All Chapters of Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu): Chapter 31 - Chapter 40

104 Chapters

Bab 31

"Mah, Pah. Ini rumah kalian sekarang. Jangan pikirkan soal tadi," aku memeluk papa yang terlihat kurang sehat di rumah baru mereka. Rumah yang awalnya aku hadiahkan untuk Nisa. "Kalian akan tinggal di sini juga, kan? Papa sama mama tidak akan pernah bisa membalas kebaikan kamu, Nak," balas papa dengan mata memerah. Kuusap buliran bening dari sepasang mata tua itu. "Pah, Mah. Aku dan Nisa sudah punya rencana sendiri. Kami akan mulai semuanya dari awal.""Sayang, kamu baik sekali. Dari dulu kamu dan keluarga kamu selalu baik sama kami." Giliran mama memegang tangan menantunya sambil mengucapkan kalimat haru itu berkali-kali. "Mamah, Papah, kalian adalah orang tua Nisa. Sama seperti orang tua Nisa yang sekarang di rumah. Kalian adalah berlian di mata kami untuk mendapatkan ridho Allah. Izinkan kami berbakti ya, Mah, Pah." Nisa tersenyum lembut. Tak kusangka, ternyata aku memiliki berlian indah itu. Dadaku penuh dengan rasa syukur ketika menatapnya. Aku berjanji pada diriku sendiri, a
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Bab 32

Astaghfirullah, aku melihat Nisa menyedekapkan tangannya di depan dada sambil menatap wanita yang ada di lantai dengan rambut acak-acakan. Mataku semakin melebar tatkala tahu siapa wanita itu. Napasnya tersengal, ada suara lirihan tangis pilu. "Kenapa aku tidak bisa seperti kalian!" teriaknya histeris. "Karena kamu angkuh. Kamu ingin memiliki segalanya sementara kamu sendiri sudah punya segalanya. Kamu ingin merebut kebahagiaan orang lain, Van! Ingat, itu perbuatan tidak baik. Dan imbasnya akan kembali padamu sendiri." Dengan lantangnya, istriku itu membalas ucapan Vania. Aku tidak pernah melihat Nisa seberani ini sebelumnya. Kudekati dia sambil menelan ludah. "Sayang, ada apa ini?" "Tuh, kerjaan dia ngacak-ngacak kamar kita. Dia nyerang duluan, jangan salahkan aku kalau aku ngamuk begini. Aku udah enggak tahan lagi, Bang! Dia udah keterlaluan." Panjang lebar Nisa mengutarakan kekesalannya. Aku pun hanya bisa mengiyakan saja daripada kena semprot dia juga nanti. Sepertinya Nisa s
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Bab 33

"Hai, Mas. Apa kabar?" Sapa seorang pemuda yang wajahnya putih bersih. Sedikit mirip dengan kakaknya. "Eh, Amran. Mau ke mana? Atau dari mana?" Kupeluk adik iparku yang tampak membawa ransel itu. "Aku mau balik ke Kanada, Mas. Oh ya, titip Mbak Nisa, ya, Mas. Kasian banget dia. Dan aku sayang banget sama dia. Yang dulu selalu bantuin belajar aku waktu SMP." Lelaki muda yang baru saja tumbuh kumis tipis itu tersenyum haru. "Insyaallah, doakan Mas, ya! Semoga kami lekas diberi kebahagiaan yang bertambah. Begitu juga denganmu, aku doakan kamu sukses di sana." "Iya, Mas. Aamiin. Satu lagi, Mas. Tadi ada Mas Revan telpon aku, minta nomornya Mbak Nisa. Katanya di kontaknya hilang. Aku ragu mau ngasih, terus ya udah. Kubilang aja minta ke Mas Juna.""Revan?" Aku mengerutkan dahi. "Iya. Katanya sih mau ketemu Mbak Nisa. Takut ada apa-apa, kayak dulu itu. Aku enggak kasih, deh.""Oke. Makasih ya, Amran." "Duluan ya, Mas." "Ya. Hati-hati." Dan, Ki pun berpisah jalan. Keluarga Nisa meman
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Bab 34

