Semua Bab Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu): Bab 81 - Bab 90

104 Bab

Bab 81

Tanganku sudah gemetaran membaca pesan dari mama itu. Belum sempat membereskan pakaian dari koper, aku pun bergegas keluar lagi dari kamar. Namun, tiba-tiba ada wanita itu lagi. "Mau ke mana kamu?" tanyanya saat melihatku membawa tas tenteng. "Mau ke rumah sakit, Mbak. Jenguk sepupu." Aku tetap membalas dengan sopan meskipun dia menyebalkan. Untung saja dia tidak mendengar suara hatiku. "Heh, jadi menantu sehari saja di rumah ini udah bebas keluar masuk. Tuh, dapur masih berantakan. Pembantu masih libur. Tolong kamu urus!" "Mbak Julia, saya mohon maaf kalau saya ada salah. Tapi ini mendadak, Mbak. Saya harus pergi.""Terus, siapa nanti yang bersihkan itu semua? Aku?" Dia menunjuk dirinya sendiri sambil melotot. Ingin sekali kuberi pelajaran, tapi ingat lagi kalau aku seorang nakes. Tidak pantas meladeninya yang sok iyes itu. "Nanti sepulang dari rumah sakit, kamu harus bersihkan kalau gitu! Kalau enggak, jangan harap bisa tinggal di sini!" Dia kembali pergi dari hadapanku. Setia
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-03
Baca selengkapnya

Bab 82

"Kamu sebenarnya siapa, sih? Kalau berani sini! Ketemu sama istrinya Mas Jaya!" ketusku saat menjawab panggilan itu. "Dia udah punya istri. Jangan ganggu terus, dong!"Namun, sayang sekali panggilan langsung terputus. Mungkin dia takut. Aku tertawa dalam hati. Awas saja masih ganggu suamiku. Karena dapat ide, akhirnya aku blokir saja nomor itu. "Dek." Mas Jaya menarikku lagi. Karena masih malam, akhirnya aku ikut tidur lagi. Paginya aku masih terbawa perasaan dengan panggilan semalam. Aku duduk di depan cermin kamar sambil berpikir saat Mas Jaya yang baru saja keluar dari kamar mandi itu tampak mendekat. "Kamu kenapa? Kok cemberut?" Satu kecupan mendarat di pipiku. "Semalam si Afifah nelpon. Ya aku angkat kan.""Hah? Terus?" Dia terlihat kaget. Masih pakai handuk, dan tak segera pakai baju. Apa maksud dia begitu? Mau menggodaku lagi? Ah, sudah tidak mempan. Orang lagi males, kesel, pengen marah. "Aku angkat lah. Kan Mas sendiri yang ngebolehin.""Iya, terus gimana?" "Dia cemen.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-03
Baca selengkapnya

Bab 83

"Kamu gimana sih, Jay? Kami sudah menitipkan dia padamu. Dia itu anaknya keras kepala. Sekali kecewa, dia pasti akan langsung pergi. Dia belum tahu kalau pergi dari rumah tanpa izin suami itu dosa. Tapi maafkan kami juga yang mungkin belum bisa mendidik dia." Mertuaku menangis di hadapanku saat aku menemui mereka dan menceritakan semuanya. Papanya Mai langsung menengakan istrinya. Beliau diam seribu bahasa saat aku bicara. Tanpa ada balasan atau reaksi yang kukira bakal langsung menghajarku. "Pah, Mah, Jaya bakal mencari Mai sampai ketemu. Maafkan Jaya sekali lagi," ucapku kembali. "Jay, meskipun nanti kamu menemukan dia, pasti luka itu masih dan terus dia ingat. Kamu yang salah sejak awal. Kenapa tidak mau jujur?" "Maafkan Jay, Mah. Jay butuh waktu untuk menjelaskan padanya. Jay kira dia sudah paham dan tidak memendamnya. Ternyata dia dikecewakan oleh dua orang yang dekat dengannya. Maaf, Mah, Pah."Aku menunduk malu. Merasa gagal dalam menjaga Humaira-ku. Aku harus jelaskan pada
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-03
Baca selengkapnya

