Share

Bab 5 Suami pamit kerja

last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-06 21:52:13

Akhirnya dengan berat hati, keesokan paginya aku menatap kepergian Mas Roni dengan untaian do'a. Begitu pun Mas Roni, berkali-kali dia mencium kepala Kania seakan sangat berat berpisah darinya.

"Sudah dong, Kania. Jangan nangis terus! Kapan ayahmu berangkat bekerja kalau begini terus," Ibu mertua mendecih sebal.

Kania yang memang takut kepada ibu, memilih bersembunyi di belakang ku.

"Ayah pergi dulu ya, Nia. Jadi anak yang baik, nurut sama ibu dan nenek," ujar Mas Roni kembali mencium Kania. Ia menyelipkan uang selembar merah di saku Kania.

"Mas pergi dulu, ya! Jaga diri baik-baik. Insyaallah setiap gajian mas akan kirim untuk kebutuhan kalian berdua," Mas Roni mengecup keningku mesra.

Ada debaran halus ketika mendapat perlakuan yang sangat jarang aku dapatkan itu. Ah, semoga saja suamiku beneran berubah. Aamiin.

"Nggak usah mesra-mesraan juga kali. Cepetan berangkat keburu siang!" Ibu mertua nampak nggak suka.

Mas Roni melambaikan tangannya ke arah kami sampai mobil menghilang di tikungan. Mas Roni pergi bekerja numpang mobil wanita cantik yang mengaku bos nya itu.

"Seandainya saja istri Roni itu Linda. Aku pasti sangat bahagia dan bangga memiliki menantu seperti dia, sudah cantik, baik, banyak duit pula. Nggak kayak kamu bisanya nyusahin aja!" cetus ibu mertua tanpa peduli perasaanku.

"Kenapa, nggak suka? Emang gitu kenyataannya," Ibu mertua mencebik kesal saat melihatku menatapnya.

Tanpa menjawab ocehannya, aku menuntun Kania masuk ke dalam rumah.

"Eh, mau kemana kamu? Main nyelonong aja!" Ujar ibu sewot.

"Dengar ya! Sampai Roni mengirim uang bulanan untuk kamu dan anakmu, kamu tidak boleh makan apapun di rumah ini. Karena semua yang ada disini ibu yang beli. Semuanya pake duit ibu. Jangan mimpi kamu bisa makan enak disini. Enak aja, udah dikasih numpang gratis masih mau makan gratis pula!" Ucapnya sambil berlalu pergi.

Aku hanya menarik nafas dalam, mengeluarkan beban hati yang terasa sangat berat. Bagaimana aku bertahan di rumah ini. Rasanya belum tentu aku sanggup lama-lama disini. Sehari saja rasanya berat banget, apalagi nggak ada celah sedikitpun untukku membela diri.

"Ibu kenapa? Ibu jangan sedih ya meskipun nenek marah-marah terus, ada Nia yang sayang sama Ibu, kok," putriku mengusap lenganku. Hingga tak terasa, airmata kembali menggenang di pelupuk mata ini.

'Ah, Kania. Maafkan ibumu yang terlalu rapuh,' hatiku berbisik.

"Nggak kok, Sayang! Yuk masuk, hari ini ibu harus bekerja di rumah Bu Santi," ucapku sambil mencium pipi Kania.

Alhamdulillah, meskipun hari ini masih cuti ke sekolah, aku mendapat pekerjaan di rumah Bu Santi. Sehingga aku punya alasan untuk keluar dari rumah ini.

"Nia boleh ikut, Bu?" putriku menatapku polos.

"Tentu saja, Nak!" kembali aku mencium putriku gemas.

Segera aku mendandani Kania secantik mungkin, meskipun dengan pakaian sederhana.

"Putri ibu cantik sekali," ucapku puas melihat Kania yang tumbuh semakin cantik.

"Ayok, Nak! Berangkat," aku mengeluarkan sepeda bututku dari samping rumah.

"Wah-wah, tuan putri mau kemana nih?" Ibu mertua menatap kami tajam sambil berkacak pinggang.

"Laras mau kerja, Bu!" jawabku sambil mendekati ibu. Bermaksud mencium punggung tangannya.

