All Chapters of Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu): Chapter 11 - Chapter 20

104 Chapters

Bab 11

Kugendong Nisa lalu membawanya pulang ke rumahnya. Tidak mungkin kubawa ke rumahku karena di sana ada papa mama. Bisa-bisa malah jadi masalah baru nanti. Apalagi Nisa adalah menantu kesayangan mereka. Gadis itu masih menangis sambil berpegangan pada leherku. Kubawa dia masuk ke kamar, lalu menurunkannya di atas ranjang. Saat aku hendak meninggalkannya sebentar, tiba-tiba dia mendadak memegang tanganku. "Abang, jangan tinggalkan aku!" Aku tersenyum lembut, lalu duduk di dekatnya. Kuusap air mata yang membuat matanya sembab itu. "Aku hanya mau ambil minum dulu. Kamu tunggu sebentar di sini!"Dia menggeleng kepalanya. "Aku takut."Kuraih tubuhnya, lalu memeluk dan memberikan kehangatan. "Jangan takut! Aku akan ada di sini menemanimu. Mau cerita sekarang apa nanti aja?""Sekarang." Dia mendongak. Lalu merenggangkan pelukanku. "Tadi aku resign."Aku langsung membenahi posisi duduk. Memilih duduk di sebelahnya sambil menyelimuti setengah badan. Kuminta dia merebahkan kepalanya pada dada
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 12

Bang Juna mendekatiku setelah aku bilang ingin keluar. Dia pasti protes. Padahal kan aku izin keluar karena memang ada perlu. Lelaki berkulit putih itu menatapku lekat. "Mau ke mana, sih?"Aku belum bisa menjawabnya karena sikapnya yang makin mendekat itu membuatku jantungan. "Bang, mundur!" Kudorong tubuhnya yang hampir membuat kotor pikiranku. Aku bangkit meski badan masih terasa sakit semua. "Kamu masih sakit," ungkapnya lagi. "Aku ada urusan sama kakakku. Kami ada kerjasama barengan."Tangannya yang dingin itu menyentuh keningku. "Kamu yakin bakal kuat? Badan kamu aja masih demam.""Enggak apa-apa.""Nanti kalau pingsan gimana? Aku pulangnya malem, loh.""Abang enggak usah khawatir. Aku kan pergi sama kakak aku.""Biar dia ke sini aja."Di saat aku tengah kecewa dengan seorang pria yang akan menjadi suamiku waktu itu, Allah hadirkan lelaki ini yang jauh lebih baik dan lebih tampan. Tak sadar, aku sudah menatapnya lebih lama. Dia menyentuh pipiku hingga aku sadar. "Eh, em. Ya u
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 13

Pandanganku kabur, perutku sakit. Saat membuka mata lebar-lebar, yang pertama kali kulihat adalah Bang Juna. Laki-laki itu tampak cemas sambil menggenggam tanganku. "Nisa, kamu udah enakan? Tadi kamu pingsan," ujarnya sambil membelai kepalaku. "Bang ... sakit banget perutku. Nyeri." Aku tak bisa banyak gerak. "Ini di mana?""Di rumah sakit. Kamu tau enggak? Kalau masih sakit, jangan minum kopi. Apalagi kamu punya riwayat asam lambung. Hem." Dia membuang napas dengan kasar. "Asam lambung, ya? Iya. Aku memang punya riwayat. Tapi, itu pun sudah lama dan aku enggak pernah ngalami lagi. Kenapa tiba-tiba kumat lagi, ya?""Kamu minum kopi saat badan lagi sakit. Pencernaan kamu lagi enggak baik," balasnya lagi. "Ya maaf deh kalau bikin Abang jadi repot." "Bukan gitu, Sayang. Aku cuman enggak mau liat kamu begini." Dia mencium tanganku. "Abang yang bawa aku ke sini?""Bukan. Tapi orang yang punya toko kue tempat kami ngopi tadi. Dia udah bawa kamu ke sini duluan. Baru ngabarin aku lewat
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 14

