Home / Romansa / Terjerat Obsesi CEO Arogan / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Terjerat Obsesi CEO Arogan: Chapter 91 - Chapter 100

116 Chapters

Bukan Perkara Mudah

"Aku tidak menyangka jika Jesika berani memakai pakaian seperti itu demi menggodamu," ucap Federick seraya mengangkat alisnya, mencoba menangkap ekspresi dari pria yang sejak tadi lebih banyak diam.Karl hanya duduk bersandar di kursinya dengan lengan terlipat di dada. Wajahnya tetap tenang, nyaris tidak menunjukkan emosi apa pun.Mereka berdua telah selesai membahas proyek terbaru yang akan mereka jalankan di bawah perusahaan mereka, namun pembicaraan malah beralih pada sesuatu yang lebih bersifat pribadi."Dalam satu bulan ini, dia terlihat lebih gila dari biasanya. Selalu bertanya kapan pergi ke The Blue Company. Sepertinya wanita itu benar-benar terobsesi padamu, Karl," lanjut Federick, kali ini dengan nada sedikit menggoda.Namun, pria yang dipanggilnya itu masih belum juga menyahut. Karl tetap diam, matanya menatap kosong ke atas meja, seolah-olah tenggelam dalam pikirannya sendiri.Federick menghela napas, sedikit frustrasi dengan kurangnya respons dari sahabatnya itu. "Karl?"
last updateLast Updated : 2025-02-22
Read more

Just a Kiss

“Hi!”Karl menghampiri Elena yang tengah duduk di sofa ruang tengah sembari menonton televisi. Lelaki itu baru saja pulang dari kantor, dengan jas yang sudah ia lepas dan kemeja yang sedikit kusut.Wajahnya tampak lelah, tetapi matanya tetap tajam ketika menatap wanita yang kini tersenyum menyambutnya.Elena mengulas senyum saat melihat Karl sudah kembali. Matanya berbinar meski raut wajahnya tetap lembut seperti biasa.“Kau sudah pulang. Bagaimana meeting hari ini? Lancar?” tanyanya, suaranya terdengar hangat dan penuh perhatian.Karl tidak langsung menjawab. Ia hanya berdiri di hadapan Elena, memperhatikan setiap detail wajah wanita itu dengan seksama.Seolah ingin mengukir setiap garis lembut di pipinya, kilauan matanya yang mencerminkan kehangatan, dan senyum yang selalu terasa menenangkan. Tanpa aba-aba, Karl mendekat hingga wajahnya berada sangat dekat dengan Elena.“Apa kau selalu menanyakan tentang pekerjaan seperti ini pada Gio saat kau masih menjadi istrinya?” tanyanya tiba-
last updateLast Updated : 2025-02-22
Read more

Harus Segera Berbenah

"Kau mau pergi ke mana?" suara Karl terdengar serak ketika akhirnya ia bersuara, masih enggan untuk benar-benar terjaga dari tempat tidurnya.Pagi masih terlalu dini saat Karl membuka matanya dengan kepala yang terasa berat. Sisa-sisa mabuk semalam masih menyisakan jejak pusing di kepalanya.Matanya yang masih setengah terbuka segera menangkap sosok Elena yang tengah berdiri di depan cermin, menyisir rambutnya yang dikuncir kuda dengan rapi.Ia sudah mengenakan blouse putih yang dipadukan dengan celana jeans hitam, tampak segar dan siap beraktivitas.Elena yang baru saja menyemprotkan parfum ke pergelangan tangannya menoleh ke arah Karl, tersenyum tipis."Karl? Kau sudah bangun? Aku sudah menyiapkan sup pereda pengar untukmu," katanya lembut, matanya menatap Karl dengan penuh perhatian.Karl menghela napas pelan, menatap wanita itu dengan sedikit malas. "Kau belum menjawab pertanyaanku, Sayang," ujarnya lagi, kali ini dengan suara yang sedikit lebih tegas.Elena mendekat dan duduk di
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more

Ayahmu juga Selingkuh!

