Semua Bab Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu): Bab 21 - Bab 30

104 Bab

Bab 21

"Aku Vania. Sebelumnya kita hanya ketemu sebentar-sebentar." Wanita itu mengulurkan tangannya. "Oh, aku Nisa." Kusambut tangannya balik. "Ada apa ya, Mbak?" "Aku ingin ngobrol sedikit sama kamu. Bisa, kan? Oh ya, apa kabar?" Wanita bernama Vania itu menghampiriku. Dia ingin bicara denganku sambil memilih belanjaan. "Aku baik." Bingung mau jawab apa, aku hanya membalas sekenanya. Lalu, kami sama-sama masuk ke dalam supermarket itu seraya menarik troli masing-masing. Sambil memilih barang, dia memulai percakapan. "Mbak Nisa udah lama kenal Juna?" "Em, lumayan karena dia tetangga sendiri, Mbak. Kalau Mbak Vania?" tanyaku balik. Lalu kulihat berbagai sayuran segar di depanku. Aku pun segera meraih satu bungkus wortel dan daun pre. "Aku ... sudah lama kenal dengan Juna sejak kami kuliah. Aku sudah suka sama dia sejak saat bertemu dengannya. Karena dia lelaki yang menurutku greenflag banget. Dia perhatian, penyayang dan juga keren."Seketika itu aku menghentikan kesibukanku memilih b
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 22

Malam itu aku tidak jadi ikut Bang Juna ke rumah mamanya. Aku tidak mau bertemu dengan nenek tua itu. Sudah pasti ada apa-apa kalau Bang Juna disuruh ke sana. Malas ikut juga karena nenek tua itu tidak menginginkan aku juga. Aku membiarkan Bang Juna keluar sendirian. Lebih baik aku tidur karena besok aku ada janji dengan Mbak Bella. Sudah lama tidak mengecek keadaan restoran. Banyak malasnya setelah menikah, padahal dulu rajin sekali. Aku baru sadar setelah beberapa saat. "Astaga, aku kira sekarang di rumah mama. Pantas lah Bang Juna tadi ngotot ngajakin ikut. Sekarang aku sendirian di rumah ini. Rumah yang baru dua hari kutempati. Kutekan berkali-kali kontak Bang Juna. Namun, tidak ada yang diangkat. Pasti dia lagi di jalan atau lagi bicara penting dengan keluarganya. Terpaksa malam itu aku tidur sendirian. Paginya, aku terbangun dengan perut mual. Aku langsung pergi ke kamar mandi sambil berlari dan mengeluarkan semua isi perut di wastafel. Tak ada yang keluar kecuali hanya cair
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 23

Aku tak berselera melakukan apa pun. Sepanjang pagi itu, aku hanya rebahan. Aku memutuskan untuk pulang ke rumah mama. Meskipun aku tahu, ini tidak dibenarkan dalam agama. Aku tak tahan lagi. "Nisa!" Mama mengetuk pintu. "Makan dulu, Sayang!" Pintu pun terbuka karena aku sejak tadi tak menjawab."Nisa enggak laper, Ma." Mama datang membawa nampan berisi makanan. Lalu meletakkannya di meja dekat tempat tidur. Aku tak mau mama melihatku menangis, maka dari itu aku segera menghapus air mata ini. "Sayang, makan dulu, ya! Ingat, kamu itu lagi hamil. Jangan stres!""Gimana Nisa enggak stres, Ma? Bang Juna ....""Belum tentu itu Juna, Nisa." Mama mencoba menghiburku, tapi aku tetap yakin kalau foto itu adalah Bang Juna. "Nisa enggak mau ketemu di pokoknya. Nisa mau nenangin diri, Mah. Tolong, biarkan Nisa di sini dulu. Jangan Mama suruh pulang."Aku tahu mama pasti sedih. Mama pasti sudah melewati banyak manis dan getirnya pengalaman berumah tangga. Tapi, aku tidak bisa dan tidak kuat be
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 24

