All Chapters of Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu): Chapter 71 - Chapter 80

104 Chapters

Bab 71 Wijaya Prasetya

~Wijaya Prasetya~"Saya terima nikah dan kawainnya Humaira binti Junaid dengan mas kawin tersebut, tunai!" Ucap seorang lelaki di hadapan papa saat aku baru saja pulang dari rumah sakit. Buku di tangan seketika terjatuh. Aku yang baru saja sampai, kini berdiri di ambang pintu pun langsung tercengang. Siapa yang menikah? Tidak mungkin adikku, kan? Dia kan laki-laki. Atau, ada yang numpang nikahan di sini? Tapi, bukannya barusan yang disebut itu namaku?"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya seorang pria lain yang duduk bersebelahan dengan papa itu. "Sah.""Sah.""Sah. Alhamdulillah," serentak mereka mengucapkan hamdalah. Gemetar tanganku sampai berair saat melihat mama juga duduk di sana. Wajah mereka semua berseri setelah itu mengangkat tangan untuk berdoa. Aku merasakan sentuhan dari belakang. Dan, ternyata oma yang setelah itu mengajakku maju ke depan. "Ayo, Sayang!" "Oma, ini ada apa? Mai aja baru pulang.""Diamlah! Ikuti saja apa kata papa dan mama kamu!" "Tapi, Oma ...."Aku ta
last updateLast Updated : 2025-01-30
Read more

Bab 72

"Aaaaaa! Heh, dibilangin malah diem aja! Ngapain di kamarku enggak pake baju begitu!" Untung saja aku tidak punya riwayat penyakit jantung. Kalau punya, bisa struk lihat begituan. "Aku cuman mau ganti baju," balasnya. "Lagian, auratku ketutup, kok. Dari pusat sampai mata kaki pun tidak kelihatan." Lelaki berlekuk tubuh atletis itu seperti tidak peduli dengan ucapanku. "Ya ngapain harus di situ juga? Kenapa enggak di kamar mandi sana?" Aku yang berdiri di ambang pintu kamar ini masih terus nyerocos. "Cuman ganti kaus saja bisa di mana aja. Lagian juga kamu kan sudah jadi istriku. Terus, Ngapain kamu terus menatapku seperti itu? Penasaran?" "Hah!" Seketika aku langsung sadar. Tak sengaja sejak tadi malah memandangi separuh tubuhnya. Mentang-mentang suspek, gerutuku terus dalam hati. Ish, menyebalkan sekali dia. Belum apa-apa saja sudah buatku naik pitam. Bagaimana nanti? "Aku mau ambil baju sekalian ganti. Bisa enggak kamu keluar?" "Kenapa harus keluar?" Setelah memakai kaus hitam
last updateLast Updated : 2025-01-30
Read more

Bab 73

"Stop, Mas!" Aku melepaskan tangannya yang sejak tadi merangkul. Dia menghela napas panjang. "Maaf kalau kamu enggak nyaman. Tadi itu ibuku.""Udah tau! Sebenarnya Mas ini siapa, sih? Enggak ada angin enggak ada hujan, kenapa papa meminta Mas untuk nikahin aku? Sakit tau, Mas, digituin. Aku punya hak untuk memilih.""Aku Jaya Prasetya, bukannya kamu udah tau namaku?" "Ck, bukan itu. Maksudnya Mas ini siapanya papa? Kenapa mau aja menikahiku tanpa persetujuanku dulu?""Awalnya papamu datang ke rumahku dan bilang kalau kamu itu dekat dengan seorang pria. Papamu khawatir, lantas memintaku untuk menikahimu. Waktu itu kan baru rencana.""Memangnya ada hubungan apa antara papa sama Mas? Terus, kenapa Mas-nya mau aja, sih?" "Papamu teman dekat bapakku. Sebelum bapak meninggal, papamu janji bakal menjodohku denganmu.""Astaga." Mendadak kepalaku sakit. "Kenapa sih, papa begitu. Enggak tau apa kalau anaknya ini sakit banget karena perbuatannya.""Papamu juga yang banyak bantuin keluargaku
last updateLast Updated : 2025-01-30
Read more

