Semua Bab Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu): Bab 51 - Bab 60

104 Bab

bab 51

Aku terbangun tatkala tengah memeluk putriku yang sedang tidur. Suara teriakan dari luar itu membuatku kaget sesekali memastikan kalau bayi kecilku masih tertidur. Setelah membuka pintu kamar sambil memastikan keadaan yang terlihat terang benderang, lampu utama menyala, aku terkejut melihat mama dan papa tengah berbicara dengan seseorang. "Ada apa, Mah, Pah?" Aku melihat Bang Juna di sofa. Dia tampak lemas dan ada wajahnya terdapat bekas lebam. "Abang ...." Aku pun langsung duduk di sebelahnya. "Katakan sama suami kamu, jangan sekali-kali mendekati istriku lagi! Atau kalau enggak, aku akan lapor pada pihak maskapai! Biar diviralkan sekalian!" Lelaki itu berbicara dengan sangat kasar. Aku tak tahu apa yang sudah terjadi. Namun, saat mendengar sebaris kalimat pria itu tadi, aku merasa dadaku nyeri di dalam sana. Apa yang sudah terjadi antara Bang Juna dan Vania?Papa mengajak pria itu keluar setelah meminta maaf. Apalagi ini sudah malam dan khawatir mengganggu tetangga lain. Kutatap
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-23
Baca selengkapnya

Bab 52

"Jadi, kamu mau ke Bali, Juna?" tanya mama Ayu setelah Bang Juna bicara dengan mereka saat makan malam. "Iya, Ma. Sekalian ajak Mama sama papa kalau tidak ada acara lain. Sekalian liburan," balas pria berkaus hitam itu. "Ada pertemuan dengan salah satu petinggi masakapai di sana. Nanti Juna rencananya juga ada urusan ke luar negeri. Bahas soal mesin pesawat boeing.""Boleh, Papa juga sedang tidak ada acara. Karena kesibukan Papa bukan lagi do kantor sekarang, jadi bisa liburan kapan saja," tambah papa. Aku hanya mendengarkan mereka bicara tanpa ikut berkomentar. "Wah asyik juga pasti. Ajak mama kamu juga, Juna! Biar kami merasakan liburan yang sesungguhnya. Sama besan dan cucu, ya, Pa?" Mama menatap papa dengan bahagia. Aku senang kalau mereka juga senang. Tapi, sampai sekarang aku dan Bang Juna masih sama-sama bersikap dingin. Setelan makan malam, aku masuk ke kamar begitu selesai membantu mencuci piring. Kulihat Bang Juna sedang menata pakaiannya sendiri. Tak seperti biasa, sela
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-23
Baca selengkapnya

Bab 53

"Hallo, Bang? Assalamualaikum?" Tak ada suara di seberang sana. Yang terdengar hanya suara gaduh yang tak begitu jelas. Sampai pada akhirnya, aku mengulanginya lagi. "Assalamualaikum? Abang?" "Maaf, apa benar ini istri pemilik ponsel?" "Iya. Saya istrinya. Dengan siapa, ya?" Aku mencoba berpikir. "Maaf, pria atas nama Juna kecelakaan, Buk. Kami sudah berada di rumah sakit. Tolong segera kirimkan uang administrasi, agar kami bisa segera menanganinya." Apa? Seketika mataku melotot. Bang Juna .... "Maaf kalau boleh tau, rumah sakitnya di mana, ya? Biar saya bisa langsung ke sana saja." Dengan tangan gemetaran, aku menjawab lagi. "Rumah sakit dekat sini. Nanti saya kirim alamatnya. Mbak transfer aja dulu!" Kenapa pria itu aneh sekali? Biasanya pihak keluarga yang diminta segera ke sana. Tapi, kenapa ini beda? Uang dulu, baru dikasih alamat. Aneh banget, ini beneran apa penipu? Aku segera menggendong putriku yang masih tertidur di atas tempat tidur. Lalu pergi ke kamar
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-23
Baca selengkapnya

