Home / Rumah Tangga / Menantu Terbuang dipinang Sultan / bab 2 Terusir dari kontrakan

Share

bab 2 Terusir dari kontrakan

last update Last Updated: 2025-01-06 20:24:49

Aku terpaku menatap kepergian Bu Laras. Airmata yang sedari tadi ku tahan, akhirnya mengalir begitu saja.

'Bagaimana aku bertahan hidup tanpa uang sepeserpun sekarang?' pikiranku dipenuhi berbagai pertanyaan yang tak ada jawabnya.

"Ibu kenapa menangis? Bukannya tadi bilang mau masak ayam untuk nia?" Kania putriku menarik ujung baju yang bahkan belum sempat aku ganti.

Dengan terpaksa, aku memberikan senyuman untuk putriku, "sebentar ibu ganti baju dulu ya! Abis itu kita masak sama-sama."

Tanpa menunggu jawaban Kania, aku berlalu ke dalam kamar. Mengganti baju dinas ku dengan daster lusuh yang entah sudah berapa tahun nggak pernah ganti.

Menatap diri di cermin sambil menghapus airmata yang kembali mengalir deras. Mencoba menguatkan hati demi Kania seorang.

Aku segera menuju dapur yang hanya dipisah oleh sekat tipis dari triplek bekas. Segera ku racik bumbu untuk ayam goreng. Tak lupa juga aku menanak nasi satu liter. Hari ini biarlah aku memasak lebih banyak, biar Kania bisa nambah berkali-kali dengan lauk ayam goreng kesukaannya.

"Hm, wangi sekali ayam gorengnya, Bu!" Kania berceloteh sendiri sambil asyik memainkan boneka berbi satu-satunya. Itupun pemberian kakak sepupunya saat kami berkunjung tahun lalu.

Sedih? Tentu saja. Bahkan untuk mainan putri semata wayangku hanya bisa memberinya mainan bekas.

Tapi apalah daya, penghasilanku yang hanya guru honor di sebuah sekolah dasar hanya cukup untuk biaya makan dan bayar kontrakan. Itu pun ditambah jam kerja aku menjadi buruh setrika dan cuci baju kalau hari libur sekolah.

Satu jam berkutat di dapur akhirnya ayam goreng permintaan Kania siap di meja makan beserta nasi hangat. Untuk menambah cita rasa, aku membuat sambal cabe hijau kesukaan aku dan Mas Roni.

Ah, entah kemana suamiku itu. Lelah rasanya memilki suami seperti dia. Bukannya menafkahi keluarga, malah menjadi beban keluarga.

"Kania makan sini," aku memanggil Kania yang asyik bermain. Gadis kecilku itu langsung menghampiri ku dan menerima piring berisi nasi dan sepotong ayam goreng yang paling besar.

"Ayam goreng Ibu memang juara!" ucapnya dengan mulut penuh,

"Kalau makan jangan bicara!" aku menatapnya bahagia.

"Benar, Bu! Ayam goreng buatan Ibu lebih enak daripada ayam goreng pemberian temanku di sekolah," jawabnya lagi sampai hampir tersedak.

"Memangnya kapan Nia diberi ayam goreng oleh temanmu itu?" aku jadi penasaran.

"Waktu habis olahraga, Bu. Kemarin kan teman nia bawa bekal semua ke sekolah. Ada yang ngasih potongan ayam gorengnya ke Nia," jawabnya jujur.

Sayangnya, jawaban jujur dari Kania membuatku sesak. Rasanya nasi yang ada di kerongkongan begitu sulit untuk masuk ke dalam perut. Miris memang, ketika anak yang lain bisa membawa bekal semau mereka, putriku harus menunggu gajian ibunya yang tak seberapa hanya untuk sepotong ayam goreng.

"Assalamualaikum, Laras."

"Waalaikum salam," jawabku bergegas membuka pintu.

"Maaf ganggu waktunya, kamu bisa ke rumah ibu nggak sore ini? Kebetulan tukang cuci gosok di rumah lagi sakit," Bu Aminah langsung kepada maksud kedatangannya.

"Insyaallah bisa, Bu!" senyumku sumringah. Alhamdulillah disaat aku tidak memiliki uang sepeserpun ada jalan rezeki untuk Kania.

"Alhamdulillah, ibu tunggu ya Laras. Jangan sampai telat. Takutnya putra ibu keburu pulang ke rumah, dia paling tidak suka melihat rumah berantakan," Bu Aminah tersenyum sambil pamit undur diri.