Bab 74

Akhirnya, aku pulang dengan pria itu. Dia memboncengku di belakang dengan kecepatan tinggi. Sampai jantungku ingin copot rasanya. Apakah dia marah karena kejadian tadi? "Pelan-pelan aja kenapa, sih? Bahaya tau naik motor kenceng begini," protesku. Sebenarnya aku takut kalau dia mengamuk nanti. Apalagi sudah berkali-kali dia mengingatkanku kalau aku sudah bersuami. Tapi sepertinya pria itu tidak mendengarkan apa pun yang kukatakan. Dia terus melajukan kendaraan roda dua itu dengan kencang. Namun, tiba-tiba mengerem mendadak sampai aku reflek memeluknya. "Heh!" Aku hendak protes lagi, tapi dia memberhentikanku di depan tenda abang-abang nasi goreng. "Turun!" Satu kata saja yang keluar dari mulutnya. Lelaki berjaket hitam itu lantas melepas helm di kepalanya lalu menarikku untuk duduk di dalam tenda itu. "Mas, nasi goreng dua, ya!" "Oke, Mas," jawab penjual nasi goreng itu. "Aku enggak mau nasi goreng!"Dia tidak menjawab saat aku bicara begitu. Melainkan hanya diam dan menunggu p
last updateLast Updated : 2025-01-30
Read more

Bab 75

"Kerja! Ngapain lagi kamu kira?" Dia berdecak. "Ya udah buruan bangun! Masuk ke kamar sana! Jangan di sini!" "Nyuruh doang! Nolongin kagak. Hih, suami macam apa begitu." Aku dan dia bagai kucing dan tikus sekarang. Sejak pertama masuk ke rumah ini, tidak pernah ada kalimat yang terdengar pelan atau lembut. Selalu saja bicara dengan otot tegang. Bagaimana bisa aku bertahan kalau begini. "Hem." Dia mengulurkan tangannya. Saat aku tarik, tapi dia malah ikut terjatuh. Kami sama-sama tercengang, tapi malah saling diam. Bukannya langsung bangun, malah saling tatap-tatapan. Dia tidak seburuk itu ternyata saat kuperhatikan. "Kenapa melihatku begitu?" "Dih, siapa yang melihat Mas? Mas-nya aja yang sengaja ngejatuhin diri, kan! Sengaja cari kesempatan." Aku langsung berdiri sambil mengibas tangan. "Besok kamu libur, kan? Aku mau ajak ke pasar.""Ngapain?" "Kamu pikir aja sendiri ngapain."Pria itu langsung pergi meninggalkanku ke kamar. Ruangan kamar cukup lebar dan juga ranjangnya mema
last updateLast Updated : 2025-01-30
Read more

Bab 76

Aku hanya melihat saja kegiatan pria itu selama di pasar. Duduk di belakang dia yang sibuk berjualan sayuran. Tak jarang dia digoda oleh ibu-ibu yang tengah beli dagangannya. Tapi, Mas Jaya sepertinya sudah kebal. Beberapa kali dia hanya menanggapi dengan senyuman. Aku tahu, dia pasti risih. Terlebih saat sikapnya yang reflek menolak sentuhan dari mereka. "Duh, Mas, udah kayak artis aja. Ganteng-ganteng jualan sayur. Otw belanja terus, nih, saya." Wanita berkerudung biru dengan bibirnya dipoles gincu merah itu sempat menoal lengan Mas Jaya. Aku yang terkejut hanya bisa diam dan heran. Bisa-bisanya, lelaki itu masih sopan saja. Apa dia tidak merasa dil3cehkan? "Dek, kamu haus?" tanya lelaki itu. "Enggak. Cuman bosan. Aku enggak tau apa yang harus aku lakukan.""Coba kamu kiloin itu timun!" "Hah?" Aku mendelik. Kenapa harus timun, sih? Sayuran yang paling aku tidak suka. "Iya. Itu!" Tunjuknya lagi ke depan dengan dagu. "Mas enggak ada yang bantuin apa di sini? Jualan sendirian be
last updateLast Updated : 2025-02-02
Read more

Bab 77

~Wijaya Prasetya~"Sudah dapat senyumannya, cuman belum dapat hatinya aja.""Mas, kamu insinyur?" Kedua mata hazel itu melebar. Dan aku, selalu menikmatinya. Kubiarkan dia terus bicara sampai lelah sendiri. Jujur, sejak pertama melihatnya di rumah sakit itu, aku langsung jatuh hati. Herannya lagi, Allah langsung memberikan jalan dengan takdir yang tak pernah kuduga sebelumnya. Aku menikahinya setelah 40 hari menyebut namanya dalam tahajud. Sebegitu inginnya aku memiliki dia, sampai berambisi dan langsung meminta pada pemiliknya. Ternyata, dia anak sahabat bapak. Yang kerap sekali dulu datang belanja. Hingga akhirnya, sekarang dia menjadi milikku. Setiap gerakan bibirnya, aku tersenyum. Membayangkan, bagaimana kelak aku punya anak darinya. "Mas!" Dia membuatku kaget kali ini. "Hah?" "Aku tanya!""Apa, sih, Dek?""Kamu insinyur? Kamu arsitek?""Ya gitu lah. Kenapa memang?" "Kenapa enggak bilang?""Lah, memangnya kenapa harus bilang?""Ya dari awal aneh aja ka
last updateLast Updated : 2025-02-02
Read more

