Home / Rumah Tangga / Istri Baru untuk Suamiku / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Istri Baru untuk Suamiku : Chapter 11 - Chapter 20

28 Chapters

Bab 11 : Di Ambang Keputusan

Pagi itu, sinar matahari menembus tirai jendela kamarku, tapi kehangatannya tak mampu mengusir dingin yang merasuki hati ini. Aku bangun dengan perasaan berat, seperti membawa beban yang semakin hari semakin tak tertahankan.Rey sudah tidak ada di rumah saat aku turun ke ruang makan. Meja makan kosong, hanya menyisakan secangkir kopi dingin yang mungkin dia tinggalkan dalam terburu-buru. Ada kelegaan kecil karena aku tak perlu menghadapi tatapannya yang selalu penuh penyesalan. Namun, di sisi lain, keheningan ini semakin menyiksa.Aku menatap layar ponselku, memikirkan pesan dari Karin malam sebelumnya.Kalau kamu butuh tempat untuk berpikir, datanglah ke sini. Aku akan selalu ada untukmu.Aku tahu Karin benar. Aku butuh ruang, jauh dari Rey, jauh dari semua tekanan yang terus menghimpitku. Dengan keputusan mendadak, aku memutuskan untuk pergi ke rumah Karin.---Karin tinggal di sebuah rumah kecil yang nyaman di pinggiran kota. Begitu aku tiba, dia langsung menyambutku dengan pelukan
last updateLast Updated : 2024-12-26
Read more

Bab 12 : Di Balik Harapan

Pagi itu, hujan turun deras membasahi kota. Dedaunan di taman kecil depan rumah bergoyang ditiup angin, sementara aku duduk di meja makan, menatap cangkir kopi yang sudah mendingin. Hari ini adalah hari yang menentukan. Aku dan Rey memutuskan untuk pergi bersama menemui konselor pernikahan untuk terakhir kalinya, sesuatu yang selama ini memang selalu kami hindari.Rey turun dari lantai atas, mengenakan kemeja putih dan celana jeans. Penampilannya rapi, tapi garis-garis di wajahnya menunjukkan bahwa dia sama tegangnya denganku.“Kamu siap?” tanyanya, suaranya pelan namun penuh makna.Aku mengangguk, walaupun jauh di dalam hati, aku merasa belum benar-benar siap menghadapi apa yang akan kami bicarakan.---Di Ruang KonselingRuang konseling itu sederhana namun nyaman, dengan sofa empuk dan dinding yang dihiasi lukisan-lukisan abstrak. Konselor kami, seorang wanita paruh baya bernama Bu Lestari, duduk di depan kami dengan senyum lembut.“Selamat datang, Rey dan Ira,” sapanya hangat. “Say
last updateLast Updated : 2024-12-26
Read more

Bab 13 : Titik Balik di Tengah Keraguan

Hujan kembali turun deras malam itu, membuat suasana rumah semakin dingin dan sunyi. Di luar, kilat sesekali menerangi langit, diikuti oleh suara guntur yang bergemuruh. Aku duduk di ruang tamu, menatap surat Rey yang masih terlipat rapi di meja. Kata-katanya, meski sederhana, terus terngiang di pikiranku: "Aku tidak tahu apakah aku bisa memperbaiki semua ini, tapi aku akan mencoba."Tapi apakah mencoba cukup?Aku tahu ada sesuatu yang berubah sejak sesi konseling terakhir. Rey mulai lebih sering di rumah, berusaha lebih banyak bicara denganku, dan bahkan mengambil inisiatif untuk membantu pekerjaan rumah—sesuatu yang hampir tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Tapi setiap kali aku ingin percaya bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang lebih baik, bayangan masa lalu kembali menghantui pikiranku.Salah satu bayangan itu bernama Citra.---Tamu yang Tak TerdugaMalam itu, suara bel pintu memecah kesunyian. Aku mengernyit, bertanya-tanya siapa yang datang larut malam seperti ini. Dengan h
last updateLast Updated : 2024-12-26
Read more