"Kania, udah selesai belum makannya? Kita harus pergi ke rumah Bu Aminah sekarang," ucapku lembut.

"Sudah, Bu! Nia bantu beresin ya," putriku tersenyum riang. Dengan cekatan Kania membawa gelas dan piring kotor ke kamar mandi untuk dibersihkan. Sementara aku membereskan sisa makanan lalu menyapunya kembali hingga bersih.

Setelah urusan rumah selesai, aku ganti pakaian dengan yang lebih pantas dan sopan untuk bekerja di rumah orang. Tak lupa jilbab instan yang hampir pudar warnanya ku pasang untuk menutupi rambutku.

Dengan hati gembira, aku membonceng Kania menuju rumah Bu Aminah. Hingga tak terasa, kami sudah sampai didepan rumah besar yang sangat bersih dengan dominan cat putih.

"Assalamualaikum," ku ucap salam sedikit keras. Takutnya Bu Aminah sedang di belakang rumahnya.

"Waalaikumsalam," tak disangka orangnya muncul dari samping rumah sambil membawa sapu lidi.

"Oalah, cepet juga ya kamu datang. Mari masuk," dengan ramahnya Bu Aminah menyambut kami berdua. Aku pun di ajak beliau ke sebuah ruangan di samping tempat penyimpanan mesin cuci.

"Ini baju yang harus kamu setrika, Laras. Untuk baju yang harus di cuci, sudah ada di dalam mesin cuci,"

"Setelah selesai mencuci, kamu jemur di gantungan yang itu. Kalau baju yang sudah di setrika, kamu tumpuk rapi aja. Biar nanti saya yang beresin," ucapnya memberiku pengarahan.

Aku hanya mengangguk tanda mengerti. Segera aku mulai pekerjaan pertama ku di rumah Bu Aminah. 'Semoga beliau menyukai hasil kerjaku,' bisikku dalam hati.

Setelah tiga jam berlalu, akhirnya semua pekerjaanku selesai. Bukan hanya cuci setrika baju, bahkan aku membantu membersihkan rumah Bu Aminah hingga beliau senang denganku.

"Ini upah kamu kerja hari ini. Kalau boleh, ibu minta nomor hape kamu. Biar mudah saat dibutuhkan," Bu Aminah memberiku uang tiga ratus ribu rupiah.

"Alhamdulillah, terimakasih banyak, Ibu." aku terharu mendapat uang cukup besar hari ini.

"Sama-sama, Laras." jawab Bu Aminah.

"Nek, Kania pulang dulu ya," Kania mencium punggung tangan Bu Aminah. Setelah itu kami pulang kembali dengan mengayuh sepeda bututku.

****

"Astaghfirullah," aku kaget saat barang-barangku berserakan di luar rumah.

"Akhirnya kamu pulang juga, Laras! Kamu ingat ucapan saya tadi? Kalau sampai sore uang kontrakan belum lunas kamu harus angkat kaki dari rumah ini," Bu Imas memaki maki sambil terus melemparkan barang dari rumah kontrakanku.

"Tapi, Bu...!"

"Apa? Mau minta keringanan lagi? Jangan mimpi kamu! Cepat kemasi barang kamu. Kasih tau sama suami mu yang pengangguran itu, kalau nggak kerja jangan mau ngontrak di rumah orang! Bikin aku rugi aja," ucapan Bu Imas membuatku mengusap dada.

Dengan dibantu tangan mungil Kania, aku mengeluarkan semua barang milikku, ku rapikan dan ku ikat dengan dibantu beberapa tetangga yang merasa iba kepadaku. Sedangkan Mas Roni suamiku, setelah merampas uang dariku hingga saat ini tak nampak batang hidungnya.

