All Chapters of Mendadak Menikah Dengan Chef Bintang Lima: Chapter 161 - Chapter 170

180 Chapters

BAB 161: Datang ke Kantor

Zara menoleh dan mendapati Kael berdiri di dekat lift, dia menatap Zara dengan sedikit heran. Alis pria itu mengernyit tipis.“Kenapa kamu di sini?” tanya Kael, lalu berjalan mendekat ke istrinya yang masih berdiri di depan meja resepsionis.“Aku habis ketemu Andin, terus mau mampir sebentar. Aku udah telepon kamu, tapi nggak kamu angkat,” kata Zara.Kael merogoh saku jasnya, lalu menghela napas pelan. “Ponselku ketinggalan di ruangan.”Kael baru selesai rapat di lantai bawah. Saat hendak kembali ke ruangannya, matanya langsung tertuju pada sosok familiar di depan meja resepsionis. Awalnya, dia mengira hanya salah lihat, tetapi dugaannya terbukti benar, Zara ada di sana.“Kenapa nggak langsung ke atas aja, Sayang?” tanya Kael.Mendengar panggilan itu, Rosa yang tadi sempat menahan Zara langsung menunduk. Wajahnya mendadak pucat, menyadari kesalahannya. Ternyata, wanita yang berdiri di hadapannya memang istri dari atasannya.“Katanya aku nggak bisa masuk, soalnya aku nggak buat janji re
last updateLast Updated : 2025-04-03
Read more

BAB 162: Kamu Marah?

“Mas nggak ada rencana kasih tahu aku?” tanya Zara begitu Nisa keluar.Kael berhenti mengunyah, menatapnya sekilas. “Aku lupa.”Zara mendengus pelan. “Lupa? Lupa juga kalau kamu udah nikah, jadi nggak perlu ngabarin istri sendiri?” tanyanya, suaranya terdengar datar, tapi jelas ada ketidakpuasan di sana.Kael menghela napas, meletakkan sendoknya ke piring sebelum menatap istrinya. “Bukan gitu.”Zara menyandarkan tubuh ke sofa, menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. “Terus gimana? Aku baru tahu dari orang lain kalau suamiku mau ke luar negeri. Kamu anggap aku ini apa?”Kael diam sejenak, lalu berkata tenang, “Ini cuma perjalanan bisnis biasa, Zara.”“Tapi tetap aja,” balas Zara cepat. “Aku istrimu, Mas. Apa susahnya bilang dari awal?”Kael menatapnya, seolah sedang menimbang sesuatu, sebelum akhirnya berkata, “Maaf, aku nggak sempat kasih tahu.”Zara mencibir. “Nggak sempat atau emang nggak niat kasih tahu?”Kael terdiam, tapi tatapannya tetap terkunci pada Zara. Dia tahu istrin
last updateLast Updated : 2025-04-04
Read more

BAB 163: Paket Tanpa Nama

"Maaf Zara, karena kandungan kamu belum kuat, aku belum bisa kasih izin kamu buat naik pesawat," suara Gala terdengar di seberang telepon.Zara menggigit bibirnya, berusaha menekan perasaan kecewa yang mendadak menyeruak. Dia sudah menduga ini, tapi tetap saja—mendengarnya langsung dari Gala membuatnya semakin frustasi. Harapannya untuk ikut Kael perlahan memudar.“Jadi … nggak ada cara lain?” tanya Zara pelan.“Untuk sekarang, sebaiknya nggak dulu,” jawab Gala dengan nada tegas namun tetap lembut. “Aku tahu kamu pasti pengen ikut Kael, tapi kondisi kamu belum stabil. Tekanan di pesawat bisa berisiko buat janin.”Zara menunduk, mengusap perutnya tanpa sadar. Di dalam sana, ada kehidupan yang dilindungi, tapi di saat yang sama, dia tetap merasa kecewa.“Zara?”Suara di telepon membuatnya kembali fokus. “Iya, Kak. Aku ngerti.”Gala menghela napas pelan dari seberang. “Aku tahu ini berat buat kamu, tapi janin kamu lebih penting.”Zara tersenyum kecil, meski tak sampai ke matanya. “Iya, Ka
last updateLast Updated : 2025-04-05
Read more