"Ish, ngapain dekat-dekat! Jangan berani sentuh kulit ibu ya. Ibu nggak mau ketularan miskin kayak kamu," ucapannya membuatku urung mendekat. Dengan mengucap salam, aku mengayuh sepeda bututku menuju rumah Bu Santi. Sesekali aku mengajak Kania bernyanyi untuk membuatnya senang.

****

Sore hari, pekerjaan di rumah Bu Santi akhirnya selesai juga. Setelah mendapat upah kerja, aku segera pamit pada tuan rumah. Aku nggak bisa lama-lama kerja di luar. Sebentar lagi, jam makan malam di rumah mertua. Aku harus menyiapkan makanan untuk mereka nanti.

"Laras, ini lauk untuk Kania. Dibawa ya," Bu Santi memberiku bungkusan plastik berisi nasi dan lauk.

"Alhamdulillah, makasih, Bu." Jawabku senang. Setidaknya ada makanan untuk hari ini. Sedangkan uang upah kerja bisa aku tabung sedikit demi sedikit untuk mengontrak rumah kembali.

Aku pun segera pamit kepada Bu Santi.

"Bu, bolehkah Kania minta es krim? Yang murah aja, Bu!" rengek putriku.

"Boleh, Nia. Nanti kita mampir di warung sebentar ya!" ucapku sambil tertawa.

"Asyik, makasih, Bu!" Kania bersorak bahagia. Kami pun melewati perjalanan pulang dengan bahagia. Apalagi saat Kania berjingkrak kegirangan mendapatkan es krim meskipun seharga lima ribu rupiah.

"Wah-wah-wah! Ingat pulang juga kamu, Laras! Jam berapa ini? Kamu mau bikin ibu sama iparmu mati kelaparan?" Ibu mertua menarik tanganku kasar saat aku menginjakkan kaki di teras rumah.

"Maaf, Bu! Laras baru selesai bekerja," jawabku.

"Cepat masak. Awas kalau Indri pulang makanan belum siap!" hardik Ibu mertua.

"Kania sekarang banyak uang, ya? Beli es krim segala. Jajan aja di gedein, sama mertua nggak ada ingatnya sama sekali," cebik ibu mertua sambil berlalu ke luar rumah. Disana sudah ada teman-teman arisan ibu mertua. Ibu-ibu rempong tukang gosip sana-sini.

"Alhamdulillah, akhirnya pergi juga," gumamku pelan sambil menuntun Kania masuk ke dalam rumah. Kali ini, aku menyuruh Kania main di dekatku. Aku nggak mau tiba-tiba Mas Heri masuk dan berbuat seperti kemarin.

"Wangi sekali makanannya. Kamu memang cocok banget jadi pembantu, Laras!" suara Mbak Indri mengagetkanku yang tengah menata meja makan.

Ternyata kakak iparku itu datang bersama istrinya. Baguslah, setidaknya dia nggak akan berani ganggu lagi.

"Jangan gitu dong, Sayang. Biar bagaimanapun Laras adalah adikmu juga," ucap Mas Heri sambil merangkul pundak mbak Indri.

"Indri benar Heri. Memang si Laras tuh cocoknya ya jadi babu. Sesuai tampangnya. Nggak usah belain dia segala," celetuk ibu mertua.

Ah, malas sekali meladeni mereka. Aku segera menuntun Kania masuk ke dalam kamar, membiarkan mereka menikmati masakanku sesuka hati.

Bab terkait

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 6 Perlakuan Buruk Mertua

    Satu bulan sudah setelah Mas Roni pamit bekerja di Jakarta. Berbagai perlakuan buruk pun aku terima dari mertua dan juga iparku. Begitu pun dengan Kania, putriku tak sedikitpun menerima kasih sayang di rumah besar ini. "Ibu, kapan ayah pulang?" tanya Kania saat kami pulang dari sekolah. "Ibu juga nggak tau, Nak! Nanti kita telpon ayah di rumah ya!" ucapku menghibur Kania. "Janji ya, Bu!" "Iya, Nia," aku berusaha meyakinkan Kania. "Horeee, makasih Bu!" Kania memelukku erat. Aku hanya tersenyum kecut mengingat jarangnya Mas Roni menelpon kami. Menanyakan keberadaan Kania pun sangat jarang."Apa aku coba telpon Mas Roni sekarang aja ya? Ini baru jam setengah satu. Harusnya mas Roni masih istirahat," aku bergumam sendirian.Akhirnya, aku menepikan sepedaku terlebih dahulu. Mengajak Kania duduk di pos ronda. Mencoba menghubungi suamiku, ayah yang dirindukan Kania."Halo," suara mas Roni di seberang sana."Halo, Ayah. Ini Kania, ayah kapan pulang? Nia kangen sama ayah." Rengek putriku