Bab 14 : Jalan di Antara Keputusan

Pagi itu, aku terbangun dengan perasaan berat. Matahari yang biasanya memancarkan kehangatan kini terasa seperti beban di atas bahuku. Di sisi tempat tidur, Rey masih tertidur. Wajahnya terlihat damai, seperti tidak ada badai yang melanda pernikahan kami. Tapi di dalam diriku, badai itu masih berkecamuk, mencabik-cabik rasa percaya dan harapan yang tersisa.Hari ini adalah hari kami kembali menemui Bu Lestari untuk sesi konseling berikutnya. Kami sepakat menambah waktu konseling meskipun beberapa hari sebelumnya sudah berakhir. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi aku tahu ini adalah salah satu langkah terakhir untuk menentukan apakah pernikahan kami bisa bertahan atau harus diakhiri.---Di ruang konseling, suasana terasa lebih tegang dari biasanya. Rey duduk di sebelahku, tangannya bertaut di atas meja. Aku bisa merasakan dia ingin meraih tanganku, tetapi dia menahan diri.Bu Lestari membuka percakapan dengan senyum lembut. “Bagaimana minggu kalian setelah sesi terakhir?”Re
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

Bab 15 : Pilihan yang Memisahkan

Malam itu, hujan turun deras, menyelimuti rumah kami dengan suara gemuruh yang memekakkan telinga. Aku duduk di ruang tamu, memandang ke luar jendela. Di tangan, secangkir teh yang kini sudah dingin, sama seperti hatiku yang terasa beku setelah membaca surat Rey kemarin.Aku merasa terjebak di persimpangan besar. Ada jalan yang mengarah pada upaya untuk memperbaiki hubungan kami, dan ada jalan lain yang mengarah pada kebebasan dari rasa sakit yang telah lama menggerogoti hatiku.Rey telah mencoba bicara denganku sejak semalam, tapi aku belum siap untuk benar-benar mendengarkan. Aku butuh waktu untuk mencerna semua ini.---Pagi harinya, aku duduk di meja makan dengan segelas kopi di tangan. Rey masuk ke ruang makan, tampak cemas. Dia duduk di seberangku, wajahnya penuh kelelahan, seolah dia tidak tidur semalaman.“Ira, kita perlu bicara,” katanya, memecah keheningan.Aku menatapnya sekilas. “Tentang apa lagi, Rey? Tentang kebohongan yang kamu sembunyikan dariku? Atau tentang janji-jan
last updateLast Updated : 2024-12-28
Read more

Bab 16 : Pengkhianatan yang Tersingkap

Hujan deras membasahi jalanan kota, menggambarkan suasana hatiku yang kacau. Aku duduk di tepi ranjang, memandangi ponsel di tanganku. Pesan dari Citra yang diteruskan Karin masih terngiang di benakku. Pesan itu bukan sekadar kata-kata, melainkan pukulan telak yang membuatku mempertanyakan segalanya—pernikahanku, kepercayaan, bahkan harga diriku.Hari ini, aku memutuskan untuk menghadapi Rey. Aku tidak bisa terus hidup dalam keraguan dan rasa sakit. Apapun yang terjadi, aku harus mendapatkan jawaban darinya.---Rey duduk di ruang tamu ketika aku turun dari kamar. Dia sedang membaca koran, seolah-olah tidak ada yang salah di dunia ini. Aku berdiri di depannya, menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara.“Rey, kita perlu bicara,” kataku, suaraku terdengar tegas meski hatiku bergetar.Dia meletakkan koran dan menatapku dengan ekspresi bingung. “Ada apa, Ira?”Aku menunjukkan ponselku padanya. “Ini.”Dia mengambil ponsel itu, membaca pesan yang kutunjukkan. Wajahnya langsung berubah. “I
last updateLast Updated : 2024-12-28
Read more

Bab 17 : Di Ujung Harapan

Pagi itu, udara terasa lebih dingin dari biasanya, meskipun matahari sudah mulai menampakkan sinarnya. Aku duduk di balkon kamar, memandangi tetesan embun yang masih melekat di dedaunan. Suasana rumah sepi, dan hanya suara burung di kejauhan yang menemani pikiranku yang kalut.Rey sudah berangkat lebih pagi ke kantor, meninggalkan pesan singkat di atas meja makan. “Aku akan membuktikan semuanya. Tunggu aku pulang.” Pesan itu terdengar penuh harapan, tetapi juga meninggalkan ruang kosong di hatiku.Aku tidak tahu sampai kapan aku bisa terus menunggu. Rasanya, setiap hari yang kujalani semakin mengikis kepercayaanku, bukan hanya kepada Rey, tetapi juga kepada diriku sendiri.---Tengah hari, saat aku sedang mencoba mengalihkan perhatian dengan memasak di dapur, ponselku berbunyi. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.“Ira, kamu mungkin ingin tahu tentang Rey dan pertemuannya hari ini. Datanglah ke kafe di Jalan Manggis pukul 2 siang.”Aku terpaku menatap pesan itu. Siapa yang mengi
last updateLast Updated : 2024-12-28
Read more