Bab 84

"Kamu mau ngapain, Mas?" Aku mundur terus beberapa langkah karena pria yang merupakan saudara kandung Mas Jaya itu mengikutiku hingga ke depan pintu kamar. Wajah beringas itu mengulas senyum miring. Sambil memegang dagunya yang tumbuh cambang tipis. Lelaki itu tidak mendengarkan ucapku sepertinya. Dia terus mendekat dan saat aku buru-buru akan menutup pintu kamar, dia dengan cepat mengdorongku. "Aaa!" Aku memekik karena terjatuh ke dalam. Pria itu dengan cepat menarik tubuhku dan membawanya ke atas ranjang. "Kamu cantik juga. Pintar Jay memilih istri.""Mas, sadar, Mas! Kamu sudah punya istri!" Aku makin histeris. Tak ada benda atau apa pun yang bisa kugunakan untuk memukulnya. Mas Jaya, please, pulanglah! Dalam hati terus bergumam. Hanya dia yang saat ini bisa kumintai tolong meskipun dia juga sudah membuatku kecewa. "Layani aku sekarang!" katanya dengan wajah menjijikan."Kamu sudah punya istri! Pergi ke istrimu saja!" Aku bingung harus jawab apa. Dia mencekal kedua tanganku.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-03
Baca selengkapnya

Bab 85

"Selamat datang kembali ke rumah ini, Dek. Kamu adalah pemiliknya." Aku hendak memeluknya dari belakang. Tapi, dia langsung jalan ke depan. Dia berjalan menatap ke luar jendela kamar di lantai dua. Tatapannya masih malas dan banyak pikiran. Aku pun kembali mendekatinya. Mencium pundaknya dan kali ini dia tidak menolak. Apa mungkin karena sudah lelah dan di fase bodo amat? "Jangan sedih lagi, ya. Kita mulai dari awal lagi."Humaira masih tetap diam. Dia hanya menghela napas panjang. Tak lama, ibu masuk ke kamar kami. "Humaira ... bagaimana keadaan kamu, Nak?" Humaira memutar badan. Menatap ibu lalu meraih tangan ibu untuk menciumnya. "Ya beginilah, Buk. Ibu apa kabar? Maaf, Humaira beberapa hari tinggal di rumah mama.""Maafkan anak Ibu, ya, Sayang. Ibu minta maaf sekali." Ibu menangis. "Jujur, Buk. Saya trauma sebenarnya kembali ke sini." Aku hanya menjadi orang ketiga diantara mereka. Yang hanya bisa menyesali setiap perbuatan dan waktu yang terlewati tanpa membuat Humaira baha
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-03
Baca selengkapnya

Bab 86

Aku mendorong dadanya yang makin maju. Apalagi muka itu yang main nyosor saja. "Ck!" "Kenapa? Kamu enggak mau melayani suami? Dicium doang masa enggak mau?""Habisnya masih kesel. Mas itu enggak punya hati apa. Kalau istri belum baik itu jangan diajakin! Malah bikin dosa nanti karena enggak ikhlas melayani. Sebagai suami harusnya paham! Sebagai suami juga harusnya ngerti perasaan istri!"Dia malah terus menatapku dan membuatku salah tingkah. Apalagi wajahnya yang segar dan menawan itu. Sebenarnya aku rindu, tapi aku benci saat ingat perbuatan dia. Entah benar atau tidak yang dia katakan waktu itu, tetap saja aku cemburu. "Kamu enggak kasihan sama aku, Dek? Sakit tau," gerutunya lagi. "Sakit, sakit! Memangnya aku enggak sakit? Aku lebih sakit.""Ikan patin, nelen paku. Emang kamu enggak kangen apa sama aku?" "Enggak! Aku masih belum bisa maafin kamu!" Ih, malah main pantun.Tapi lelaki itu malah meletakkan telunjuknya pada bibirku. "Kalau saja kakiku tidak sakit, sudah kucium kamu,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Baca selengkapnya

Bab 87

"Ayo buka mulutnya!" Aku memaksanya makan. Tapi, katanya kenyang terus. Padahal, baru satu suap dia makan. "Orang sakit makannya harus banyak!" "Enggak, ah!" "Kenapa? Enggak enak?" Aku bingung bagaimana lagi harus membujuknya. Kayak orang putus asa saja dia. "Kamu enggak mau duduk di pangkuanku." Halah, mana sok-sokan lagi ini laki. Udah tahu kakinya sakit begitu. Mintanya yang macem-macem lagi. Bener memang kata orang, kalau laki-laki itu dewasanya cuman saat di luar. Kalau di dalem begini kelakuannya. Bayi aja kalah. Aku menghela napas panjang. Hanya bisa sabar menghadapi bayi gede ini. Sambil sarapan, kami duduk di balkon yang terpampang luas pohon-pohon rindang di sepanjang kawasan. Sejuknya pagi ini membuatku betah rasanya tinggal di sini. "Mas, jangan gitulah! Nanti kakimu engga sembuh-sembuh malahan," balasku sambil makan sendiri. "Tapi membuat bahagia orang sakit itu adalah obatnya sendiri, Dek. Masa gitu aja kamu enggak ngerti."Terpaksa, aku menuruti apa maunya. Duduk
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Baca selengkapnya