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 7 Reaksi Ibu mertua dan Ipar

    "Apa? Ngontrak? Punya uang darimana kamu?" Ibu mertua marah mendengar keinginanku ngontrak."Dia bisnis kali, Bu!" terdengar Mas Heri menengahi."Bisnis apa yang menghasilkan duit cepat dan banyak, Mas?" Mbak Indri mengedipkan matanya pada ibu."Oh, ibu ngerti. Jadi kamu selama sebulan ini pamit kerja itu ju al diri, ya? Wah, nggak nyangka. Ada juga yang tertarik sama kamu hingga pakai jasamu! Memangnya berapa ta rif mu sekali main?" Ibu mertua langsung menghakimi. Sementara mbak Indri tertawa puas."Astaghfirullah, Bu. Aku masih punya harga diri, aku masih punya iman. Aku selama ini bekerja dari rumah ke rumah. Bukan ju al diri!" aku berdiri tak terima dengan tuduhan hina ini."Alah, kalau benar kerja begitu. Ngapain pingin ngontrak segala?" Ibu masih tidak percaya."Aku nggak mau merepotkan ibu dengan menumpang disini." Jawabku masih berusaha untuk tidak menyinggung perasaan ibu mertua."Dengar ya, Laras. Kamu boleh keluar dari rumah ini setelah melunasi sewa kos kamu bulan lalu sam

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 8 Barang-barang yang mencurigakan

    Dua bulan sudah aku tinggal di rumah mertua. Selama ini pula aku terus membesarkan hati Kania agar tidak menjadi rendah diri dan pesimis. Kania ku harus menjadi wanita yang tangguh dan mandiri nantinya. Ajakan tak pantas dari Mas Heri pun kerap aku dapatkan. Namun, rupanya Alloh SWT masih sayang kepadaku. Berbagai upaya Mas Heri selalu gagal dan tak berkutik jika berhadapan dengan istri maupun ibunya."Mas Roni, kapan kamu akan kembali?" bisikku pelan dikeheningan malam. Hanya malam yang membuat aku tenang. Tenang mengadukan semuanya kepada Dia, Sang Pencipta. Dari sanalah kekuatanku untuk terus bertahan dan berjuang demi Kania seorang selalu terpupuk kuat.Begitu pun dengan kesabaranku. Demi baktiku sama suami, aku mencoba bertahan sampai sekarang di rumah ini. Menunggu keputusan bersama suami."Laras! Bangun!" Suara Ibu mertua membuatku kaget. Tumben beliau memanggil namaku dini hari begini. "Bantu Ibu bawa barang-barang masuk ke dalam rumah, cepat!" teriaknya."Barang-barang?

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 9 Siksaan dari Ibu mertua

    "Jam berapa akadnya dilaksanakan? Nanti ibu bersama kakakmu akan menyesuaikan kedatangan kami kesana agar tak malu-maluin,""Baju seragam keluarga yang kamu kirim udah sampai. Tinggal Indri yang belum mencobanya. Hanya saja, masa besanan sama orang kaya kita datang nggak pake mobil,""Nah gitu dong, baru namanya anak ibu. Kalau kamu udah transfer uangnya ibu mau cari mobilnya sekarang juga," Ibu mertua entah dengan siapa ber telpon ria. Kelihatannya bahagia sekali.Aih, kenapa aku jadi nguping begini? Gara-gara Mas Roni nggak bisa di telpon sih. Kukira masalah sinyal sampe aku harus mengendap-endap kayak kucing mau nyuri ikan. Eh, taunya emang ganti nomor dia. Ngeselin banget emang. Mana dengar omongan ibu mertua di telpon bikin jiwa detektif aku meronta-ronta. Untuk menghilangkan penat, aku keluar dari rumah. Mumpung Kania lagi tidur siang. Jadi bisa kutinggalkan barang sejenak. Sengaja aku pilih jalan belakang, agar tak kena teguran atau makian dari ibu dan ipar."Hey Bu ibu dengar