BAB 164: Awal dari Badai

Zara masih terpaku di tempatnya, napasnya tersengal. Dadanya naik-turun, sementara matanya tetap menatap boneka lusuh itu dengan ngeri."Bi Susi ..." suara Zara nyaris tidak terdengar.Asisten rumah tangga yang juga masih shock, menoleh cepat. "Iya, Nyonya?""Ambil plastik. Buang ini jauh-jauh," suara Zara bergetar, tapi ada nada tegas di dalamnya."Tapi, Nyonya—""Buang!" suara Zara meninggi, hampir terdengar putus asa. Dia tidak ingin barang itu ada di rumahnya sedetik lebih lama.Susi buru-buru mengambil plastik besar, memasukkan boneka itu ke dalamnya dengan tangan gemetar. Begitu plastik terikat rapat, Zara menghela napas panjang, berusaha mengendalikan gemuruh di dadanya."Tolong taruh di luar dulu," ucap Zara lirih.Susi mengangguk cepat dan bergegas keluar, meninggalkan Zara yang masih berdiri di tempatnya.Tangannya meraih ponsel sekali lagi, kali ini mencoba menghubungi Nisa, sekretaris suaminya. Namun, panggilannya masih tidak bisa tersambung.Tiba-tiba Zara merasa pusing. P
last updateLast Updated : 2025-04-05
Read more

BAB 165: Pingsan

“Pak Kael, sepertinya Ibu Zara mencoba menghubungi saya tadi ketika kita di pesawat,” ucap Nisa sambil melirik ponselnya begitu mereka melangkah keluar dari Changi Airport.Kael menghentikan langkahnya sejenak, keningnya berkerut samar."Oke," jawab Kael singkat, nyaris terdengar seperti gumaman.Mungkin Zara hanya ingin menanyakan keberadaan suaminya. Namun, kenapa dia menghubungi Nisa, bukan langsung ke ponselnya?“Mana ponsel saya?” tanya Kael sambil menadahkan tangan ke arah sekretarisnya.Nisa buru-buru membuka tas kerja Kael yang dibawanya, mencari ponsel bosnya. Namun, ketika menemukannya, layar ponsel itu mati total.“Ini, Pak. Tapi sepertinya baterainya habis. Mau saya charge dulu setiba di kantor cabang?”Kael menatap ponselnya sejenak sebelum mengangguk. Saat itulah, Nisa menatap Kael lebih saksama dan ragu-ragu membuka suara.“Pak, sepertinya Anda kurang sehat. Mau saya bawakan obat atau vitamin?” tanya Nisa dengan sedikit khawatir.Kael menoleh sebentar, lalu menghela napa
last updateLast Updated : 2025-04-06
Read more

BAB 166: Rumah Sakit

Kael membuka mata perlahan, menyadari bahwa dia berada di tempat asing.Langit-langit putih. Suara mesin medis berdengung pelan. Sensasi dingin di punggung tangannya, jarum infus terpasang di sana.Kael mengerjapkan mata, mencoba mengusir kantuk yang masih menggantung. Pandangannya beralih ke sisi ranjang, di mana Nisa duduk dengan wajah cemas."Saya di mana?" suara Kael serak, lemah, dan nyaris tidak terdengar."Pak Kael?" Nisa segera mendekat begitu melihat bosnya terjaga. "Bapak di rumah sakit. Tadi Bapak pings—”Namun, sebelum Nisa bisa menyelesaikan kalimatnya, matanya melebar saat melihat Kael mencabut infus dari tangannya dengan paksa."Pak Kael! Jangan—"Darah langsung merembes dari luka kecil di tangan Kael, tapi pria itu tidak peduli. Dengan cepat, dia menyingkirkan selimut dan berusaha bangkit dari ranjang.Kepalanya masih berdenyut, tetapi ada sesuatu yang jauh lebih mendesak dalam pikirannya.Zara. Gambar di berita itu kembali terputar di benaknya. Membuat rahangnya mengat
last updateLast Updated : 2025-04-07
Read more

BAB 167: Meminta Bantuan

Zara duduk di ruang praktik Gala, yang kini sepi. Setelah berita tentang mereka berdua meledak di berbagai portal berita, Gala terpaksa berhenti menerima pasien sementara.Di tangannya, layar ponsel terus menampilkan artikel demi artikel, setiap judul lebih liar dari sebelumnya. Seperti bola api yang terus membesar, sulit dikendalikan.Zara menggigit bibirnya, jari-jarinya mencengkeram ponsel erat. Kepalanya terasa penuh."Kak ..." suara Zara lemah, nyaris bergetar. "Aku harus gimana?"Gala yang berdiri di dekat meja menghela napas panjang sebelum menarik kursi dan duduk di depannya. Hasil pemeriksaan Zara tadi memang tidak menunjukkan sesuatu yang serius, tapi stres berkepanjangan bukan hal yang bisa diabaikan."Pertama, jangan panik," kata Gala dengan tenang, meskipun matanya sendiri menunjukkan kecemasan yang tak kalah besar."Berita ini udah terlanjur menyebar." Zara meremas ponselnya lebih erat. "Aku nggak bisa membiarkan ini terus berlanjut. Tapi aku juga nggak tahu harus mulai d
last updateLast Updated : 2025-04-08
Read more