Bab 54

Malam itu, kami semua memutuskan untuk menikmati jamuan makanan mewah di hotel yang belum lama resmi itu. Ada sebuah ruangan out door khusus untuk restorannya. Terdengar riuh ombak di depan sana, dengan gemerlap lampu di sepanjang jalananannya. Kami semua sudah duduk dan menghadap hidangan menu laut dengan perasaan tak sabar ingin mencicipi. "Makasih ya, Bang. Aku enggak tau lagi bagaimana caranya mengungkapkan." Aku menyentuh tangan berotot yang ada di atas meja itu. "Tunggu, Sayang! Masih ada kejutan lainnya. Semoga kamu bahagia menjadi istriku." Dia mulai menyuapiku dengan tangannya sendiri. Ketika yang lain sibuk dengan cucu mereka, aku dan Bang Juna terus fokus membuat hatiku meleleh. Kenapa tidak sejak dulu saja aku dekat dengannya. "Busui harus makan yang banyak. Jangan sampai kelaparan," ucapnya lagi sambil tertawa. Lelaki berkemeja putih itu sampai tak sempat makan untuk dirinya sendiri. Namun, sebagai istri akun tidak akan lupa diri. Aku menyuapinya ganti. "Eh, pedes,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-24
Baca selengkapnya

Bab 55

Selesai pertemuan dengan petinggi maskapai, aku bergegas ingin segera pulang. Setelah berpamitan pada mereka, aku pun keluar dari ruangan meeting dalam gedung yang berseberangan dengan hotel tempat Nisa dan rombongan menginap. Saat melewati sebuah toko kue dan roti, aku jadi teringat istriku. Dia harus makan banyak. Kubeli beberapa bungkus roti dan cake all varian karena dia suka makan berbagai rasa. Tak hanya itu, olahan susu juga kubeli. Setelah itu aku keluar dari gedung tadi, dan hendak menyeberang. Namun, mataku tak sengaja melihat sekelebat sosok seperti Vania. Entah aku yang salah lihat atau memang benar Vania tadi. Dia terlihat masuk ke dalam hotel lalu menghilang. Dan aku pun, langsung menyeberang. Tiba masuk ke dalam lift untuk naik ke atas, tiba-tiba benar saja wanita yang dahulu dijodohkan denganku itu muncul laku masuk. Dia menatapku. "Mas ....""Vania ... kamu sama siapa?" tanyaku. "Aku ... aku sama Mas Revan dan mertuaku. Apa kabarmu?" Aku yang baru saja menekan to
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-24
Baca selengkapnya

Bab 56

"Yank!" Aku menggoyangkan pundak Nisa ketika dia sudah miring ke kanan karena menidurkan anak kami. "Yank, tidur ya? Abang enggak bisa tidur, nih." Ah, rupanya sudah tidur dia. Kulepaskan kaus yang sejak tadi kupakai dan hanya mengenakan celana selutut saja. Tumben, AC sudah nyala tapi kulit malah berkeringat terus. Nisa bergerak, dia mengubah posisinya. Dan aku pun langsung memeluknya. "Sayang, ngantuk ya?""Hem." Nisa membalas sekenanya. "Bisa enggak, temenin Abang sebentar? Abang enggak bisa tidur. Tadi minum kopi.""Merem aja, Bang!" kata Nisa sambil memejamkan matanya. Sudah kuganggu dia berkali-kali agar bangun menemaniku. Namun, Nisa tetap memejamkan mata. Sampai kupancing juga, dia tetap diam. Mungkin sakit lelahnya seharian banyak aktivitas. Biarlah dia tidur. Aku bangkit lagi, lalu membuka laptop. Ternyata, besok aku harus kembali ke Jakarta. Ada revisi skedul jadwal penerbangan yang mengharuskan aku kembali masuk. "Abang!" Nisa bangun rupanya. "Iya, Sayang. Kamu ba
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-24
Baca selengkapnya

Bab 57

Maju mundur aku memegang alat tes kehamilan itu untuk mengeceknya di kamar mandi. Khawatir hasilnya positif dan aku tidak sial akan hal itu. Belum selesai rasanya rasa sakit yang sempat kurasakan. Tapi, jika tidak mengeceknya, aku bakal terus penasaran dan susah tidur. Aku bakal kena tekanan dara4h rendah lagi. Ini saja kepalaku rasanya berat sebelah. Ditambah Humaira rewel. Akhirnya, kutidurkan bayi kecil itu lagi. Begitu dia terlelap, aku langsung pergi ke kamar mandi dengan tak bersemangat. Detik-detik pertama, aku tak berani menatap benda yang berjalan ke atas Itu. Entah sudah menit ke berapa, akhirnya kuberanikan diri untuk melihat hasilnya. Dan ....Kedua mataku melotot. Entah perasaan apa yang kini menyergap dadaku. Panas dingin kembali mencuat, melapisi kulit. Aku kembali ke tempat tidur dan meringkuk di sana. Kutekan kontak ponsel suamiku yang sedang bertugas. "Tuuuut." Karena tak tersambung, mungkin juga dia sedang berada di atas awan, akhirnya aku mengirim pesan saja.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-24
Baca selengkapnya