“Mama?”Suara itu membuyarkan lamunannya. Diana menoleh dan mendapati putranya, Gio, berdiri di ambang pintu dengan wajah penuh kegelisahan. Pria itu melangkah mendekat, lalu menjatuhkan dirinya ke sofa di hadapan Diana.“Ada apa, Gio?” tanyanya dengan nada datar, meski matanya meneliti ekspresi putranya dengan cermat.Gio mendesah kasar. Rahangnya mengeras, menunjukkan betapa tertekannya ia saat ini. “Kau tahu? Elena telah menceraikanku. Dan sidang cerai itu berhasil dikabulkan oleh hakim.”Diana menatap putranya lekat-lekat. Mata lelaki itu menyiratkan kemarahan, frustrasi, dan luka yang coba disembunyikan di balik gengsinya yang tinggi.Wanita itu menghela napas panjang sebelum meletakkan cangkir tehnya di meja marmer di hadapannya.“Ya, aku tahu,” ucapnya tenang, meski di dalam hatinya ada sebersit kejengkelan.“Bahkan berita perceraianmu dan kabar bangkrutnya perusahaan The Union datang bersamaan di majalah pagi ini.”Gio menegang. Rahangnya semakin mengeras. “Tapi, bukankah kau
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more

Menuduh Karl

"Apa?"Matanya membola dengan sempurna, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.Rahangnya mengeras, dan kedua tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya, seakan siap meledak dalam kemarahan."Dengan siapa? Siapa wanita jalang yang telah merebut Papa darimu, Ma?!" teriaknya, suaranya menggema di dalam ruangan.Ada kemarahan yang begitu pekat dalam intonasinya, berpadu dengan kekecewaan yang tidak bisa disembunyikan.Gio bukan tipe pria yang peduli dengan urusan rumah tangga orang lain, tetapi kali ini adalah keluarganya sendiri. Orang tuanya. Ibunya. Dan seseorang telah menghancurkan itu semua.Diana menghela napas kasar, kepalanya sedikit menunduk, seolah tak ingin menunjukkan ekspresi wajahnya yang penuh kelelahan. Tangannya gemetar di atas pangkuannya, tetapi ia berusaha terlihat tegar."Entahlah, aku tidak terlalu mengenalnya," jawabnya dengan suara serak, namun masih terdengar penuh amarah yang ditahan."Bahkan papamu sendiri yang memberitahu bahwa dia akan mence
last updateLast Updated : 2025-02-24
Read more

Menemui Vero

Langkah Gio terhenti di depan gedung pencakar langit The Union, tempat di mana seharusnya ia memiliki hak penuh untuk masuk tanpa halangan.Namun, dua pria berseragam hitam dengan emblem keamanan di dada mereka berdiri tegak di depannya, menghalangi jalannya."Maaf, Tuan Gio. Anda dilarang masuk ke dalam," ucap salah satu keamanan dengan nada profesional, namun jelas tegas.Gio menegang. Rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya.Sorot matanya tajam menatap pria di hadapannya, seolah menusuknya hingga tembus ke belakang. Ia menahan amarahnya, tetapi jelas emosinya mendidih."Kenapa aku dilarang masuk ke dalam? Ini kantor ayahku!" suaranya meninggi, menunjukkan ketidaksabarannya.Petugas keamanan itu tetap berdiri tegak tanpa menunjukkan ekspresi gentar. "Maaf, Tuan Gio. Pemilik The Union yang baru telah mengutus semua pihak keamanan maupun para staf lainnya untuk menandai Anda agar tidak masuk ke dalam."Gio mendengus kasar, tangannya kini menggenggam kuat pin
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

Selamat Tinggal, Gio

“Jangan mengalihkan pembicaraan!” pekik Gio dengan napas memburu, dadanya naik turun menahan gejolak emosi yang kian memuncak.Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, gemetar karena amarah yang mendidih dalam darahnya.Vero, ayahnya, menatapnya dengan sorot mata tajam namun tenang, seolah sudah bosan menghadapi kemarahan putranya yang meledak-ledak.“Aku harus menegaskan padamu bahwa kau pun sama, Gio.” Suaranya berat, penuh ketegasan yang tak bisa digoyahkan.“Aku akan meminta maaf padamu jika kau sendiri tidak melakukan hal yang sudah aku lakukan pada ibumu!”Mata Gio semakin memerah, bukan hanya karena marah, tetapi juga karena rasa sakit yang menyayat harga dirinya.Kata-kata ayahnya menamparnya lebih keras dari pukulan mana pun. Dia mengertakkan giginya, mencoba menahan diri agar tidak berbuat sesuatu yang akan disesalinya nanti.“Kau benar-benar gila, Pa!” desisnya dengan suara yang bergetar.Vero hanya mengangkat bahunya, wajahnya menunjukkan ekspresi jenuh seolah lelah menghadapi
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