"Sayang!" Aku memanggilnya dengan kuat. Dadaku berdebar-debar sampai air mata tak sanggup kutahan. "Apa ini, Sayang?" Tanganku gemetaran saat melihat sebuah benda dengan dua garis merah itu di pinggiran wastafel. Kubuka pintu kamar mandi lalu keluar. Terlihat Nisa sedang memegang ponselku seraya mendengarkan seseorang bicara di balik panggilan sepertinya. Nisa segera mematikan panggilan itu sambil menatapku. Dia menggeleng kepalanya sambil mendekat. Begitu juga denganku. "Sayang, ini apa?" Yang kutanya bukannya dia habis menelpon siapa, melainkan benda di tanganku yang kutunjukkan padanya. Hanya memakai handuk setengah badan, aku langsung menarik tubuhnya ke dalam dekapan. "Katakan padaku yang sesungguhnya! Apakah kamu ...."Dia melepaskan pelukan. "Iya, Bang. Aku sengaja enggak langsung bilang kemarin. Karena aku kecewa sama Abang.""Maafkan aku, Sayang. Terkadang aku masih saja tidak sadar kalau sudah punya istri. Habisnya, aku apa-apa dulu selalu sendirian.""Sekali lagi Abang gi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

Bab 25

Sampai di rumah, aku memanggil Nisa berkali-kali. Tapi, dia tak ada menyahut satu kali pun. Semua belanjaan kuletakkan di meja makan. Lalu bergegas pergi ke kamar. "Nisa!""Nisa!"Dia tidak ada di kamarnya. Lalu di mana dia? Gadis itu memang hobi sekali membuatku jantungan. "Sayang, kamu di mana?"Aku berlari ke kanan, pintu samping yang terbuka setengah. Keringat sudah bercucuran, khawatir dia marah lagi. "Sayang, kamu ngapain di sini? Kenapa aku panggil enggak jawab, sih? Hah?" Aku menemukannya. Dia duduk di samping rumah sambil berjemur. Dasar, bumil manja. Setelah mendekat, aku langsung berjongkok tepat di depannya. Kugenggam tangannya sambil menatap wajahnya yang terkena sinar matahari sambil memejamkan mata. "Aku udah tau semuanya. Tapi aku enggak akan marah," ucapnya tiba-tiba. Yang langsung membuat jantungku deg-degan. "Apa, Sayang?" "Abang ke Bandung ngapain aja? Oma tadi telpon. Kebetulan aku yang angkat. Beliau bilang makasih sama aku karena sudah bantu lunasin sisa ut
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

Bab 26

Sampai di rumah, aku benar-benar lelah. Tidak ingin memulai pertengkaran karena aku sangat tidak suka dengan pertengkaran. Meskipun sedikit kesal dan cemburu, aku tetap bersikap baik dengan Nisa. Adakalanya menyendiri untuk menenangkan hati yang sedang gundah. "Abang, makannya udah siap. Kalau makan, sudah aku siapkan. Kalau tidak, aku pergi ke kamar dulu," ucap Nisa begitu saja. Seperti memang sudah tidak ada rasa lagi. Mungkin juga karena sikapku yang juga berubah. Dia hari sudah berlalu setelah kedatangan Oma saat itu, kami memang jarang mengobrol atau bercanda lagi. Belum sempat aku jawab, Nisa sudah pergi ke kamarnya. Malam pun tak berselera lagi kalau begini. Aku menghela napas panjang. Teringat gadis yang berpiyama Hello Kitty tadi. dia pergi tanpa mengajakku. Saat aku tengah duduk sambil berpikir, tiba-tiba ada getaran ponsel di saku celana. Saat kulihat, ternyata Vania. Dia mengirim kata-kata yang sepertinya bukan sekadar peduli dengan masalahku. Tapi ...."Juna, aku tida
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

Bab 27

"Mau ke mana kamu, Nisa? Jangan sendirian loh kalau keluar!" cegah mama saat aku sudah siap untuk keluar pagi itu. "Mah, Nisa bosan. Nisa mau jalan-jalan di deket sini aja. Enggak jauh-jauh. Enggak usah khawatir," balasku sambil terus jalan. "Nisa, Mama temani, ya." "Enggak usah. Nisa mau sendiri aja. Nisa mau beli bubur ayam sekalian.""Nisa, sejak kamu sama Juna ada masalah, Mama sangat khawatir. Mama tidak bisa melihat kamu sedih. Apalagi kamu sedang hamil." "Terserah Mama aja deh." Aku meninggalkan mama sendirian dan bergegas keluar. Tak peduli mama mengikutiku atau tidak. Aku mencoba menikmati hidup yang sedang tak baik-baik saja ini. Sambil jalan pagi, aku menatap pemandangan yang jarang kulihat selama ini. Mengenang kembali masa-masa remaja hingga awal punya pekerjaan. "Hallo, Nisa!" Sebuah mobil lewat di dekatku. Tiba-tiba penghuninya menyapa sampai aku terkejut. "Astaghfirullah, Rian," batinku. Anak angkat keluarga Bang Juna yang kini sudah terusir. Pria itu langsung
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