"Bang!" Aku sudah berteriak memanggil pria itu. Namun, riuh suasana bandara ini sepertinya berhasil melebur suaraku di tengah-tengah mereka. Kulihat lelaki itu melangkah dengan wajah lelah. Dia berjalan menjauh sambil menarik koper hitamnya. Namun, kenapa wanita bersanggul itu tetap ikut dengannya? Mau ke mana mereka? Aku berusaha mengejar mereka, tapi keburu mereka masuk ke dalam taksi dan pergi entah ke mana. Aku mencoba menelpon Bang Juna. Tapi, tiba-tiba saja terdengar suara operator yang terdengar mengecewakan. Nomor Bang Juna tidak aktif. Mau ke mana mereka? Ya Allah, sudah hilang pula. Cepat sekali mobilnya. Aku masih bingung mencari kendaraan. Tak lama kemudian, sebuah taksi dari ujung sana berhenti di depanku. Aku pun segera meminta sang sopir untuk jalan dan mengejar taksi di depan sana. "Cepetan dikit, Pak! Keburu hilang nanti!" Aku gusar sambil terus mengomel. "Ya sabar, Mbak. Ini macet. Nanti malah ditilang polisi kalau ngebut. Bisa celaka juga kalau nabrak," balas
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 15

"Sayang, kamu kenapa, sih? Aku minta maaf kalau semalam enggak pulang. Enggak ngabarin juga. Hpnya mati."Dia terus mengejarku sampai aku malas melihatnya. Sejauh ini tidak ada satu kata pun yang aku balas dari pertanyaannya. "Nisa, aku harus apa biar kamu senyum lagi?""Enggak ada." Aku lelah, lalu duduk di tepi ranjang. Tidak ada salahnya mungkin aku dengar dulu penjelasan dia. Siap tahu memang ada yang tidak bisa dia gambarkan. Tapi, aku yang gegabah dengan prasangka buruk. Lelaki itu mulai melepas pakaiannya dan hanya menyisakan celana pendek, di atas lutut. Aroma wangi dari tubuhnya menguar. Membuatku rindu sebenarnya. Tapi, gengsi lah. Orang dia yang bikin aku kesal. Ke mana coba semalaman?"Nisa, jangan marah, ya! Semalam aku jemput oma di Surabaya. Mendadak. Dan saat kami berangkat akan kembali ke Jakarta, di bandara sama hujan deras. Cuaca buruk, dan akhirnya terpaksa dibatalkan. Baru pagi ini sampai."Lelaki itu mencium kepalaku. "Kenapa enggak dari awal aja sih ngabarin?
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 16

"Jangan bilang begitu! Kamu hanya belum tau cerita sebenarnya aja," ucapku kala itu. "Ya udah, sekarang ceritakan!" balas Nisa sambil melengos. Dia tak sudi menatapku. "Aku ... aku bingung saat itu minta tolong ke siapa lagi. Saat kami masih dalam keadaan pas-pasan. Saat itu aku sedang dalam proses menambah jam terbang. Belum seperti sekarang pokoknya. Papa sakit jantung. Butuh biaya besar untuk operasi. Dan hanya keluarga Vania yang bisa bantu saat itu.""Terus? Dengan bantu biaya operasi, langsung disuruh nikahin?" Nisa menyerobot tanpa rem. Bibirnya yang mungil itu sungguh membuatku gemas. Tidak bisa tenang mendengarkan dulu, barang sebentar saja."Dengarkan dulu, kalau enggak mau diem dulu nanti aku ....""Apa? Abang bakal ninggalin aku?" "Ck, bukan itu, Sayang. Ya Allah, kamu ini. Nanti aku enggak jadi cerita, malah ngajakin kamu bikin cucu buat mama papa, loh. Mau enggak?" Aku tertawa di tengah suasana genting. "Ya udah terusin!"Aku menghela napas panjang sambil memanjangka
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 17

"Aku berangkat dulu ya, Sayang. Jaga diri di rumah!" Lelaki berseragam pilot itu mencium keningku ketika kami masih di dalam kamar. "Bang Juna pulang jam berapa?" tanyaku ganti. "Aku ada empat jam penerbangan hari ini. Selama empat kali take off. Kenapa? Kamu mau nitip apa?""Nitip jaga mata dan hatinya aja. Sejak tau Abang kerjanya ternyata satu tempat sama wanita itu, aku jadi merasa over thinking."Tangan berotot itu membelai kepalaku. "Harus dengan apa aku membuktikan kalau aku ini pria yang tidak suka main hati?""Aku enggak tau, Bang. Setelah aku percaya dan menyerahkan separuh hatiku padamu, rasanya aku terlalu takut kehilangan dan dipermainkan. Abang tau, kan, aku sudah pernah dikhianati.""Iya, Sayang. Aku tau. Percayalah padaku.""Aku izin nanti siang ketemu temen," balasku lagi. "Hati-hati tapi, ya! Selalu beri aku kabar!"Aku mengangguk. Lalu lelaki itu keluar tanpa kuantar sampai ke depan pintu. Aku lelah sekali rasanya pagi ini. Bukan karena habis melakukan aktivitas
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 18