"Abang, aku enggak bermaksud apa-apa. Aku cuman ....""Sudahlah, Nisa! Aku tidak ingin mendengar nama laki-laki itu lagi. Terlepas dia sudah berubah atau belum, aku tidak suka kamu menyebut nama laki-laki lain di hadapanku!"Bang Juna kenapa, sih? Tumben marah-marah terus. Apa dia sedang ada masalah lain juga di kerjaannya? Atau dia lelah karena mengurusku?Mobil terus melaju dengan kecepatan di atas rata-rata seperti biasanya. Lelaki itu terlihat sekali sedang marah dan tak mau mendengar penjelasan ku dulu. Padahal, ada berita bagus yang harus dia dengar. Mungkin nanti saja saat keadaan sudah kembali normal. Sampai di rumah, Bang Juna tidak mengizinkanku jalan sendiri. Meski wajahnya murung, dia tetap menggendongku sampai di kamar. "Abang ... aku minta maaf kalau ucapanku ada yang salah. Tapi ...."Aku mencekal tangannya. Mencegah dia pergi dari kamar ini. Apalagi dalam keadaan marah. "Kamu istirahat lagi aja! Aku mau mandi."Akhirnya, dia kulepaskan lagi. Selama jalan ke sana ke m
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Bab 35

"Selamat ya, Sayang, kamu akan segera menjadi ibu." Tante Maya memelukku saat kami bertemu di depan rumah seorang designer terkenal."Makasih banyak, Ta." Aku membalas senyumannya. "Jadi, Revan masih di kantor? Enggak ikut?" tanyaku lagi saat melihat Tante Maya sendirian. "Iya. Katanya enggak bisa ninggalin kerjaannya. Sebentar lagi juga nyusul. Kita ke dalem dulu aja, yuk! Pilih kain dulu.""Iya, Tan."Wanita itu menggandengku. Tangannya halus, seperti mama. Mereka memang sudah berteman lama juga. Kini, aku dan wanita seusia mama itu mengikuti langkah seorang designer yang menjelaskan soal bahan. Ruangan yang sangat luas dan panjang, berderet contoh-contoh gaun pengantin pria dan wanita dalam manekin tanpa kepala. Ah, jadi ingat saat-saat itu. Saat aku dan Revan akan menikah. Di sini juga kami memesan gaun. "Hallo, Tan ...." Seorang wanita datang menghampiri setelah satu jam kami berada di sini. Wanita muda itu menyapa Tante Maya yang tengah memegang kain warna putih. Sontak, ak
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Bab 36

Tiba-tiba waktunya setelah aku pulang dari bandara, tubuh masih lelah tapi tetap harus berangkat ke rumah mama. "Sayang, kamu udah siap?" tanyaku pada Nisa yang tengah menyisir rambutnya. "Tiba-tiba perutku mual, Bang.""Ikut aja, ya! Soalnya daripada di rumah sendirian. Takut ada apa-apa, malah aku enggak di rumah.""Hem." Pundak Nisa luruh, dia seperti berat akan pergi. Aku tahu pasti semua itu karena dia tengah hamil. Tubuhnya pasti sedang menyesuaikan. "Kita nginep di rumah mama aja nanti. Biar enggak bolak-balik.""Iya-iya." Nisa lantas memakai kerudungnya. Kugandeng dia setelah itu. Istriku benar-benar ingin dimanja sepertinya. Kuminta dia tiduran di jok belakang selama aku menyetir sendiri. Sampai kami di rumah mama Aida, terlihat keadaan rumah tampak ada tamu. Entah tamu atau siapa. Yang jelas, pintu rumah terbuka lebar dan terdengar orang bicara di dalam. "Assalamualaikum?" Nisa masih kugandeng saat masuk ke dalam. "Wa'alaykumsalam warahmatullahi wa barokatuh." Mama me
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more

Bab 37

"Mana kucingnya? Kalau enggak ada, aku nyari sendiri aja lah!" Pagi-pagi istri tercinta sudah mengomel. Bangun tidur dia sudah murung dengan wajah cemberut. Aku lupa. Ya, karena kesibukan hari-hari kemarin, aku jadi lupa mencari kucing untuk diadopsi. Jangan sampai Nisa beneran minta harimau nanti. Seperti yang sejak awal dia minta. Kusentuh pundaknya, mencoba membujuk agar dia lebih bersabar lagi. "Yank, kita cari hari ini, ya. Kemarin kan kita sibuk. Belum lagi ....""Kelamaan! Biar aku pergi aja sendiri nanti sama temen. Yang penting Abang ijinin.""Pergi ke mana?" Kaget aku dia bilang begitu. "Ke Bogor.""Astaga, jauh, Sayang. Jangan ah!""Terus kapan? Abang kan tiap hari sibuk.""Ya nanti kalau libur. Weekend Abang juga ada jadwal, gimana, dong?" "Makanya, biarkan aku pergi sendiri." "Jangan ngada-ngada deh, ah! Bahaya. Nanti kalau ketemu Rian gimana? Dia udah dendam sama kita gara-gara semua aset oma udah kembali lagi.""Abang tega memang. Padahal kan, bukan aku yang pengen
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more