Related chapters

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   bab 3 Terpaksa pindah ke rumah mertua

    "Bu, kenapa ibu gendut itu melempar barang kita keluar? Itu kan rumah kita," Kania menatapku sambil berlinang airmata. "Itu bukan rumah kita, Nia. Ayok bantu ibu beresin ini semua," jawabku pelan. Sakit rasanya diusir seperti binatang seperti sekarang ini. Apalagi kalau melihat Kania memeluk boneka berbi kesayangannya sambil terus terisak, "Setelah ini kita mau tidur dimana, Bu?" "Kita akan ke rumah nenek," jawabku pasti. Meskipun aku sendiri nggak yakin mertuaku itu mau menerima kehadiranku dan Kania atau tidak."Tapi nenek galak sama nia, Bu!" Kania menundukkan kepalanya. Raut sedih makin tergambar jelas di wajah cantiknya."Insyaallah nenek sayang kok sama Nia. Nia hanya perlu menuruti apa kata nenek nanti ya!" aku berusaha membesarkan hati Kania, meskipun hati kecilku menjerit. Aku sadar, ucapanku hanya penghibur keraguan. Bahkan dari pertama aku menjadi menantu di keluarga itu, tak sedikitpun ibu mertua memperlakukanku dengan baik.Menjelang magrib semua barang-barang ku selesa

    Last Updated : 2025-01-06
  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 4 Perlakuan Buruk Ibu mertua

    Suara kokok ayam dini hari membangunkanku dari mimpi. Aku menoleh kesamping, menatap wajah polos Kania yang terlelap. Ku usap kepalanya penuh cinta, lalu ku kecup sambil melapazkan do'a untuknya.Aku menuju kamar mandi yang tak jauh dari kamarku. Aku ambil air wudhu, lalu dengan khusyuk aku memohon pertolongan kepada Sang Pemberi Kehidupan, Alloh SWT. Aku adukan semua kerisauan hati dan beban yang terasa berat ini hanya kepadaNya. Dalam kondisi seperti ini, aku hanya memiliki Dia, Sang Pemberi Kehidupan. Tak ada sanak saudara di kota ini. Bahkan kedua orangtuaku di kampung sudah meninggal tak lama setelah aku menikah dengan Mas Roni.Menunggu waktu subuh, aku mulai membereskan sebagian barang-barangku. Hingga terdengar adzan subuh berkumandang, pekerjaanku separuhnya selesai.Aku membangunkan Kania untuk sholat subuh berjamaah. Meskipun Kania masih kecil, bukan alasan bagiku untuk tidak melatih kedisiplinan kepadanya. Apalagi dalam hal ibadah. "Hari ini sekolahnya libur dulu, ibu su

    Last Updated : 2025-01-06
  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 5 Suami pamit kerja

    Akhirnya dengan berat hati, keesokan paginya aku menatap kepergian Mas Roni dengan untaian do'a. Begitu pun Mas Roni, berkali-kali dia mencium kepala Kania seakan sangat berat berpisah darinya."Sudah dong, Kania. Jangan nangis terus! Kapan ayahmu berangkat bekerja kalau begini terus," Ibu mertua mendecih sebal.Kania yang memang takut kepada ibu, memilih bersembunyi di belakang ku. "Ayah pergi dulu ya, Nia. Jadi anak yang baik, nurut sama ibu dan nenek," ujar Mas Roni kembali mencium Kania. Ia menyelipkan uang selembar merah di saku Kania. "Mas pergi dulu, ya! Jaga diri baik-baik. Insyaallah setiap gajian mas akan kirim untuk kebutuhan kalian berdua," Mas Roni mengecup keningku mesra. Ada debaran halus ketika mendapat perlakuan yang sangat jarang aku dapatkan itu. Ah, semoga saja suamiku beneran berubah. Aamiin."Nggak usah mesra-mesraan juga kali. Cepetan berangkat keburu siang!" Ibu mertua nampak nggak suka. Mas Roni melambaikan tangannya ke arah kami sampai mobil menghilang d

    Last Updated : 2025-01-06
  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 6 Perlakuan Buruk Mertua

    Satu bulan sudah setelah Mas Roni pamit bekerja di Jakarta. Berbagai perlakuan buruk pun aku terima dari mertua dan juga iparku. Begitu pun dengan Kania, putriku tak sedikitpun menerima kasih sayang di rumah besar ini. "Ibu, kapan ayah pulang?" tanya Kania saat kami pulang dari sekolah. "Ibu juga nggak tau, Nak! Nanti kita telpon ayah di rumah ya!" ucapku menghibur Kania. "Janji ya, Bu!" "Iya, Nia," aku berusaha meyakinkan Kania. "Horeee, makasih Bu!" Kania memelukku erat. Aku hanya tersenyum kecut mengingat jarangnya Mas Roni menelpon kami. Menanyakan keberadaan Kania pun sangat jarang."Apa aku coba telpon Mas Roni sekarang aja ya? Ini baru jam setengah satu. Harusnya mas Roni masih istirahat," aku bergumam sendirian.Akhirnya, aku menepikan sepedaku terlebih dahulu. Mengajak Kania duduk di pos ronda. Mencoba menghubungi suamiku, ayah yang dirindukan Kania."Halo," suara mas Roni di seberang sana."Halo, Ayah. Ini Kania, ayah kapan pulang? Nia kangen sama ayah." Rengek putriku

