All Chapters of Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu): Chapter 61 - Chapter 70

104 Chapters

Bab 61

Aku memang tidak bilang sama mama kalau akan liburan bersama Bang Juna. Tapi, perjalanan yang sudah direncanakan itu akhirnya batal karena anak kami sakit. Tapi, bukan itu inti masalahnya. Melainkan, sudah seperti isyarat untuk kami yang ditinggalkannya. Kedua orang tuaku datang bersama besannya. Mereka sama-sama memintaku untuk sabar selama kabar itu belum benar-benar terbukti kalau Bang Juna ikut tenggelam bersama cintanya. "Kamu harus tenang dulu, Sayang! Papa dan mertua kamu akan memastikan sendiri. Mereka akan ke sana," ujar mama Ayu saat itu. Aku terkulai lemas dan tak kuasa menjawab. Sementara Humaira kami titipkan pada seorang suster dadakan karena keadaan kami yang tidak memungkinkan untuk mengurusnya. Malam ini, bayi mungil yang masih kurang sehat itu tidur di kamar bersama pengasuh sementara. Sedangkan aku, bersama mama Ayu di kamar utama. "Sudahlah, tidur dulu, Nak! Kita tunggu kabar terbaru dari mereka." Mendengar mama bilang begitu, aku kembali menitikkan air mata.
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Bab 62

Mungkin hanya halusinasilu saja. Tidak mungkin Bang Juna berkeliaran di jalanan, sementara dia tidak mengabariku. Ah, sudahlah, aku harus cepat-cepat kembali setelah belanja kebutuhan. Sampai di hotel lagi, aku melihat putriku yang masih terlelap. Mungkin sudah waktunya kebahagiaan ini berakhir. Hanya satu tahun saja aku hidup bersamanya, lelaki yang pernah membuatku serasa menjadi wanita paling bahagia di dunia. Keesokan harinya, kami semua berangkat ke bandara. Kembali Ke Jakarta lagi setelah tidak menemukan titik terang. Aku berjalan dengan malas menuju garbarata, teringat lagi dengan Bang Juna yang seorang pilot, kali ini aku terbang tidak bersamanya. Apa pun yang kulihat, selalu saja ingat dia. "Nisa, Mama mau duduk dekat jendela aja. Biar Humaira enggak rewel, sekalian lihat pemandangan," kata mama setelah kami sampai pada kursi kami. "Ya udah," balasku Aku pun langsung duduk di bagian pinggir. Saat aku sedang terdiam sambil menunggu berangkat, ada yang membuatku langsung
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Bab 63

"Mbak?""Mbak? Hello?" Pria itu menjentikkan jarinya di depanku karena aku tak sadar sudah menikmati wajah itu dengan diam-diam. Namanya juga sedang rindu suami sendiri, tapi dia bukan suamiku. "Eh, iya, Mas. Gimana?" tanyaku setelah itu. "Yee, Mbaknya malah melamun. Ngelamunin apaan sih, Mbak?" Dia terlihat santai sekali. Aku terus menyadarkan diri lagi kalau dia bukan Bang Juna. "Enggak, Mas. Oh ya, Mas-nya namanya Azzam, kan?" "Loh, kok tau?" "Waktu di pesawat kan Masnya bilang sendiri. Saat mama saya juga mengira kalau Mas adalah menantunya.""Wah, apa semirip itu, Mbak? Ternyata, wajah saya pasaran, ya." Dia tertawa sambil mengusap wajahnya. Aku membalasnya dengan senyuman. "Mau pesen minum apa, Mbak? Kita bahas kerja samanya santai aja ya, Mbak. Masih pagi soalnya." "Iya, Mas.""Itu anaknya, Mbak? Lagi tidur?" Pria itu menunjuk putriku yang masih kugendong. "Iya. Habis mandi, biasanya memang tidur." "Lucu banget." Tatapan mata pria itu mengarah pada Humaira. Andai di
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Bab 64