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 10 Oleh oleh Madu

    "Bu, keluarkan kami dari sini!" aku berteriak sekencang mungkin sambil menggedor pintu keras. "Ibu, sudahlah jangan bicara sama mereka lagi. Mereka bukan keluarga kita, Bu. Mulai sekarang Ibu jangan hormati mereka lagi," Kania menatapku tajam. Sorot matanya tergambar kebencian untuk ibu mertua. "Janji ya, Bu. Mulai sekarang hanya ada kita berdua," putriku memelukku erat. Airmatanya mengalir hangat terasa. Ya Allah, anak sekecil ini saja sudah bisa merasakan sakit hati. Bahkan mungkin trauma yang akan dia bawa seumur hidupnya nanti. "Iya, Nak. Mulai saat ini, hanya ada kita berdua," jawabku mengecup pipi Kania penuh kasih. Begitu juga Kania, dengan telaten dia mengelus semua luka lebam di wajah dan tubuhku akibat pukulan ibu mertua. "Nia sayang Ibu," putriku merebahkan kepalanya di pangkuanku. Kembali aku menitikkan airmata. Bukan karena perlakuan mertua yang kejam, tapi memikirkan hati Kania yang harus tersakiti di usia sekecil ini. "Ayok, Indri, kita selesaikan persiapan nika

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 1 Ayam goreng untuk putriku

    "Kok makanannya cuma diaduk gitu, Nak?" aku melirik ke arah Kania putri satu-satunya,"Nia pingin makan dengan ayam goreng, Bu!" wajah cantiknya berubah sendu,"Pagi begini mana ada ayam goreng, Nak! Ibu belum sempat belanja!" jawabku menghiburnya,"Tuh... Mamanya ridho sempat kok belanja, Bu! Wanginya aja tercium enak sekali, apalagi rasanya!" Kania menelan air liurnya.Mendengar ocehan putriku hati ini mencelos seketika. Dengan mengusap sudut mata ini aku mendekati Kania sambil mengelus pucuk kepalanya lembut."Mungkin mamanya Ridho beli ayamnya kemarin sore, Nak! Sekarang Nia habiskan dulu makannya! Ibu janji kalau gajian nanti Ibu akan belikan Nia ayam yang banyak!" ucapku menahan getir berusaha tersenyum,"Hore! Janji ya, Bu! Nia udah bosan makan cuma dengan sambal atau garam," celoteh riang putriku sukses membuat ulu hati ini berdenyut nyeri.Ini memang akhir bulan, tak ada sedikitpun uang di dompetku. Mas Roni suamiku masih berselimut mimpi di kamar. Tak sedikitpun rasa risau p

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   bab 2 Terusir dari kontrakan

    Aku terpaku menatap kepergian Bu Laras. Airmata yang sedari tadi ku tahan, akhirnya mengalir begitu saja.'Bagaimana aku bertahan hidup tanpa uang sepeserpun sekarang?' pikiranku dipenuhi berbagai pertanyaan yang tak ada jawabnya."Ibu kenapa menangis? Bukannya tadi bilang mau masak ayam untuk nia?" Kania putriku menarik ujung baju yang bahkan belum sempat aku ganti.Dengan terpaksa, aku memberikan senyuman untuk putriku, "sebentar ibu ganti baju dulu ya! Abis itu kita masak sama-sama." Tanpa menunggu jawaban Kania, aku berlalu ke dalam kamar. Mengganti baju dinas ku dengan daster lusuh yang entah sudah berapa tahun nggak pernah ganti.Menatap diri di cermin sambil menghapus airmata yang kembali mengalir deras. Mencoba menguatkan hati demi Kania seorang.Aku segera menuju dapur yang hanya dipisah oleh sekat tipis dari triplek bekas. Segera ku racik bumbu untuk ayam goreng. Tak lupa juga aku menanak nasi satu liter. Hari ini biarlah aku memasak lebih banyak, biar Kania bisa nambah ber

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   bab 3 Terpaksa pindah ke rumah mertua