Bab 58

"Mah, itu Bang Juna." Aku berharap memang benar yang datang Bang Juna. "Iya, Nak. Tunggu saja mereka masuk. Semoga papa datang bersama Juna."Setelah pintu terlihat ada dorongan dari luar, aku dan mama lantas berdiri. Pertama yang kulihat adalah sosok tampanku datang bersama peluh yang membuat wajahnya sedikit berminyak. Aku langsung berjalan mendekat laku memeluknya. Bang Juna menyambut dengan pelukan yang sama. "Maafin Abang, Sayang. Abang telat sedikit.""Abang kenapa ada di kantor polisi?" Aku sudah tak bisa menahan air mata ini. "Lebih baik ajak Juna ke kamar, Nak! Biar sekalian istirahat. Atau bahasnya besok saja. Dia pasti lelah," kata papa. "Iya, Pah." Langsung aku mengikuti apa kata papa. Kubawa Humaira ke kamar juga. Setelah itu pintu kututup lagi. Saking rindunya, aku terus memeluk pria itu. Dia belum sempat melepas seragam putihnya. Kami sama-sama dirundung rasa rindu yang begitu hebat. Seakan tak pernah bertemu satu tahun lamanya. "Maafkan Abang, Sayang. Abang ada u
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-24
Baca selengkapnya

Bab 59

"Apa yang kamu inginkan lagi, Vania? Aku sudah berusaha menjadi teman yang baik dan menganggapmu sudah berubah. Tapi, apa balasanmu?" Aku duduk berhadapan dengan Vania di sebuah restoran dekat rumah. Karena mama tidak mengizinkanku jauh-jauh. Mama juga menungguku di mobil. "Aku minta izin sama kamu buat ...." Dia terlalu bertele-tele. Sekarang juga sudah lepas hijab lagi. Sangat disayangkan. Bagaimana Revan tidak murka kalau dia sudah berusaha jadi suami yang baik tapi istrinya sendiri yang jadi ujiannya lagi. "Kenapa berhenti? Lanjutkan saja!" kataku lagi. "Tapi kamu jangan marah, ya. Aku hanya minta izin dan minta belas kasihan darimu saja." Aku makin malas sampai di sini. Dia terlalu basa-basi. "Aku mau kamu izinkan Juna buat nikahin aku. Aku hanya punya dia.""Punya dia? Memangnya dia mau sama kamu? Kepedean banget kamu, Vania. Aku kira kamu bisa jadi teman yang baik. Tapi nyatanya malah begini. Dia suamiku. Dan sampai kapan pun dia akan tetap beristri 1.""Tapi enggak ada la
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-24
Baca selengkapnya

Bab 60

"Nisa, sudah waktunya kami kembali, Sayang. Rumah sana kosong terus. Mama sama papa mau bersih-bersih di sana," ucap mama Ayu saat aku tengah santai di kamar mereka. Sementara papa sedang berduaan dengan cucunya sambil menonton televisi di kamar ini juga. "Nanti kalau Bang Juna kerja, Nisa sama siapa, Ma? Kenapa enggak di sini aja, sih? Kan Nisa jadi enggak ada temen ngobrol." Aku jadi merasa kehilangan kalau mereka mau pulang. "Kamu harus belajar dewasa, Nak! Kami tidak enak sama Juna karena kelamaan di sini. Humaira juga sudah bisa ditinggal-tinggal, kan. Kamu taruh aja dia di keranjang bayinya kalau mau ke kamar mandi." Aku tahu apa maksud mama itu. Mereka ingin aku mandiri. Dan, menghargai mereka juga menghargai Juna sebagai kepala rumah tangga. Tak ingin juga ke depannya ada salah paham atau apa karena memang kalau sudah berkeluarga, harus pisah dengan mereka. "Ya udah," balasku lagi. Siang itu mereka berpamitan. Kebetulan memang sudah ada pembantu juga sekarang. Pembantu p
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-24
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
11
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status