    Last Updated : 2025-01-08
  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 7 Reaksi Ibu mertua dan Ipar

    "Apa? Ngontrak? Punya uang darimana kamu?" Ibu mertua marah mendengar keinginanku ngontrak."Dia bisnis kali, Bu!" terdengar Mas Heri menengahi."Bisnis apa yang menghasilkan duit cepat dan banyak, Mas?" Mbak Indri mengedipkan matanya pada ibu."Oh, ibu ngerti. Jadi kamu selama sebulan ini pamit kerja itu ju al diri, ya? Wah, nggak nyangka. Ada juga yang tertarik sama kamu hingga pakai jasamu! Memangnya berapa ta rif mu sekali main?" Ibu mertua langsung menghakimi. Sementara mbak Indri tertawa puas."Astaghfirullah, Bu. Aku masih punya harga diri, aku masih punya iman. Aku selama ini bekerja dari rumah ke rumah. Bukan ju al diri!" aku berdiri tak terima dengan tuduhan hina ini."Alah, kalau benar kerja begitu. Ngapain pingin ngontrak segala?" Ibu masih tidak percaya."Aku nggak mau merepotkan ibu dengan menumpang disini." Jawabku masih berusaha untuk tidak menyinggung perasaan ibu mertua."Dengar ya, Laras. Kamu boleh keluar dari rumah ini setelah melunasi sewa kos kamu bulan lalu sam

    Last Updated : 2025-01-21
  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 8 Barang-barang yang mencurigakan

    Dua bulan sudah aku tinggal di rumah mertua. Selama ini pula aku terus membesarkan hati Kania agar tidak menjadi rendah diri dan pesimis. Kania ku harus menjadi wanita yang tangguh dan mandiri nantinya. Ajakan tak pantas dari Mas Heri pun kerap aku dapatkan. Namun, rupanya Alloh SWT masih sayang kepadaku. Berbagai upaya Mas Heri selalu gagal dan tak berkutik jika berhadapan dengan istri maupun ibunya."Mas Roni, kapan kamu akan kembali?" bisikku pelan dikeheningan malam. Hanya malam yang membuat aku tenang. Tenang mengadukan semuanya kepada Dia, Sang Pencipta. Dari sanalah kekuatanku untuk terus bertahan dan berjuang demi Kania seorang selalu terpupuk kuat.Begitu pun dengan kesabaranku. Demi baktiku sama suami, aku mencoba bertahan sampai sekarang di rumah ini. Menunggu keputusan bersama suami."Laras! Bangun!" Suara Ibu mertua membuatku kaget. Tumben beliau memanggil namaku dini hari begini. "Bantu Ibu bawa barang-barang masuk ke dalam rumah, cepat!" teriaknya."Barang-barang?

    Last Updated : 2025-01-21
  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 9 Siksaan dari Ibu mertua

    "Jam berapa akadnya dilaksanakan? Nanti ibu bersama kakakmu akan menyesuaikan kedatangan kami kesana agar tak malu-maluin,""Baju seragam keluarga yang kamu kirim udah sampai. Tinggal Indri yang belum mencobanya. Hanya saja, masa besanan sama orang kaya kita datang nggak pake mobil,""Nah gitu dong, baru namanya anak ibu. Kalau kamu udah transfer uangnya ibu mau cari mobilnya sekarang juga," Ibu mertua entah dengan siapa ber telpon ria. Kelihatannya bahagia sekali.Aih, kenapa aku jadi nguping begini? Gara-gara Mas Roni nggak bisa di telpon sih. Kukira masalah sinyal sampe aku harus mengendap-endap kayak kucing mau nyuri ikan. Eh, taunya emang ganti nomor dia. Ngeselin banget emang. Mana dengar omongan ibu mertua di telpon bikin jiwa detektif aku meronta-ronta. Untuk menghilangkan penat, aku keluar dari rumah. Mumpung Kania lagi tidur siang. Jadi bisa kutinggalkan barang sejenak. Sengaja aku pilih jalan belakang, agar tak kena teguran atau makian dari ibu dan ipar."Hey Bu ibu dengar