Bab 38

"Yank, ayo tidur!" Aku berdecak sejak tadi karena Nisa tak kunjung naik ke atas ranjang. "Iya, Bang.""Iya-iya terus kamu. Enggak kasian apa sama aku yang dari tadi kesepian butuh kasih sayang," keluhku lagi. "Habis ini ya, Bang. Nanggung." Dia masih sibuk dengan sesuatu di depannya. "Yank! Ayo!"Diam menghela napas panjang lalu memasukkan anakan kucing dia ekor itu ke dalam kandang. "Jangan ditaruh kamar! Bau nanti dia kalau pup. Heeem.""Tapi lucu, Bang. Gimana aku bisa jauh-jauh dari mereka. Orang gemesin begini." Dan kucing-kucing kecil itu masih mengeang-ngeong saja. Seolah tidak mau ditinggal oleh Nisa. Tak tahan menunggu lagi, aku langsung bangun dari tempat tidur lalu berdiri untuk mengangkat tubuh istriku. "Ayo!" Dia kaget sampai mendelik. "Abang!"Kuletakkan dia atas kasur lalu menutupi diri kami dengan selimut. Namun, dia malah memukul dadaku. Ah, malah seperti drama-drama pria sedang memaksa wanita untuk melayani saja. "Abang!" "Apa?""Aku enggak bisa napas ini!"
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more

Bab 39

"Abang sayang," panggilnya dengan manja saat membangunkanku yang tertidur lagi setelah Subuh. "Ih, Abang! Bangun! Udah siang, nih!" Dia menoel lengan polosku yang tanpa balutan. Aku sengaja pura-pura tidak dengar agar dia makin mendekat. Wanita manis dengan dagu belah itu terus mendekat, dan aku langsung menahan tubuhnya yang hendak bangkit lagi. "Eh, Abang! Kirain belum bangun." Dia kaget. Kuajak dia terbaring di atas tempat tidur lagi. "Abang, udah jam berapa ini? Udah terang itu loh. Nanti telat gimana?""Aku masih kangen." Mataku masih terpejam. Tapi terus memeluk Nisa. "Abang nanti telat, Bang! Abang sebenarnya berangkat jam berapa, sih? Skedul penerbangan Abang mending diprint, ditaruh di sini! Biar aku ...." Daripada banyak bicara, kubungkam saja mulutnya dengan kecupan. "Abaaaangg!" "Kenapa, sih, malah teriak? Nanti kedengeran tetangga dikira aku kdrt. Padahal kan cuman mau seneng-seneng sama istri.""Abang berangkat jam berapa? Makanya bilang!" Aku tak peduli ketika d
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more

Bab 40

Aku terbangun mendengar suara tawa Bang Juna malam itu. Kedua mataku menyipit karena masih mengantuk. Apa sebenarnya yang dia tertawakan itu?"Abang kenapa?" Dia masih tertawa sampai lemas. Di tangannya ada ponselku yang masih menyala. Bang Juna tidak berkata apa-apa, dia langsung meraih kepalaku agar tidur di atas dadanya. "Kenapa sih, Bang?" Aku masih belum mengerti apa maksud dia seperti itu. Saat kulihat ponsel yang ia letakkan lagi, ternyata isinya bekas histori yang tadi sore kubuka. Pantas saja dia tertawa begitu. Jadi malu ketahuan cari solusi di jejaring sosial. Langsung kuhapus semua sampah dan histori. Lalu menyimpan ponsel di atas nakas lagi. "Abang, ih!" Kucubit perutnya yang kotak-kotak itu. "Eh!" Dia kaget tapi masih tertawa. "Abang bikin aku malu aja." "Enggak usah malu, ah! Malahan aku kagum sama kamu. Di tengah-tengah hamil, masih kepikiran mau nyenengin suami.""Hem. Ya kan aku takut kayak orang-orang itu.""Kenapa orang-orang? Siapa yang kamu maksud?""Di be
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more
PREV
123456
...
11
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status