    "Bu, kenapa ibu gendut itu melempar barang kita keluar? Itu kan rumah kita," Kania menatapku sambil berlinang airmata. "Itu bukan rumah kita, Nia. Ayok bantu ibu beresin ini semua," jawabku pelan. Sakit rasanya diusir seperti binatang seperti sekarang ini. Apalagi kalau melihat Kania memeluk boneka berbi kesayangannya sambil terus terisak, "Setelah ini kita mau tidur dimana, Bu?" "Kita akan ke rumah nenek," jawabku pasti. Meskipun aku sendiri nggak yakin mertuaku itu mau menerima kehadiranku dan Kania atau tidak."Tapi nenek galak sama nia, Bu!" Kania menundukkan kepalanya. Raut sedih makin tergambar jelas di wajah cantiknya."Insyaallah nenek sayang kok sama Nia. Nia hanya perlu menuruti apa kata nenek nanti ya!" aku berusaha membesarkan hati Kania, meskipun hati kecilku menjerit. Aku sadar, ucapanku hanya penghibur keraguan. Bahkan dari pertama aku menjadi menantu di keluarga itu, tak sedikitpun ibu mertua memperlakukanku dengan baik.Menjelang magrib semua barang-barang ku selesa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06

Bab terbaru

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 10 Oleh oleh Madu

    "Bu, keluarkan kami dari sini!" aku berteriak sekencang mungkin sambil menggedor pintu keras. "Ibu, sudahlah jangan bicara sama mereka lagi. Mereka bukan keluarga kita, Bu. Mulai sekarang Ibu jangan hormati mereka lagi," Kania menatapku tajam. Sorot matanya tergambar kebencian untuk ibu mertua. "Janji ya, Bu. Mulai sekarang hanya ada kita berdua," putriku memelukku erat. Airmatanya mengalir hangat terasa. Ya Allah, anak sekecil ini saja sudah bisa merasakan sakit hati. Bahkan mungkin trauma yang akan dia bawa seumur hidupnya nanti. "Iya, Nak. Mulai saat ini, hanya ada kita berdua," jawabku mengecup pipi Kania penuh kasih. Begitu juga Kania, dengan telaten dia mengelus semua luka lebam di wajah dan tubuhku akibat pukulan ibu mertua. "Nia sayang Ibu," putriku merebahkan kepalanya di pangkuanku. Kembali aku menitikkan airmata. Bukan karena perlakuan mertua yang kejam, tapi memikirkan hati Kania yang harus tersakiti di usia sekecil ini. "Ayok, Indri, kita selesaikan persiapan nika

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 9 Siksaan dari Ibu mertua

    "Jam berapa akadnya dilaksanakan? Nanti ibu bersama kakakmu akan menyesuaikan kedatangan kami kesana agar tak malu-maluin,""Baju seragam keluarga yang kamu kirim udah sampai. Tinggal Indri yang belum mencobanya. Hanya saja, masa besanan sama orang kaya kita datang nggak pake mobil,""Nah gitu dong, baru namanya anak ibu. Kalau kamu udah transfer uangnya ibu mau cari mobilnya sekarang juga," Ibu mertua entah dengan siapa ber telpon ria. Kelihatannya bahagia sekali.Aih, kenapa aku jadi nguping begini? Gara-gara Mas Roni nggak bisa di telpon sih. Kukira masalah sinyal sampe aku harus mengendap-endap kayak kucing mau nyuri ikan. Eh, taunya emang ganti nomor dia. Ngeselin banget emang. Mana dengar omongan ibu mertua di telpon bikin jiwa detektif aku meronta-ronta. Untuk menghilangkan penat, aku keluar dari rumah. Mumpung Kania lagi tidur siang. Jadi bisa kutinggalkan barang sejenak. Sengaja aku pilih jalan belakang, agar tak kena teguran atau makian dari ibu dan ipar."Hey Bu ibu dengar

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 8 Barang-barang yang mencurigakan