Bab 18 : Keputusan di Tengah Badai

Udara pagi yang dingin menyentuh kulitku saat aku melangkah keluar dari rumah. Jalanan lengang, hanya suara langkah kakiku yang terdengar di trotoar yang basah oleh sisa hujan semalam. Hari itu, aku memutuskan untuk mengambil waktu sendiri, mencoba menjernihkan pikiran setelah semua yang terjadi.Rey sudah pergi lebih pagi ke kantor, dan rumah terasa terlalu sunyi untuk menampung kekacauan emosiku. Aku berjalan menuju taman kecil di ujung jalan, tempat yang sering aku datangi ketika ingin menenangkan diri.Namun, ketenangan yang aku cari tidak kunjung datang. Bayangan percakapan kami dengan ibu mertua terus terngiang di pikiranku, begitu pula dengan pertemuan terakhirku dengan Citra. Rasanya seperti berada di tengah badai yang tak kunjung reda.---Aku duduk di salah satu bangku taman, mencoba menikmati udara segar. Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat, dan aku menoleh. Sosok Citra berdiri di depanku, dengan senyum tipis yang membuatku merasa tidak nyaman.“Apa kamu selalu lari ke s
last updateLast Updated : 2024-12-28
Read more

Bab 19 : Di Antara Pilihan dan Penyesalan

(POV Rey)Aku duduk di meja kerja, menatap dokumen yang terbentang di depanku tanpa benar-benar membacanya. Pikiranku terlalu kacau. Malam-malam panjang dengan Ira semakin penuh dengan kebisuan yang menyakitkan. Aku mencoba mencari cara untuk menembus dinding yang dia bangun, tetapi rasanya seperti berteriak ke ruang kosong. Ponselku bergetar di meja. Melihat nama yang muncul di layar, aku merasa jantungku mencelos. Karin. Aku tidak tahu mengapa dia menghubungiku malam ini, tapi aku tahu itu bukan kabar baik. Aku mengangkat panggilan itu, meskipun aku merasa enggan. “Rey,” suara Karin terdengar tegas di ujung sana. “Kita perlu bicara. Tentang Ira.” --- Karin memilih tempat netral untuk pertemuan kami, sebuah kafe kecil yang tidak jauh dari kantorku. Ketika aku tiba, dia sudah duduk di sana dengan wajah serius. “Apa yang terjadi?” tanyaku, langsung ke inti masalah. Dia menatapku tajam. “Apa yang kamu lakukan, Rey? Aku tahu tentang Citra.” Dadaku langsung terasa berat. Aku tidak
last updateLast Updated : 2024-12-30
Read more

Bab 20 : Bayangan Masa Lalu

POV ReyPagi itu aku duduk di meja kerja dengan gelas kopi yang sudah dingin di tangan. Pikiran tentang percakapanku dengan Ira beberapa hari yang lalu masih mengganggu. Dia bilang dia butuh waktu untuk percaya padaku lagi, dan aku memahaminya. Tapi tidak ada yang mengatakan seberapa sulit rasanya menunggu, apalagi ketika aku tahu dia masih menyimpan luka yang aku buat.Aku membuka laptop, mencoba mengalihkan perhatian dengan pekerjaan. Namun, pikiranku terus kembali ke masa lalu, mengingat bagaimana semuanya bermula. Pernikahan kami tidak pernah sempurna, tapi aku pikir cinta kami cukup untuk melewati semua badai. Ternyata aku salah.---Saat aku tenggelam dalam pikiranku, teleponku berdering. Nama yang muncul di layar membuatku terdiam sejenak—Citra.Aku menarik napas panjang sebelum menjawab. “Halo?”“Rey,” suaranya terdengar tegas tetapi lembut. “Aku butuh bicara denganmu.”“Sekarang bukan waktu yang tepat, Cit,” jawabku, mencoba menahan ketegangan dalam suaraku.“Ini penting,” ka
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status