Andini tidak menjawabnya, melainkan terus berbicara sendiri, "Waktu itu, saat pertama kali bertemu denganku, air matamu langsung jatuh. Meskipun tetap menyebalkan seperti sekarang, aku tahu setidaknya separuh dari air matamu saat itu adalah air mata ketulusan.""Aku pernah bertanya padamu, di mana letak kesalahanmu. Jawabanmu saat itu nggak memuaskanku. Karena kesalahanmu bukan hanya memecahkan mangkuk kaca, tapi juga karena diam. Aku difitnah, tapi kamu memilih diam. Hal itu bahkan nggak berubah saat Abimana menuduhku mendorongmu ke dalam air.""Meskipun begitu, saat itu aku nggak menganggapmu jahat. Tapi, sekarang? Dianti, berapa banyak nyawa yang sudah melayang di tanganmu? Pernahkah kamu menghitungnya? Saat tengah malam, mereka nggak pernah datang menghantuimu?”Nenek, para pengemis, Ratih ....Dianti tertegun di tempatnya. Matanya menyimpan ketakutan, tetapi air matanya tidak juga jatuh. Dia sudah bukan lagi Dianti yang dulu. Dianti yang dulu tidak akan bisa menahan air matanya.A
Read more