"Nisa ... dia ...." Mama mertuaku tampak tak percaya. Berkali-kali mengusap mata dan tampak tegang urat lehernya. "Iya, Mah. Dia Mas Azzam. Yang Nisa ceritakan. Tapi, sepertinya dia bersama seseorang yang dekat dengannya," balasku dengan dada sedikit kecewa. Entah kenapa. Padahal juga dia bukan Juna. "Benar-benar di luar nalar. Dia itu Juna, Nisa! Mama yakin banget kalau dia itu Juna, suami kamu." Mama tampak memegangi kepalanya sambil gemes-gemes membayangkan pria tadi. "Kalau dia Bang Juna, kenapa dia enggak kenal Mama Papa? Aneh, kan? Masa iya lupa sama orang tua sendiri." Aku jadi kepikiran lagi karena mereka bicara begitu. "Masih jadi misteri. Kalau gitu, Papa akan cari tau soal dia. Ini sangat enggak masuk akal," imbuh papa. Akhirnya, malam itu mobil berhenti di depan rumahku. Mereka hanya mengantarkan sampai depan rumah. Selepasnya, aku melambai dan masuk ke dalam setelah mobil tiada. Kutidurkan Humaira di atas ranjang, lalu aku ganti baju dengan piyama tidur. Karena tak
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Bab 65

Saat pria itu hampir sampai pada kami, tiba-tiba dia ambruk lagi. Sampai kopiah yang ada di kepalanya pun terlepas, jatuh tak jauh darinya. "Mas Azzam!" Sontak lisanku menyebut namanya. Semua orang pun seperti hendak mendekatinya. Namun, pihak kedua mempelai langsung mengangkat pria itu dan membawanya ke dalam mobil. Tak hanya diam saja, kamu pun buru-buru mengikuti mereka membawa ke mana pria itu pergi. Dan ternyata, mobil mengarah ke rumah sakit. Tubuh Mas Azzam pun diletakkan pada ranjang datar, dibantu oleh perawat membawanya ke dalam. Kami pun lekas mengikutinya. Ternyata, langsung masuk ke ruangan IGD dan kami diminta untuk menunggu di luar. Sesaat keadaan mulai tenang, kami semua menghela napas panjang sambil harap-harap cemas. Mana Humaira mulai rewel, aku pun mencoba membujuknya dan mencari kursi paling belakang untuk menidurkannya. Saat tengah mengasi, tiba-tiba pria yang dipanggil bapak oleh Mas Azzam itu menghampiri papa mertuaku. Pria itu menunduk pilu. Sambil melepa
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Bab 66

"Yank, Abang peluk dong!" Aku melihat Nisa lagi setelah rasanya lama sekali aku tidur. "Abaaaang!" Nisa memelukku dengan air mata yang berderai. Entah apa yang sudah terjadi, sampai rasanya kepalaku begitu berat dan kedua orang tuaku ada di sini menatapku dengan wajah sendu. "Kangen." Aku membisik sambil memeluk dan merasakan aroma tubuhnya yang sudah lama tidak kuhirup. "Alhamdulillah, Abang sudah ingat sama Nisa? Abang udah kembali? Ini beneran Abang?" Nisa menepuk pipiku malahan. "Aduh, sakit, Yank." Padahal tidak sakit, biar saja aku bilang sakit. Biar dia makin perhatian. "Maaf ya, Bang. Nisa saking bahagianya soalnya. Abang akhirnya kembali juga." Dia kembali memelukku. "Jangan peluk doang, cium juga, kek." Mereka semua tertawa saat aku bilang begitu. Entah di mana lucunya. Yang penting, aku dapat kecupan dari Nisa. Tak peduli di depan kedua orang tua pun. Andai aku sudah kuat, kuhujani dia dengan kecupan. Awas saja nanti di rumah. Mereka semua mulai bercerita soal dirik
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Bab 67

"Bang, aku lagi enggak bisa. Lagi halangan," kata Nisa malam itu. Padahal aku sudah siap-siap. Sudah menidurkan Humaira, sudah menutup pintu utama, pintu kamar dan mematikan lampu. Tapi, ternyata dia sedang tidak bisa kuajak berbagi cinta. Aku pun menghela napas panjang, lalu merebahkan diri di sebelahnya. "Maaf ya, Bang. Maaf banget," ucapnya saat itu. Sambil mengusap dadaku. Mungkin maksud dia biar aku bisa sabar. Tapi, malah makin panas rasanya. AC di ruangan ini kuturunkan lagi suhunya. Jantungku makin berdegup kencang saja ketika dia memelukku. "Iya, enggak apa-apa," balasku. Padahal sebenarnya apa-apa. "Gimana kalau kita cerita saja? Selama Abang lupa dengan kami semua, Abang ingatnya siapa aja?"Aku tidak dengar apa yang dia katakan itu karena fokusku pada meredam keinginan dalam dada ini. Aku berusaha menghalau nafsu yang diridhoi ini, daripada nanti dilanjutkan malah khilaf dan bikin masalah. "Abang! Eh, kenapa malah melamun begitu?" "Eng ... enggak ada. Abang cuman ..
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Bab 68