    Last Updated : 2025-01-21
  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 10 Oleh oleh Madu

    "Bu, keluarkan kami dari sini!" aku berteriak sekencang mungkin sambil menggedor pintu keras. "Ibu, sudahlah jangan bicara sama mereka lagi. Mereka bukan keluarga kita, Bu. Mulai sekarang Ibu jangan hormati mereka lagi," Kania menatapku tajam. Sorot matanya tergambar kebencian untuk ibu mertua. "Janji ya, Bu. Mulai sekarang hanya ada kita berdua," putriku memelukku erat. Airmatanya mengalir hangat terasa. Ya Allah, anak sekecil ini saja sudah bisa merasakan sakit hati. Bahkan mungkin trauma yang akan dia bawa seumur hidupnya nanti. "Iya, Nak. Mulai saat ini, hanya ada kita berdua," jawabku mengecup pipi Kania penuh kasih. Begitu juga Kania, dengan telaten dia mengelus semua luka lebam di wajah dan tubuhku akibat pukulan ibu mertua. "Nia sayang Ibu," putriku merebahkan kepalanya di pangkuanku. Kembali aku menitikkan airmata. Bukan karena perlakuan mertua yang kejam, tapi memikirkan hati Kania yang harus tersakiti di usia sekecil ini. "Ayok, Indri, kita selesaikan persiapan nika

    Last Updated : 2025-01-21

Latest chapter

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 10 Oleh oleh Madu

    "Bu, keluarkan kami dari sini!" aku berteriak sekencang mungkin sambil menggedor pintu keras. "Ibu, sudahlah jangan bicara sama mereka lagi. Mereka bukan keluarga kita, Bu. Mulai sekarang Ibu jangan hormati mereka lagi," Kania menatapku tajam. Sorot matanya tergambar kebencian untuk ibu mertua. "Janji ya, Bu. Mulai sekarang hanya ada kita berdua," putriku memelukku erat. Airmatanya mengalir hangat terasa. Ya Allah, anak sekecil ini saja sudah bisa merasakan sakit hati. Bahkan mungkin trauma yang akan dia bawa seumur hidupnya nanti. "Iya, Nak. Mulai saat ini, hanya ada kita berdua," jawabku mengecup pipi Kania penuh kasih. Begitu juga Kania, dengan telaten dia mengelus semua luka lebam di wajah dan tubuhku akibat pukulan ibu mertua. "Nia sayang Ibu," putriku merebahkan kepalanya di pangkuanku. Kembali aku menitikkan airmata. Bukan karena perlakuan mertua yang kejam, tapi memikirkan hati Kania yang harus tersakiti di usia sekecil ini. "Ayok, Indri, kita selesaikan persiapan nika

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 9 Siksaan dari Ibu mertua

    "Jam berapa akadnya dilaksanakan? Nanti ibu bersama kakakmu akan menyesuaikan kedatangan kami kesana agar tak malu-maluin,""Baju seragam keluarga yang kamu kirim udah sampai. Tinggal Indri yang belum mencobanya. Hanya saja, masa besanan sama orang kaya kita datang nggak pake mobil,""Nah gitu dong, baru namanya anak ibu. Kalau kamu udah transfer uangnya ibu mau cari mobilnya sekarang juga," Ibu mertua entah dengan siapa ber telpon ria. Kelihatannya bahagia sekali.Aih, kenapa aku jadi nguping begini? Gara-gara Mas Roni nggak bisa di telpon sih. Kukira masalah sinyal sampe aku harus mengendap-endap kayak kucing mau nyuri ikan. Eh, taunya emang ganti nomor dia. Ngeselin banget emang. Mana dengar omongan ibu mertua di telpon bikin jiwa detektif aku meronta-ronta. Untuk menghilangkan penat, aku keluar dari rumah. Mumpung Kania lagi tidur siang. Jadi bisa kutinggalkan barang sejenak. Sengaja aku pilih jalan belakang, agar tak kena teguran atau makian dari ibu dan ipar."Hey Bu ibu dengar

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 8 Barang-barang yang mencurigakan