Bab 78

"Kamu itu kalau ngasih kejutan kenapa kayak gini, Mai? Aku salah apa?" Aku sudah tak bisa menahan air mata saat Dean berkata begitu di depanku langsung. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sampai akhirnya, dia membenciku saat ini. "Aku bisa jelaskan, De. Aku ...." "Halah! Aku kecewa sama kamu, Mai. Aku sudah berkorban banyak buat kamu. Tapi, apa balasan kamu? Malah menikah sama orang lain!" Dia benar-benar marah. Bahkan untuk mendengar penjelasan dariku yang mungkin hanya butuh waktu lima menit saja, dia tidak mau. Dia terlanjur marah dan benci padaku. Saat kusentuh tangannya, dia menghempaskan langsung. "Sekarang, jangan hubungi aku lagi. Anggap saja kita tidak pernah kenal. Dan aku, akan segera pindah dari sini. Kamu tidak perlu menyembunyikan lagi dariku jika pria itu datang." Dia hendak pergi. Lalu aku bergegas bicara lagi. Tentunya dengan nada tinggi agar dia mengerti. "Dean! Kamu hanya salah paham. Kamu harus dengarkan aku dulu!""Lupakan aku, Mai!" pintanya. Setel
last updateLast Updated : 2025-02-02
Read more

Bab 79

"Papa minta maaf kalau sudah buat kamu kecewa, Nak. Tapi, ini semua Papa lakukan semata-mata untuk menyelamatkan kamu.""Iya, Pah. Mai juga sudah menerima ini semua. Ternyata, Mas Jaya orangnya baik.""Alhamdulillah kalau kamu sudah menerima dia. Bagaimana soal kerjaan kamu? Lancar?" "Mai keluar, Pah. Ada sesuatu yang membuat Mai ingin keluar. Sekarang, memutuskan untuk istirahat dulu.""Enggak apa-apa. Yang penting kamu bahagia. Kalau butuh apa-apa, bilang ke Jaya dulu. Kalau dia tidak bisa, cepat telpon Papa!""Iya, Pah. Makasih banyak. Mai sayang Papa, mama. Salam buat mama ya, Pah.""Iya, Sayang."Setelah panggilan diputus, aku terdiam beberapa saat. Hari sudah larut malam, Mas Jaya masih di kamar ibunya. Dia memintaku tidur duluan, katanya. Bicara apa saja sih mereka? Sampai semalam ini. Aku menarik selimut, baru saja menutup diri, mendadak pintu dibuka. Aku langsung bangkit lagi karena kaget. "Kamu belum tidur, Dek?" tanya Mas Jaya sambil tersenyum. Setiap lelaki itu masuk ka
last updateLast Updated : 2025-02-02
Read more

Bab 80

"Apa, Mas? Katanya mau bilang. Kenapa diem?" Aku terus menunggu kalimat apa yang akan keluar dari lisannya itu. "Em, iya. Aku mau bilang kalau, andai saat aku tinggal kamu kerja, dan ada yang menyinggung perasaan kamu saat di sini, kamu harus sabar.""Oh, itu saja?" tanyaku dengan kedua alis terangkat. Dia mengangguk. "Soalnya, Mbak Julia agak ketus kalau bicara. Kamu harus sabar kalau ketemu dia. Keluargaku memang begitu.""Oh, kirain mau jujur apa. Aku penasaran sama wanita bernama Ifa. Boleh aku ikut ke kantor sekali-kali? Kalau ingin bertemu dia.""Boleh. Cuman liat aja, kan, enggak akan jambak-jambakan?" Dia tertawa. "Enggak lah. Cuman mau siram air aja mukanya." Aku tertawa. "Hah?" Kedua mata lelaki itu langsung melotot. "Bercanda," ucapku lagi. Dia kembali tertawa. "Hari ini kamu akan lebih mengenal keluargaku, Dek. Jangan sungkan ngajak ngobrol mereka.""Aku enggak enakan orangnya.""Tak kenal maka tak sayang. Coba aja nanti di meja makan. Sebenarnya tidak semengerikan i
last updateLast Updated : 2025-02-02
Read more
PREV
1
...
67891011
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status