Dia membawaku ke sebuah tempat yang di mana di tempat itu terdapat banyak sekali perhiasan mewah. Dari berbagai model dan ukuran. "Pilihlah apa yang kamu mau!" katanya sambil terus menggenggam tanganku. "Bang, aku sudah punya kamu. Enggak perlu perhiasan begini," balasku setelah hanya aku dan dia saat itu yang pergi berdua. "Ini hanya sedikit hadiah anniversary kita, Sayang. Ada kejutan lain yang masih menunggu di rumah.""Hah? Di rumah?" Aku kaget mendengarnya. Tadi dia tidak bilang apa-apa. "Mama kuminta tolong untuk mempersiapkan. Sekarang, kita cari berlian." Dan kamu pun, dihadapkan dengan beberapa pilihan. Sulit untukku memilih diantara permata indah itu. Tapi, Bang Juna memaksa. Kalau tidak, katanya dia bakal marah. Terdengar konyol tapi aku suka gayanya. "Gimana kalau ini?" Bang Juna menunjuk salah satu di dalam etalase itu. "Bagus. Pasti mahal." "Buatku, yang mahal itu kamu." Aku tertawa mendengarnya. Sampai pegawai toko perhiasan mewah itu tersenyum melihat kami. "R
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Bab 69

"Ada apa sih, Ma?" tanyaku pada mama setelah Tante Maya pergi. "Biasa, dulu ngajak besanan. Sekarang ngajak belanja bareng. Katanya Revan mau nikah lagi. Tapi kali ini gadis baik-baik insyaallah," balas mama sambil mengaduk minuman hangat pagi itu. "Ooohhh ...." Aku manggut-manggut. "Mana Humaira? Masa mertuamu dari tadi enggak keluar kamar?" Mama melirik ke arah kamar yang masih tertutup itu. "Ada, kok. Suaranya rame. Tawa Humaira sampai terdengar tadi pas Nisa lewat.""Ya udah, kalau begitu berikan minuman ini pada mereka. Ajak sarapan juga!" kata mama lagi. Aku mengangguk lalu membawa dua cangkir teh hijau itu ke kamar mertuaku. Setelah kuketuk, mereka langsung mengizinkan masuk. Kuminta mereka untuk menikmatinya. "Mah, biarkan Humaira mandi dulu sama Nisa, ya. Mama sama papa sarapan dulu! Udah ditunggu di meja makan," kataku. "Oke, Sayang. Kami akan ke sana nanti," balas mama Aida. Kugendong Humaira ke kamar. Menyiapkan air hangat, lalu memandikannya. Sebentar lagi dia jug
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Bab 70

Aku terdiam sambil melihat benda kecil di tangan itu. Debaran jantung sudah tak mampu kuatur, gelisah, khawatir dan semuanya campur aduk. Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya terlihat juga garis merah itu. Benar apa dugaan mama. Dia garis merah muncul dengan jelas. Saat kuingat-ingat, ternyata aku sudah telat hampir dua bulan. Karena terlalu memikirkan Humaira yang suka rewel tiba-tiba, aku sampai lupa kalau sudah telat datang bulan. Kubuka pintu kamar mandi dengan wajah tertunduk. Kulihat juga wajah suaminya meminta penjelasan. Dia rela menunggu demi bisa melihat hasilnya. "Gimana, Sayang?" Kedua tanganku dia genggam. Lantas, kuberikan benda itu padanya. Bang Juna yang sudah memakai seragam putih itu tercengang melihatnya. "Maasyaallah. Alhamdulillah, kamu hamil lagi?" Dia terlihat bahagia sekali. Tubuhku dia angkat ke udara sambil berputar. "Kamu harus makan yang banyak habis ini. Badan lebih ringan rasanya.""Ih, masa sih? Bukannya bagus? Aku dengar itu laki-laki di luar s
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more
PREV
1
...
56789
...
11
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status