BAB 168: Ini Belum Selesai

Ranu menatap berkas di atas meja tanpa menyentuhnya. Bibirnya masih menyunggingkan senyum kecil, tetapi Kael bisa melihat ketegangan halus di rahang sepupunya.Bayu melirik ke arah laporan itu, lalu menghela napas pendek. "Apa maksud semua ini, Kael?"Kael tidak langsung menjawab. Dia membalik halaman pertama berkas itu dengan tenang, jemarinya bergerak tanpa tergesa-gesa."Seperti yang sekretarisku katakan, ini adalah hasil investigasi timku. Dan ternyata, penyebaran berita negatif tentang aku dan Zara bukan sesuatu yang terjadi begitu saja." Mata Kael terangkat, menatap lurus ke arah Ranu. "Ada seseorang yang dengan sengaja mengatur semuanya."Ranu terkekeh pelan, suara rendahnya mengandung nada mengejek. "Itu tuduhan serius. Jangan bilang kamu berpikir aku ada di balik semua ini?"Kael tidak membalas, hanya menatap Ranu lebih lama, cukup untuk membuat udara di ruangan semakin berat.Aryan yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. "Buka laporannya, Ranu," perintahnya singkat.Tawa ke
last updateLast Updated : 2025-04-08
Read more

BAB 169: Peringatan Terakhir

"Kamu nggak mau pulang dulu? Di sini juga nggak aman kalau ada wartawan yang tahu."Gala duduk di kursi dekat jendela, melirik ponselnya sekilas sebelum menatap Zara. Di luar, berita masih panas, meski mulai mereda berkat pengaruh Anjana.Zara tetap di kursinya, punggung menegang, jari-jarinya saling meremas di atas paha. Suara dari televisi kecil di sudut ruangan menggema pelan, tapi cukup untuk mengingatkannya pada kekacauan yang menunggu di luar.Zara menggigit bibirnya. "Aku belum siap keluar."Gala menghela napas, lalu meletakkan ponselnya di meja. "Aku ngerti. Tapi semakin lama kamu di sini, semakin besar kemungkinan seseorang tahu keberadaanmu. Kalau Kael udah selesai sama urusannya, lebih baik kamu pulang."Sebelum Zara bisa menjawab. tiba-tiba, pintu kamar diketuk. Seorang suster masuk dengan senyum ramah. "Nyonya Zara, penjemputan Anda sudah tiba."Zara dan Gala saling pandang."Penjemputan?" Gala mengernyit."Iya," katanya sopan, "orang suruhan suami Anda sudah datang untuk
last updateLast Updated : 2025-04-09
Read more

BAB 170: Batas Waktu

Ponsel Kael bergetar lagi.Kael menurunkan pandangannya. Satu foto terkirim.Saat dia membukanya, darahnya langsung mendidih.Istrinya, dengan tangan mungil terikat di sandaran kursi, pergelangan tangannya merah dengan bekas lecet, seolah sempat memberontak. Matanya tertutup kain hitam, pipinya pucat. Bibirnya yang biasanya berwarna lembut kini tampak sedikit kering. Rambutnya berantakan, beberapa helai jatuh ke dahinya. Jantung Kael berdetak kencang, nyaris sakit.Dada Kael bergejolak. Napasnya berat, rahangnya mengatup kuat. Emosi membuncah begitu dahsyat, tetapi dia menahannya dengan sekuat tenaga. Ini bukan saatnya kehilangan kendali.Matanya menyusuri setiap detail dalam foto itu, menganalisis dengan cepat. Bayangan buram di belakang Zara. Lantai beton kasar. Cahaya redup dari sudut kiri. Sebuah ruangan yang tak berperabotan.Gudang? Basement?Ponselnya bergetar lagi. Kali ini, sebuah pesan masuk.[Kamu punya waktu 24 jam.]Kael mengepalkan tangan, rahangnya mengatup keras. Napasn
last updateLast Updated : 2025-04-10
Read more
PREV
1
...
131415161718
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status