Bab 28

Aku terpaku mendengar Mama Ayu yang histeris seperti tak mau memaafkan Bang Juna. Aku sendiri pun tak sempat memikirkan bagaimana kondisi janin yang awalnya ada di dalam rahim ini. Sampai lelaki gagah itu bersimpuh di kaki mama, mama Ayu tetap bersikukuh ingin aku tinggal bersama mereka lagi. "Mah, biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka sendiri!" kata papa Ali. "Mama sakit, Pah, dengar kabar kalau Nisa keguguran. Semua itu bukan hanya gara-gara adik angkat Juna. Tapi Juna juga yang sejak awal lebih percaya sama neneknya." Mama langsung ditarik oleh papa untuk duduk di sofa. Ternyata anak yang kukandung sudah tiada? Pantas saja perutku sangat sakit sekali. Badan kaku dan aku tidak lagi merasakan sesuatu di dalam perut ini. "Sudahlah, Mah! Sudah! Tenangkan dirimu dulu! Biarkan Nisa sama Juna bicara berdua. Kita keluar dulu!" Papa membantu mama berdiri lalu mereka keluar dari kamar ini. Sementara aku, menatap Bang Juna yang matanya merah karena penyesalannya. Dia mengusap wajah
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

Bab 29

"Em ...." Aku menelan saliva saat Nisa bertanya soal itu. Tak mungkin aku beralasan dengan dalih menjaga perasaannya. "Abang ... kayaknya aku udah tau jawabannya," lanjut Nisa lagi. Kedua matanya menyipit. Menatap penuh curiga padaku. "Iya, Sayang. Seperti yang kamu duga kayaknya.""Abang kenapa enggak bilang dari tadi? Malah bengong.""Ya maaf, Abang bingung soalnya. Takut aja kamu makin meledak-ledak. Abang enggak mau kehilangan kamu lagi. Sudah anak kita yang pergi, kamu jangan.""Jadi, kalian udah ngapain aja?" Ya salam, Nisa sama halnya sepertiku. Dia sedang terbakar api cemburu. "Ya ngasih makan-makanan gitu. Tapi, kamu tenang aja. Aku enggak terus menerus menerimanya. Aku juga nolak dia baik-baik. Biar dia enggak sakit hati dan malah berbuat yang enggak-enggak.""Bukannya kata Abang dia mau nikah, kan?""Iya. Tapi, dia bilang lagi kalau pernikahannya batal." Duh, jadi bingung.Tiba-tiba saja kepalaku pun terasa gatal. "Kenapa pikiranku jadi ke Oma dan Vania ya, Bang?" "Maks
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

Bab 30

"Mah, ada apa?" tanyaku saat kami sudah saling tatap. "Juna, kita bicara di tempat lain aja!" kata mama. Masih menoleh kanan kiri. "Di mobil aja ya, Ma." Kuajak mama menuruni tangga ringan di lobi keluar. Setelah itu kami pun masuk ke dalam mobil yang kebetulan tadi pagi kuparkir tak jauh juga. Sekitar dua kiloan mobil melaju, akhirnya kubuka percakapan dengan mama. "Mah, Mama ngapain nyamperin Juna sampai ke sini? Bukannya nanti kita bakal ketemu di rumah?" tanyaku sekilas menoleh ke samping. "Kan bisa telpon juga." "Kita enggak bakal bisa bicara ini di rumah atau di mana pun. Pasti akan ada yang tau. Dan masalah makin runyam. Mama bingung, Juna. Papa kamu juga kesehatannya sedang menurun. Dia sudah enggak kerja di kantor lagi. Sudah resign." Maksud mama apa bilang seperti itu? " Apa? Papa sakit lagi? Terus, Mama mau bilang apa sekarang? Apa yang terjadi di rumah, Ma?" "Juna ... Yang bayarin semua utang keluarga kita itu si Nisa?" "Iya." "Terus? Kamu diem aja?"
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status