    Dua bulan sudah aku tinggal di rumah mertua. Selama ini pula aku terus membesarkan hati Kania agar tidak menjadi rendah diri dan pesimis. Kania ku harus menjadi wanita yang tangguh dan mandiri nantinya. Ajakan tak pantas dari Mas Heri pun kerap aku dapatkan. Namun, rupanya Alloh SWT masih sayang kepadaku. Berbagai upaya Mas Heri selalu gagal dan tak berkutik jika berhadapan dengan istri maupun ibunya."Mas Roni, kapan kamu akan kembali?" bisikku pelan dikeheningan malam. Hanya malam yang membuat aku tenang. Tenang mengadukan semuanya kepada Dia, Sang Pencipta. Dari sanalah kekuatanku untuk terus bertahan dan berjuang demi Kania seorang selalu terpupuk kuat.Begitu pun dengan kesabaranku. Demi baktiku sama suami, aku mencoba bertahan sampai sekarang di rumah ini. Menunggu keputusan bersama suami."Laras! Bangun!" Suara Ibu mertua membuatku kaget. Tumben beliau memanggil namaku dini hari begini. "Bantu Ibu bawa barang-barang masuk ke dalam rumah, cepat!" teriaknya."Barang-barang?

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 7 Reaksi Ibu mertua dan Ipar

    "Apa? Ngontrak? Punya uang darimana kamu?" Ibu mertua marah mendengar keinginanku ngontrak."Dia bisnis kali, Bu!" terdengar Mas Heri menengahi."Bisnis apa yang menghasilkan duit cepat dan banyak, Mas?" Mbak Indri mengedipkan matanya pada ibu."Oh, ibu ngerti. Jadi kamu selama sebulan ini pamit kerja itu ju al diri, ya? Wah, nggak nyangka. Ada juga yang tertarik sama kamu hingga pakai jasamu! Memangnya berapa ta rif mu sekali main?" Ibu mertua langsung menghakimi. Sementara mbak Indri tertawa puas."Astaghfirullah, Bu. Aku masih punya harga diri, aku masih punya iman. Aku selama ini bekerja dari rumah ke rumah. Bukan ju al diri!" aku berdiri tak terima dengan tuduhan hina ini."Alah, kalau benar kerja begitu. Ngapain pingin ngontrak segala?" Ibu masih tidak percaya."Aku nggak mau merepotkan ibu dengan menumpang disini." Jawabku masih berusaha untuk tidak menyinggung perasaan ibu mertua."Dengar ya, Laras. Kamu boleh keluar dari rumah ini setelah melunasi sewa kos kamu bulan lalu sam

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 6 Perlakuan Buruk Mertua

    Satu bulan sudah setelah Mas Roni pamit bekerja di Jakarta. Berbagai perlakuan buruk pun aku terima dari mertua dan juga iparku. Begitu pun dengan Kania, putriku tak sedikitpun menerima kasih sayang di rumah besar ini. "Ibu, kapan ayah pulang?" tanya Kania saat kami pulang dari sekolah. "Ibu juga nggak tau, Nak! Nanti kita telpon ayah di rumah ya!" ucapku menghibur Kania. "Janji ya, Bu!" "Iya, Nia," aku berusaha meyakinkan Kania. "Horeee, makasih Bu!" Kania memelukku erat. Aku hanya tersenyum kecut mengingat jarangnya Mas Roni menelpon kami. Menanyakan keberadaan Kania pun sangat jarang."Apa aku coba telpon Mas Roni sekarang aja ya? Ini baru jam setengah satu. Harusnya mas Roni masih istirahat," aku bergumam sendirian.Akhirnya, aku menepikan sepedaku terlebih dahulu. Mengajak Kania duduk di pos ronda. Mencoba menghubungi suamiku, ayah yang dirindukan Kania."Halo," suara mas Roni di seberang sana."Halo, Ayah. Ini Kania, ayah kapan pulang? Nia kangen sama ayah." Rengek putriku

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 5 Suami pamit kerja

    Akhirnya dengan berat hati, keesokan paginya aku menatap kepergian Mas Roni dengan untaian do'a. Begitu pun Mas Roni, berkali-kali dia mencium kepala Kania seakan sangat berat berpisah darinya."Sudah dong, Kania. Jangan nangis terus! Kapan ayahmu berangkat bekerja kalau begini terus," Ibu mertua mendecih sebal.Kania yang memang takut kepada ibu, memilih bersembunyi di belakang ku. "Ayah pergi dulu ya, Nia. Jadi anak yang baik, nurut sama ibu dan nenek," ujar Mas Roni kembali mencium Kania. Ia menyelipkan uang selembar merah di saku Kania. "Mas pergi dulu, ya! Jaga diri baik-baik. Insyaallah setiap gajian mas akan kirim untuk kebutuhan kalian berdua," Mas Roni mengecup keningku mesra. Ada debaran halus ketika mendapat perlakuan yang sangat jarang aku dapatkan itu. Ah, semoga saja suamiku beneran berubah. Aamiin."Nggak usah mesra-mesraan juga kali. Cepetan berangkat keburu siang!" Ibu mertua nampak nggak suka. Mas Roni melambaikan tangannya ke arah kami sampai mobil menghilang d