    Dua bulan sudah aku tinggal di rumah mertua. Selama ini pula aku terus membesarkan hati Kania agar tidak menjadi rendah diri dan pesimis. Kania ku harus menjadi wanita yang tangguh dan mandiri nantinya. Ajakan tak pantas dari Mas Heri pun kerap aku dapatkan. Namun, rupanya Alloh SWT masih sayang kepadaku. Berbagai upaya Mas Heri selalu gagal dan tak berkutik jika berhadapan dengan istri maupun ibunya."Mas Roni, kapan kamu akan kembali?" bisikku pelan dikeheningan malam. Hanya malam yang membuat aku tenang. Tenang mengadukan semuanya kepada Dia, Sang Pencipta. Dari sanalah kekuatanku untuk terus bertahan dan berjuang demi Kania seorang selalu terpupuk kuat.Begitu pun dengan kesabaranku. Demi baktiku sama suami, aku mencoba bertahan sampai sekarang di rumah ini. Menunggu keputusan bersama suami."Laras! Bangun!" Suara Ibu mertua membuatku kaget. Tumben beliau memanggil namaku dini hari begini. "Bantu Ibu bawa barang-barang masuk ke dalam rumah, cepat!" teriaknya."Barang-barang?

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 7 Reaksi Ibu mertua dan Ipar

    "Apa? Ngontrak? Punya uang darimana kamu?" Ibu mertua marah mendengar keinginanku ngontrak."Dia bisnis kali, Bu!" terdengar Mas Heri menengahi."Bisnis apa yang menghasilkan duit cepat dan banyak, Mas?" Mbak Indri mengedipkan matanya pada ibu."Oh, ibu ngerti. Jadi kamu selama sebulan ini pamit kerja itu ju al diri, ya? Wah, nggak nyangka. Ada juga yang tertarik sama kamu hingga pakai jasamu! Memangnya berapa ta rif mu sekali main?" Ibu mertua langsung menghakimi. Sementara mbak Indri tertawa puas."Astaghfirullah, Bu. Aku masih punya harga diri, aku masih punya iman. Aku selama ini bekerja dari rumah ke rumah. Bukan ju al diri!" aku berdiri tak terima dengan tuduhan hina ini."Alah, kalau benar kerja begitu. Ngapain pingin ngontrak segala?" Ibu masih tidak percaya."Aku nggak mau merepotkan ibu dengan menumpang disini." Jawabku masih berusaha untuk tidak menyinggung perasaan ibu mertua."Dengar ya, Laras. Kamu boleh keluar dari rumah ini setelah melunasi sewa kos kamu bulan lalu sam

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 6 Perlakuan Buruk Mertua

    Satu bulan sudah setelah Mas Roni pamit bekerja di Jakarta. Berbagai perlakuan buruk pun aku terima dari mertua dan juga iparku. Begitu pun dengan Kania, putriku tak sedikitpun menerima kasih sayang di rumah besar ini. "Ibu, kapan ayah pulang?" tanya Kania saat kami pulang dari sekolah. "Ibu juga nggak tau, Nak! Nanti kita telpon ayah di rumah ya!" ucapku menghibur Kania. "Janji ya, Bu!" "Iya, Nia," aku berusaha meyakinkan Kania. "Horeee, makasih Bu!" Kania memelukku erat. Aku hanya tersenyum kecut mengingat jarangnya Mas Roni menelpon kami. Menanyakan keberadaan Kania pun sangat jarang."Apa aku coba telpon Mas Roni sekarang aja ya? Ini baru jam setengah satu. Harusnya mas Roni masih istirahat," aku bergumam sendirian.Akhirnya, aku menepikan sepedaku terlebih dahulu. Mengajak Kania duduk di pos ronda. Mencoba menghubungi suamiku, ayah yang dirindukan Kania."Halo," suara mas Roni di seberang sana."Halo, Ayah. Ini Kania, ayah kapan pulang? Nia kangen sama ayah." Rengek putriku

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 5 Suami pamit kerja

    Akhirnya dengan berat hati, keesokan paginya aku menatap kepergian Mas Roni dengan untaian do'a. Begitu pun Mas Roni, berkali-kali dia mencium kepala Kania seakan sangat berat berpisah darinya."Sudah dong, Kania. Jangan nangis terus! Kapan ayahmu berangkat bekerja kalau begini terus," Ibu mertua mendecih sebal.Kania yang memang takut kepada ibu, memilih bersembunyi di belakang ku. "Ayah pergi dulu ya, Nia. Jadi anak yang baik, nurut sama ibu dan nenek," ujar Mas Roni kembali mencium Kania. Ia menyelipkan uang selembar merah di saku Kania. "Mas pergi dulu, ya! Jaga diri baik-baik. Insyaallah setiap gajian mas akan kirim untuk kebutuhan kalian berdua," Mas Roni mengecup keningku mesra. Ada debaran halus ketika mendapat perlakuan yang sangat jarang aku dapatkan itu. Ah, semoga saja suamiku beneran berubah. Aamiin."Nggak usah mesra-mesraan juga kali. Cepetan berangkat keburu siang!" Ibu mertua nampak nggak suka. Mas Roni melambaikan tangannya ke arah kami sampai mobil menghilang d

