Home / Romansa / Gairah Liar Istriku / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Gairah Liar Istriku: Chapter 31 - Chapter 40

56 Chapters

Bab 31. “Ini Bukan Kebetulan”

Tapi, tepat ketika Reno hendak memutar balik arah motornya, sebuah deru mesin mendadak terdengar. Keras, cepat, dan semakin mendekat. Reno hanya punya sepersekian detik untuk menoleh, dan saat itulah dia melihatnya—sebuah mobil Toyota Kijang berwarna gelap melaju dengan kecepatan tinggi ke arah dirinya. Lampu depan mobil itu menyilaukan, seperti dua kilatan tajam yang menusuk kegelapan malam.Segala sesuatu terjadi begitu cepat, tetapi bagi Reno, waktu seakan melambat. Adrenalin langsung menyentak ke seluruh tubuhnya, membuat inderanya waspada dalam sekejap. Napasnya tertahan, matanya melebar. Jarak antara dirinya dan mobil itu semakin menipis—lima meter, tiga meter—dan, telat beberapa detik saja, tubuhnya akan terhempas tanpa ampun ke udara, mungkin menabrak trotoar dengan suara dentuman mematikan.“sial!” Reno mengumpat seraya menari gas motornya dengan gerakan refleks. Ban belakang motor berdecit tajam saat roda berputar cepat di atas aspal. Dalam momen itu, tubuh Reno ikut merundu
last updateLast Updated : 2025-03-27
Read more

Bab 32. Bukti Yang Hilang

Alis Reno berkerut ketika melihat nama Nara muncul di layar. Dengan cepat, ia membuka pesan tersebut.“Maaf, Ren. Ponselku tadi mati dan baru saja selesai dicharge. Aku nggak tahu kalau kamu telepon. Ada apa?”Reno menghela napas panjang, sedikit lega. Jadi, itu alasannya Nara tidak mengangkat teleponnya. Bukan karena sedang dalam bahaya, melainkan karena ponselnya mati. Namun, meski pesan itu sedikit meredakan kecemasannya, firasat buruk di hatinya belum sepenuhnya hilang.Matanya kembali tertuju ke arah rumah Nara yang masih tampak sepi dari kejauhan. Mobil Rama terparkir di halaman, tetapi tidak ada tanda-tanda aktivitas yang mencurigakan.Reno mengetik balasan cepat.“Aku tadi cuma mau memastikan kamu baik-baik saja.”Butuh beberapa detik sebelum tanda “sedang mengetik” muncul di layar. Reno menunggu dengan sabar, meski dalam hatinya, ia masih merasakan ketegangan yang menggantung.Balasan Nara akhirnya muncul.“Iya, Rama sudah pulang.”Reno membaca pesan itu perlahan, berusaha me
last updateLast Updated : 2025-03-28
Read more

Bab 33. "Open The Fucking Door!"

Arka mengatupkan rahangnya erat-erat, hingga gigi gerahannya menggeretak. Dia masih memegang ponsel yang baru saja terputus sambungannya. Ada rasa tegang yang menguasai dadanya. Suara tawa di ujung telepon itu terdengar dingin dan sinis,, Tapi Arka seoerti mengenali nada itu dengan baik. Bandi.Bandi adalah salah satu anak buah Dita. Dulu, dia hanya seseorang yang patuh dan jarang berbicara. Tapi sekarang, dari caranya berbicara tadi, Arka tahu bahwa Bandi tidak lagi takut pada Dita… atau pada siapa pun.Dada Arka berdebar keras saat mengingat isi percakapan singkat itu.“Kau mencari ponsel itu, bukan?”Dan setelah itu, permintaan tebusan yang luar biasa besar: dua miliar rupiah.Belum sempat Arka mengatakan setuju atau menolak, Bandi langsung memutus panggilan.Di sebuah gudang tua yang gelap dan berdebu, Bandi meletakkan ponselnya di meja kayu reyot sambil tertawa keras. Beberapa orang di sekitarnya, gerombolan anak buah yang kini menjadi pengikutnya, ikut tertawa.“Coba bayangkan
last updateLast Updated : 2025-03-29
Read more

Bab 34. "Sebebntar Lagi Kamu Akan Tahu Nara"

