"Bu, keluarkan kami dari sini!" aku berteriak sekencang mungkin sambil menggedor pintu keras. "Ibu, sudahlah jangan bicara sama mereka lagi. Mereka bukan keluarga kita, Bu. Mulai sekarang Ibu jangan hormati mereka lagi," Kania menatapku tajam. Sorot matanya tergambar kebencian untuk ibu mertua. "Janji ya, Bu. Mulai sekarang hanya ada kita berdua," putriku memelukku erat. Airmatanya mengalir hangat terasa. Ya Allah, anak sekecil ini saja sudah bisa merasakan sakit hati. Bahkan mungkin trauma yang akan dia bawa seumur hidupnya nanti. "Iya, Nak. Mulai saat ini, hanya ada kita berdua," jawabku mengecup pipi Kania penuh kasih. Begitu juga Kania, dengan telaten dia mengelus semua luka lebam di wajah dan tubuhku akibat pukulan ibu mertua. "Nia sayang Ibu," putriku merebahkan kepalanya di pangkuanku. Kembali aku menitikkan airmata. Bukan karena perlakuan mertua yang kejam, tapi memikirkan hati Kania yang harus tersakiti di usia sekecil ini. "Ayok, Indri, kita selesaikan persiapan nika
Terakhir Diperbarui : 2025-01-21 Baca selengkapnya