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 4 Perlakuan Buruk Ibu mertua

    Suara kokok ayam dini hari membangunkanku dari mimpi. Aku menoleh kesamping, menatap wajah polos Kania yang terlelap. Ku usap kepalanya penuh cinta, lalu ku kecup sambil melapazkan do'a untuknya.Aku menuju kamar mandi yang tak jauh dari kamarku. Aku ambil air wudhu, lalu dengan khusyuk aku memohon pertolongan kepada Sang Pemberi Kehidupan, Alloh SWT. Aku adukan semua kerisauan hati dan beban yang terasa berat ini hanya kepadaNya. Dalam kondisi seperti ini, aku hanya memiliki Dia, Sang Pemberi Kehidupan. Tak ada sanak saudara di kota ini. Bahkan kedua orangtuaku di kampung sudah meninggal tak lama setelah aku menikah dengan Mas Roni.Menunggu waktu subuh, aku mulai membereskan sebagian barang-barangku. Hingga terdengar adzan subuh berkumandang, pekerjaanku separuhnya selesai.Aku membangunkan Kania untuk sholat subuh berjamaah. Meskipun Kania masih kecil, bukan alasan bagiku untuk tidak melatih kedisiplinan kepadanya. Apalagi dalam hal ibadah. "Hari ini sekolahnya libur dulu, ibu su

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   bab 3 Terpaksa pindah ke rumah mertua

    "Bu, kenapa ibu gendut itu melempar barang kita keluar? Itu kan rumah kita," Kania menatapku sambil berlinang airmata. "Itu bukan rumah kita, Nia. Ayok bantu ibu beresin ini semua," jawabku pelan. Sakit rasanya diusir seperti binatang seperti sekarang ini. Apalagi kalau melihat Kania memeluk boneka berbi kesayangannya sambil terus terisak, "Setelah ini kita mau tidur dimana, Bu?" "Kita akan ke rumah nenek," jawabku pasti. Meskipun aku sendiri nggak yakin mertuaku itu mau menerima kehadiranku dan Kania atau tidak."Tapi nenek galak sama nia, Bu!" Kania menundukkan kepalanya. Raut sedih makin tergambar jelas di wajah cantiknya."Insyaallah nenek sayang kok sama Nia. Nia hanya perlu menuruti apa kata nenek nanti ya!" aku berusaha membesarkan hati Kania, meskipun hati kecilku menjerit. Aku sadar, ucapanku hanya penghibur keraguan. Bahkan dari pertama aku menjadi menantu di keluarga itu, tak sedikitpun ibu mertua memperlakukanku dengan baik.Menjelang magrib semua barang-barang ku selesa

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   bab 2 Terusir dari kontrakan

    Aku terpaku menatap kepergian Bu Laras. Airmata yang sedari tadi ku tahan, akhirnya mengalir begitu saja.'Bagaimana aku bertahan hidup tanpa uang sepeserpun sekarang?' pikiranku dipenuhi berbagai pertanyaan yang tak ada jawabnya."Ibu kenapa menangis? Bukannya tadi bilang mau masak ayam untuk nia?" Kania putriku menarik ujung baju yang bahkan belum sempat aku ganti.Dengan terpaksa, aku memberikan senyuman untuk putriku, "sebentar ibu ganti baju dulu ya! Abis itu kita masak sama-sama." Tanpa menunggu jawaban Kania, aku berlalu ke dalam kamar. Mengganti baju dinas ku dengan daster lusuh yang entah sudah berapa tahun nggak pernah ganti.Menatap diri di cermin sambil menghapus airmata yang kembali mengalir deras. Mencoba menguatkan hati demi Kania seorang.Aku segera menuju dapur yang hanya dipisah oleh sekat tipis dari triplek bekas. Segera ku racik bumbu untuk ayam goreng. Tak lupa juga aku menanak nasi satu liter. Hari ini biarlah aku memasak lebih banyak, biar Kania bisa nambah ber

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status