DUK! DUK! DUK!Ketukan itu semakin keras dan kasar. Arka merasakan jantungnya berdegup begitu kencang hingga seolah hendak meledak. Dengan tangan gemetar, dia berjalan mendekati pintu, mencoba mengatur napasnya yang tiba-tiba memburu.“Buka, Arka! Buka pintu sialan ini sekarang juga!” suara itu terdengar lebih tajam dan penuh ancaman.Dita.Arka memejamkan matanya sejenak, merutuk dalam hati. Ia tahu Dita bukan orang yang sabar. Jika ia tidak segera membukakan pintu, perempuan itu mungkin akan membuat keributan yang lebih besar.Dengan enggan, Arka memutar kunci dan menarik gagang pintu. Begitu pintu terbuka, Dita langsung menerobos masuk tanpa menunggu undangan. Mata tajamnya menyapu seisi ruangan, lalu menatap Arka dengan sorot penuh tuntutan.“Ada apa?” Arka berusaha terdengar tenang, meski dadanya masih berdegup keras.Dita menatapnya dengan tatapan dingin. “Aku butuh sesuatu.”Arka mengernyit. “Sesuatu?”Dita mendekat, suaranya merendah, tapi penuh tekanan. “Rekaman itu, Arka. Re
last updateLast Updated : 2025-03-30
Read more

Bab 35. Saatnya Barburu

Keesokan paginya, di meja makan, Nara duduk di seberang Rama yang tengah menikmati sarapannya dengan santai. Aroma kopi hitam yang mengepul memenuhi ruangan, bercampur dengan bau roti panggang yang baru keluar dari pemanggang. Sinar matahari pagi yang menerobos melalui jendela dapur menyoroti meja kayu yang tertata rapi dengan piring, sendok, dan cangkir porselen berisi kopi hitam pekat.Nara mengaduk-aduk nasinya dengan sendok, namun ia tidak benar-benar berniat menyantapnya. Perutnya terasa penuh, bukan karena kenyang, melainkan karena pikirannya yang kacau. Semalaman ia nyaris tidak tidur, kepalanya dipenuhi bayangan-bayangan yang membuatnya gelisah. Sesekali, ia melirik ke arah Rama, yang tampak tenang menikmati sarapannya.Dengan ragu, ia akhirnya membuka suara. "Rama, aku ingin bicara sesuatu," katanya pelan, suaranya hampir tenggelam dalam suara detik jam dinding.Rama, yang tengah menyesap kopinya, melirik sekilas. Ia meletakkan cangkirnya kembali ke meja, lalu menghela napas
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

Bab 36. Nara Panik

Reno masih duduk di tepi ranjangnya, memandangi perban yang melilit lengannya. Kulitnya terasa perih di bawah perban itu, luka yang masih baru mengingatkannya pada kejadian semalam. Pikirannya berputar tanpa henti, mengulang kembali kejadian yang nyaris merenggut nyawanya. Mobil Kijang gelap itu muncul entah dari mana, melaju kencang ke arahnya dengan kecepatan yang tidak wajar. Jika saja ia tidak refleks menarik gas motor dengan kecepatan yang akurat, mungkin kini ia sudah menjadi berita utama di koran pagi ini. Pikiran itu membuat tengkuknya meremang.Ia mengepalkan tangannya, berusaha menekan rasa marah dan frustrasi yang bercampur aduk. Dadanya naik turun dengan napas berat. Ini bukan kebetulan. Seseorang menginginkan dirinya mati. Matanya menatap kosong ke lantai, kemudian beralih ke jendela yang setengah terbuka. Angin segar di pagi hari berhembus pelan membelai wajahnya, membawa kesunyian yang membuatnya semakin gelisah. Apakah ini peringatan? Atau ini hanya permulaan?Ponseln
last updateLast Updated : 2025-04-04
Read more

Bab 37. Semuanya Seperti Sedang Tidak Tepat

“Maaf, Pak Rama. Ibu Soraya…” Orang itu Bernama Andre. Ia melirik Soraya dengan cepat, seolah meminta izin tak langsung. “…saya perlu bicara sekarang. Ini soal transfer dana proyek luar negeri.”Soraya memutar tubuhnya sedikit, menatap Andre tanpa ekspresi. “Silakan, Pak Andre. Saya rasa Bapak Rama perlu tahu sekarang juga.”Rama menghela napas, mengusap wajahnya. “Apa lagi sekarang?”Andre berdiri tegak, keringat tampak membasahi pelipisnya. “Barusan kami menerima notifikasi dari bank—ada transfer keluar dari rekening escrow untuk proyek Semarang… sebesar 2,8 miliar.”Rama langsung duduk tegak. “Apa? Dana itu belum boleh dipakai sebelum tahap dua selesai!”Andre mengangguk, gugup. “Itu dia, Pak. Kami nggak tahu siapa yang meng-otorisasi. Sistem menunjukkan approval dari akun Bapak, tapi... Pak Rama belum pernah login hari ini, kan?”Rama memicingkan mata, nadanya berubah dingin. “Tentu saja belum. Laptop saya bahkan belum disentuh sejak pagi.”Soraya berpura-pura terkejut. “Ini bisa
last updateLast Updated : 2025-04-05
Read more