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 4 Perlakuan Buruk Ibu mertua

    Suara kokok ayam dini hari membangunkanku dari mimpi. Aku menoleh kesamping, menatap wajah polos Kania yang terlelap. Ku usap kepalanya penuh cinta, lalu ku kecup sambil melapazkan do'a untuknya.Aku menuju kamar mandi yang tak jauh dari kamarku. Aku ambil air wudhu, lalu dengan khusyuk aku memohon pertolongan kepada Sang Pemberi Kehidupan, Alloh SWT. Aku adukan semua kerisauan hati dan beban yang terasa berat ini hanya kepadaNya. Dalam kondisi seperti ini, aku hanya memiliki Dia, Sang Pemberi Kehidupan. Tak ada sanak saudara di kota ini. Bahkan kedua orangtuaku di kampung sudah meninggal tak lama setelah aku menikah dengan Mas Roni.Menunggu waktu subuh, aku mulai membereskan sebagian barang-barangku. Hingga terdengar adzan subuh berkumandang, pekerjaanku separuhnya selesai.Aku membangunkan Kania untuk sholat subuh berjamaah. Meskipun Kania masih kecil, bukan alasan bagiku untuk tidak melatih kedisiplinan kepadanya. Apalagi dalam hal ibadah. "Hari ini sekolahnya libur dulu, ibu su

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   bab 3 Terpaksa pindah ke rumah mertua

    "Bu, kenapa ibu gendut itu melempar barang kita keluar? Itu kan rumah kita," Kania menatapku sambil berlinang airmata. "Itu bukan rumah kita, Nia. Ayok bantu ibu beresin ini semua," jawabku pelan. Sakit rasanya diusir seperti binatang seperti sekarang ini. Apalagi kalau melihat Kania memeluk boneka berbi kesayangannya sambil terus terisak, "Setelah ini kita mau tidur dimana, Bu?" "Kita akan ke rumah nenek," jawabku pasti. Meskipun aku sendiri nggak yakin mertuaku itu mau menerima kehadiranku dan Kania atau tidak."Tapi nenek galak sama nia, Bu!" Kania menundukkan kepalanya. Raut sedih makin tergambar jelas di wajah cantiknya."Insyaallah nenek sayang kok sama Nia. Nia hanya perlu menuruti apa kata nenek nanti ya!" aku berusaha membesarkan hati Kania, meskipun hati kecilku menjerit. Aku sadar, ucapanku hanya penghibur keraguan. Bahkan dari pertama aku menjadi menantu di keluarga itu, tak sedikitpun ibu mertua memperlakukanku dengan baik.Menjelang magrib semua barang-barang ku selesa

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   bab 2 Terusir dari kontrakan

    Aku terpaku menatap kepergian Bu Laras. Airmata yang sedari tadi ku tahan, akhirnya mengalir begitu saja.'Bagaimana aku bertahan hidup tanpa uang sepeserpun sekarang?' pikiranku dipenuhi berbagai pertanyaan yang tak ada jawabnya."Ibu kenapa menangis? Bukannya tadi bilang mau masak ayam untuk nia?" Kania putriku menarik ujung baju yang bahkan belum sempat aku ganti.Dengan terpaksa, aku memberikan senyuman untuk putriku, "sebentar ibu ganti baju dulu ya! Abis itu kita masak sama-sama." Tanpa menunggu jawaban Kania, aku berlalu ke dalam kamar. Mengganti baju dinas ku dengan daster lusuh yang entah sudah berapa tahun nggak pernah ganti.Menatap diri di cermin sambil menghapus airmata yang kembali mengalir deras. Mencoba menguatkan hati demi Kania seorang.Aku segera menuju dapur yang hanya dipisah oleh sekat tipis dari triplek bekas. Segera ku racik bumbu untuk ayam goreng. Tak lupa juga aku menanak nasi satu liter. Hari ini biarlah aku memasak lebih banyak, biar Kania bisa nambah ber

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status