membawanya menuju rumah Pak Lurah untuk diadili. Ara dan laki-laki itu terus menyangkal, tapi warga yang memergoki mereka pun tak peduli. Mereka masih menganggap jika keduanya sedang berbuat hal tak pantas di desanya. Orang-orang yang melihatnya pun bertanya-tanya. Mereka mengikutinya sampai rumah Pak Lurah. Sehingga banyak warga yang menonton. Seolah menjadi tontonan gratis. "Ada apa ini Bapak-bapa
last updateLast Updated : 2025-03-09
Read more

Pernikahan tak Diinginkan

["Hallo, Assalamu'alaikum, Mas. Tumben malam-malam telepon?"] Tubuh Ara lemas seketika mendengar suara Awan di seberang telepon. Dia mengusap wajahnya sambil menyandar pasrah. "Maaf, Wan ganggu. Ada hal penting ini. Ara ... Ara mau menikah." ["Apa? Menikah? Kapan? Kok dadakan? Tapi bukannya dia belum boleh menikah, ya karena kan masih belum dua tahun berdinas."] "Itu dia, Wan. Kena musibah," katanya pelan. Lalu mengembuskan napas kasar. ["Musibah? Gimana maksudnya, Mas?"] "Iya, Wan. Jadi ...." Purnomo menceritakan semua kejadiannya secara detail. Mulai dari versi orang-orang yang memergoki Ara dan Hafifi berduaan. Sampai versi Ara dan Hafifi. ["Astaghfirullah ...."] "Keputusan nggak bisa diganggu gugat, Wan. Mereka harus menikah sekarang juga," ujarnya tampak sedikit berat. Terlebih melihat bagaimana reaksi Ara. "Aku minta kamu jadi wali nikah Ara sekarang, Wan. Nikahkan Ara meski lewat sambungan telepon," pintanya. ["Ya Allah ... kok bisa begini? Ara nggak bisa menekan?
last updateLast Updated : 2025-03-10
Read more

Keras Kepalanya Ara

Laki-laki bercambang tipis itu terdiam sejenak. Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berkata, "saya akan berbicara hal ini dengan kedua orang tua saya dulu, Pak, Bu. Meski saya juga tidak menyangka akan menikah dengan cara seperti ini. Tapi saya memiliki prinsip untuk menikah hanya sekali seumur hidup. Saya pun yakin jika Allah memberikan jalan hidup saya seperti ini pasti ada kebaikan di dalamnya." Wulan menatap suaminya yang mengangguk. Sementara Ara tetap menatap penuh selidik. "Sekarang ceritakan siapa dirimu sebenarnya?" tanya Ara penasaran. "Kalau kamu memang bagian dari para gengster itu, maka aku akan mengantarmu ke jeruji besi karena sudah mengusik ketenangan warga sekitar!" tekannya menatap penuh intimidasi. "Ara, nggak boleh asal nuduh begitu tanpa bukti yang jelas," tegur sang mama. "Mana ada penjahat mau ngaku, Mama," balas Ara sambil memutar bola matanya. Namun, Hafifi sama sekali tak terusik. Senyum tipis terukir di wajah manisnya. "Sebelumnya, saya
last updateLast Updated : 2025-03-11
Read more
PREV
1234567
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status