Bab 88

Malas sekali rasanya melihat dua orang itu duduk berdua di ruang tengah. Meskipun aku dengar apa yang kini mereka bahas. Mereka membahas bisnis yang sedang berjalan saat ini. Aku juga tahu Mas Jaya terikat kerjaan bareng dia. Sampai tadi dia minta maaf. Dan sekarang, aku coba izin sama dia untuk keluar sebentar cari angin. Demi agar tidak terus menerus terbakar api cemburu. "Mau ke mana, Neng? Malam-malam gini." Sapaan halus itu keluar dari mulut seorang penjaga yang tak jauh dari villa tempatku bermalam. Aku membalas dengan senyuman sambil menggosok lengan karena udara di sini dingin sendiri. "Lagi pengen keluar aja, Pak. Sebelum pulang ke Jakarta lagi." "Oh, kok sendirian aja? Mas Jaya mana atuh? Bukannya pengantin baru, ya? Kok enggak barengan?"Kepo banget ini orang. Hadeh, aku menghela napas panjang. "Lagi ada kerjaan kantor, Pak.""Oh, gitu. Ya udah kalau gitu, saya lanjut patroli dulu. Mangga, Neng." "Iya, Pak." Aku sendirian lagi. Di post ronda kini hanya ada aku. Untung
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Baca selengkapnya

Bab 89

Aku tidak tahu apa yang saat ini ada di dalam pikiran istriku itu. Dia lebih sensitif sekali sekarang. Sebentar-sebentar marah, kalau sudah marah, redanya lama. Kali ini, aku membiarkan dia pulang sendirian. Kini, aku berada di satu mobil dengan Afifah. Aku sengaja tak banyak bicara agar bisa fokus dan tak memberinya pengharapan. Namun, dia tampaknya tetap saja seperti awal. Seperti saat masih ada hubungan denganku. Sebenarnya risih, tapi aku juga tidak bisa meninggalkan dia sendirian di tempat tadi. Dua jam lebih perjalanan kami, akhirnya sampai juga di depan rumah Afifah. Aku tidak turun saat dia menawari. "Mas enggak mau ketemu bapak dulu?" tanyanya. "Enggak, makasih. Aku harus segera bertemu istriku. Sebelum dia makin lama salah paham." Aku menghela napas panjang. "Kamu tau, Mas, dia memang begitu. Terlalu dimanja sama kedua orang tuanya dulu."Sambil menurunkan koper, Afifah terus bercerita soal sepupunya itu. Yang tak lain adalah istriku sendiri. "Ini bukan soal dimanjanya,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Baca selengkapnya

Bab 90

Akhirnya, di meja besar dalam rumah Humaira ini, aku telah menyampaikan apa yang istriku itu minta di hadapan semua orang. Yaitu keluarga besar kami. Semua yang terjadi diantara kami, mereka semua mendengar. Keinginan Humaira ingin pisah pun kusampaikan. Mereka teramat kecewa dengan kami. Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Humaira tetap ingin aku menjaga jarak dengan dia. Dengan alasan karena terlanjur sakit hati. Padahal, aku sudah bersumpah di depan mereka, kalau aku tidak punya perasaan atau hubungan dengan sepupunya itu. "Kami tidak bisa memutuskan, Jay. Semua ada di tangan kalian. Kami sudah memberikan waktu cukup lama. Cukup untuk kalian yang sudah sama-sama dewasa ini untuk berpikir. Jangan sampai salah jalan," ujar papa mertuaku. "Saya kecewa dengan kalian sebenarnya. Terlebih anak saya sendiri, Jay. Humaira memang begini adanya. Mungkin kami yang kurang bisa mendidiknya dengan baik," lanjut mama mertua. "Sekarang Jay hanya bisa menyerahkan semua keputusan di tangan Humaira,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status