Sudah jam empat sore, aku bersiap pulang karena sudah tidak ada lagi jam terbang. Kutarik koper dengan buru-buru karena tak sabar ingin bertemu dengan Nisa. Setelah beberapa kali menatap jam di tangan, aku langsung masuk ke dalam mobil antar jemput. Kulihat jalanan tidak terlalu padat sore ini. Aku juga masih sempat membelikan cheesecake. Sampai di depan rumah, aku membuka gerbang sendiri. Keadaan depan rumah tak karuan, terlihat dari kursi jaga di pos tampak berguling. Aku tak segan membenahinya. Lalu kembali berjalan ke depan. Sepertinya ada tamu, karena ada mobil asing di dekat mobil mama. "Assalamualaikum?" Aku membuka pintu. Yang kulihat pertama adalah mama. Mama menangis di sampingnya ada Vania dan oma. "Mah, ada apa?" Aku kaget dan bergegas mendekat. Saat mama masih sesenggukan, oma yang menyahut dengan nada marah. "Istri kamu sudah main gil4 sama Rian!""Apa? Rian?" Dadaku berdegup kencang. Itu pasti hanya akal-akalan oma saja. "Tidak mungkin, Oma. Bahkan Nisa tidak perna
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 19

"Makasih, Tante." Aku mengusap wajah yang sembab setelah ganti pakaian dengan baju yang dikasih oleh orang tua Revan. "Iya, Sayang. Kamu sebenarnya sudah kami anggap seperti anak sendiri. Hanya karena ulah anak Tante, kamu jadi nikahnya sama orang lain." Wanita yang tadinya akan jadi mertuaku itu mengusap kepalaku. "Udah, Nis?" sahut dari luar. Suara Revan yang sepertinya menginginkan aku untuk keluar dari kamar ibunya ini. "Iya, tunggu!" Tante Maya yang membalas. Wanita paruh baya ini keluar dari kamar sambil membantuku berjalan. Kenapa aku bisa di sini, semua karena Revan yang melihatku diusir dari rumah Bang Juna. Awalnya aku ingin pulang ke rumah sendiri yang hanya berbatas tembok, tapi, aku bimbang. Lalu mereka mengajakku ke rumah mereka untuk menenangkan diri. "Minum aja dulu!" kata Revan. Lalu, aku pun duduk bersama ibunya. "Makasih, Van.""Oh ya, aku ... mau minta maaf soal kemarin-kemarin, Nis. Aku udah jahat sama kamu berkali-kali. Sekarang, aku sudah tobat. Tanyakan m
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 20

Akhirnya, kami dilerai oleh keluargaku dan juga papa mertua. Nenek tua tadi langsung mereka ajak masuk ke rumah Bang Juna. Sementara aku, masuk ke rumah papa bersama Revan dan Tante Maya. "Terima kasih, Mbak Maya, Revan. Sudah menolong Nisa saat kami tidak ada di rumah." Mama Ayu terlihat sedih. Kami semua duduk di ruang tamu setelah kejadian tadi. Tante Maya yang sudah tenang pun langsung membalas, "Aku kesel banget sama nenek tua itu. Dari kemarin dia jahat banget sama Nisa.""Nisa, sekarang bagaimana? Apa kamu masih mau tinggal di sana?" Mama berlaih padaku. "Nisa mau ketemu Bang Juna, Mah. Dia di mana? Nisa keluar dari rumah itu enggak bawa apa-apa." Kini semua menatapku. "Mbak Ayu, saya sama Revan pulang dulu, ya. Soalnya, Revan ada urusan katanya tadi. Jika kalian butuh bantuan, jangn sungkan-sungkan memberitahu kami. Dan satu lagi, saya tau kesalahan anak saya seperti apa. Mohon maaf, Mbak, Mas." Tante Maya berdiri. Terlihat wajahnya sedih sekali. Namun, aku tahu dia wanita
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more
PREV
123456
...
11
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status