Bab 38. Penculikan Nara

Apartemen Arka.Lampu gantung di ruang tengah redup, hanya ditemani sorot layar laptop yang menampilkan folder dengan nama yang cukup jelas:"REKAMAN - NARA"Arka duduk di sofa, mengenakan kaus hitam lusuh, wajahnya serius menatap layar. Tangannya menggenggam mouse, kursornya sudah menyorot file video berdurasi 08:27. Detik-detik sebelum ia menyeret file itu ke jendela chat Dita.Ponselnya bergetar di atas meja. Notifikasi dari Dita:"Kirim sekarang. Aku tunggu. Setelah itu aku yang akan hancurkan dia."Arka menatap pesan itu lama. Pikirannya bercabang. Hatinya gelisah. Ini rencananya dari awal—menjadi alat untuk menghancurkan Nara, membuat Rama murka, dan Dita puas.Tapi sekarang...Matanya bergerak menatap thumbnail kecil di video itu. Wajah Nara. Lirih, rapuh, tapi hangat. Ingatannya berputar: senyum tipis Nara setelah mencuri waktu bersamanya di tengah dunia yang menghakimi. Sentuhan yang tulus. Napas yang bergetar di antara luka dan gairah.Tangannya menegang.Satu klik lagi, dan
last updateLast Updated : 2025-04-05
Read more

Bab 39. Kecurigaan Reno

Jantung Nara berdebar begitu cepat seolah hendak meledak dari dadanya. Dia membuka laci terakhir di rak ruang tamu—dan di sanalah, kunci mobil itu tergeletak, menyelip di antara tumpukan nota belanja dan baterai bekas.“YES!” serunya tertahan, cepat meraih kunci itu dan berdiri.Tanpa membuang waktu lagi, ia menyambar tas, jaket, lalu menuju pintu utama dengan langkah tergesa. Tangannya gemetar saat memutar kunci pintu, lalu membantingnya tertutup begitu ia keluar, langsung menguncinya dari luar.Di sisi lain rumah, dua pria berpakaian hoodie hitam itu baru saja membuka pintu belakang.Mereka masuk.Sunyi.Tapi ruang tamu kosong. Tirai bergoyang pelan. TV mati. Hanya bau parfum samar dan jejak sepatu wanita di lantai yang masih hangat.Salah satu dari mereka berjalan cepat ke jendela depan, mengintip keluar.Lampu mobil menyala.Mesin meraung.Mereka melihat sekilas sosok Nara di balik kemudi, wajahnya tegang tapi fokus. Mobil itu mundur cepat dari garasi, lalu melaju keluar gerbang.
last updateLast Updated : 2025-04-05
Read more

Bab 41. Mencari Alasan

Dengan hati-hati, Reno menjaga jarak. Motor hitam yang ia tunggangi melaju dalam keheningan malam, membuntuti mobil putih Nara yang meluncur mulus membelah jalanan kota yang mulai sepi. Lampu jalan menyorot lembut ke aspal basah bekas hujan sore tadi, memantulkan kilau samar pada helmnya yang legam. Angin dingin menerpa wajahnya yang tersembunyi di balik visor, menusuk hingga ke tengkuk, namun tidak cukup untuk mengalihkan pikirannya yang tengah kacau.Dalam diamnya, Reno menyadari betapa cepat degup jantungnya berdetak, hampir menyamai suara mesin motor yang menderu lembut. Bukan karena kecepatan, tapi karena pertanyaan yang terus berputar di kepalanya—pertanyaan yang tak berani ia jawab sendiri.Mobil itu berbelok ke kiri, memasuki kawasan yang tak asing baginya. Kompleks bangunan komersial yang di siang hari tampak biasa saja, kini menjelma menjadi wilayah abu-abu, tempat penginapan dan hotel-hotel yang ramai namun tetap menyimpan nuansa misterius. Papan-papan neon menyala temaram,
last updateLast Updated : 2025-04-06
Read more
PREV
123456
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status