Membujuk Gio Melakukan Hal Gila

Jesika melangkah masuk ke dalam gedung The Union dengan penuh percaya diri. Sepatu hak tingginya beradu dengan lantai marmer, menciptakan bunyi nyaring yang menggema di sepanjang lorong.Senyum puas menghiasi wajahnya, menambah aura angkuh yang sudah melekat dalam dirinya.Hari ini, ia berniat menunjukkan kepada semua orang bahwa dirinya masih merupakan sosok yang tak tergantikan di perusahaan ini.Namun, begitu tiba di ruangannya, ekspresinya berubah drastis. Seorang pria duduk dengan tenang di balik meja kerjanya—meja yang seharusnya menjadi miliknya.Matanya menyipit tajam, mendelik ke arah pria itu dengan ketidaksenangan yang begitu kentara.Tanpa ragu, Jesika melangkah mendekat dengan gerakan cepat, suara hak tingginya semakin keras menghantam lantai.“Apa yang kau lakukan di meja kerjaku?” suaranya melengking, penuh tuntutan dan amarah yang mulai membuncah. “Siapa yang menyuruhmu duduk di sini?”Pria itu—seorang lelaki muda dengan rahang tegas dan sikap profesional—hanya menatap
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

Harus Siap Menghadapinya

"Kau akan datang ke rumah, kan?" Suara Frans meluncur lembut dari seberang telepon, nyaris menyerupai angin malam yang membelai lembut dedaunan di taman rumah Karl."Come on, Karl. Ini ulang tahunku. Apa kau tega membiarkanku merayakan hari istimewa ini hanya dengan ibuku?" Nada suaranya kini berbalut kelakar manja, menyisipkan bujukan yang tak mungkin diabaikan begitu saja.Karl menarik napas panjang, seolah berusaha menelan kegelisahan yang menggumpal di dadanya."Seharusnya Mama melahirkan banyak anak saat kalian masih muda, agar tidak mengharapkan aku terus-menerus," gumamnya dengan nada cemooh, senyum miring menghiasi bibirnya.Bayangan Alma yang tak henti-hentinya menanyakan kapan ia akan menikah membuat rasa enggan menjalar ke seluruh tubuhnya.Bertemu keluarganya berarti memasuki pusaran pertanyaan yang sama, repetitif, menjemukan."Mulutmu masih setajam belati, Karl," Frans tertawa kecil sebelum kembali bersuara, kali ini dengan ketegasan yang tak bisa ditolak."Aku ingin kau
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

Pengakuan Karl yang Mengejutkan

Karl melangkah masuk ke dalam rumah megah yang sudah begitu akrab di matanya, namun tetap saja terasa begitu asing di hatinya.Langkahnya malas, seolah ada beban yang menyeret setiap pijakan kakinya di atas marmer dingin itu.Udara di dalam ruangan itu dipenuhi aroma masakan mewah yang tak sedikit pun menggugah seleranya.Di meja makan panjang berhiaskan lampu kristal yang memancarkan kilauan mewah, kedua orang tuanya sudah menunggu dengan wajah tak sabar.Karl melirik sekilas, lalu mendecakkan lidahnya begitu melihat sosok yang paling tidak ingin ia temui di sana—Ericka."Hi, Karl. Akhirnya kau datang juga," seru Ericka dengan suara nyaring yang langsung menusuk gendang telinganya.Karl tak repot-repot membalas. Bahkan melirik pun ia enggan. Ia hanya menarik kursi dengan gerakan kasar, lalu duduk tanpa sedikit pun menaruh minat pada perempuan yang sejak dulu dipaksakan kepadanya."Kenapa lama sekali, Karl? Apa kau benar-benar tidak bisa menunda pekerjaanmu hanya untuk satu malam?" su
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more
PREV
1
...
789101112
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status