Beranda / Romansa / SEBELUM BERPISAH / Bab 171 - Bab 180

Semua Bab SEBELUM BERPISAH: Bab 171 - Bab 180

194 Bab

171. Minder 1

SEBELUM BERPISAH - MinderBu Salima bernapas lega melihat Rizal dan Amelia pulang membawa belanjaan."Apa tadi antri, kok kalian lama banget?" tanya Bu Salima ketika mereka ada di meja makan. Rizal menaruh belanjaan di sana."Kami langsung mampir belanja, Bu.""Terus hasil pemeriksaannya bagaimana?" Bu Salima mengangsurkan air hangat pada Amelia. Wanita itu duduk di kursi dekat menantunya yang tampak pucat. Sejak tadi pagi, Amelia memang beberapa kali muntah. Bu Salima menyarankan ke Rizal supaya membawa sang istri periksa ke klinik yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Perasaannya mengatakan kalau Amelia mungkin saja mengandung. "Alhamdulillah, Amelia positif hamil, Bu."Wajah Bu Salima langsung sumringah. Sekaligus terucap hamdalah dari bibir tuanya berulang kali. Doanya terkabul. Dia sangat berharap segera diberikan cucu. Supaya Rizal juga benar-benar bahagia dan pergi jauh dari masa lalunya.Amelia ikut terharu melihat netra ibu mertuanya berkaca-kaca. Dia pun tidak menya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-26
Baca selengkapnya

172. Minder 2

"Nggak, Mbak. Sudah lama banget beliau nggak di sini. Pulang kalau ada acara keluarga atau pas lebaran.""Bapak, tahu di mana sekarang Pak Kuswoyo tinggal?""Nanti saja Mbak tanyakan pada keluarganya. Mbak, ini siapa dan dari mana?" Tatapan lelaki mulai menyelidik saat Agnes bertanya tentang Pak Kuswoyo secara detail."Saya dari Jawa Timur, Pak.""Jawa Timur? Jauhnya. Apa kamu anaknya Pak Kus?""Bukan. Baiklah, Pak. Terima kasih banyak atas informasinya. Saya permisi dulu, Pak." Agnes menangkupkan kedua tangannya seraya membungkuk sebagai tanda hormat. Dijawab anggukan kepala oleh lelaki itu."Bagaimana?" tanya Herlina saat sang adik kembali ke mobil."Bener ini desa yang kita cari, Mbak." Agnes melajukan mobil sambil menceritakan percakapannya dengan bapak tadi. "Laki-laki tadi tahu kalau Pak Kus punya anak di Jawa Timur."Jantung Herlina makin berpacu hebat. Tubuhnya terasa panas dingin dan gemetar. Agnes melajukan mobilnya dengan perlahan. Jalanan aspal itu sudah mulai rusak. Bany
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-26
Baca selengkapnya

173. Minder 3

"Kita ini bersaudara, Mbak. Harus saling mendukung dan membantu," jawab Agnes sambil tersenyum."Ya." Herlina mengangguk pelan. Dalam hati berdoa semoga kali ini ia bisa bertemu papa kandungnya. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari papa kandungnya, tetapi juga tentang menemukan kedamaian dalam dirinya sendiri setelah bertahun-tahun tidak peduli pada lelaki yang telah mengukir jiwa raganya.Azan maghrib berkumandang sebelum mobil Agnes keluar dari desa. Gadis itu mengajak sang kakak mampir di sebuah masjid yang menaranya tampak dari jalan.Mobil belok kiri di sebuah pertigaan. 30 meter kemudian, mereka berhenti di halaman masjid yang halamannya ditumbuhi pohon sawo. Herlina turun dan memperhatikan sekeliling. Ini masjid besar yang dimaksud bapak di warung tadi. Tapi yang mana bekas tempat tinggal keluarga papanya?Beberapa jamaah yang berdatangan tampak asing memperhatikan Herlina dan Agnes. Dua gadis itu tersenyum ramah pada para warga yang memandang.Usai salat, Herlina dan Ag
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-26
Baca selengkapnya

174. Titik Balik 1

SEBELUM BERPISAH- Titik Balik "Nes, ayo pergi!" Herlina menarik tangan adiknya. Namun Agnes masih diam. Memandang ke celah pagar."Mbak datang jauh-jauh dari Surabaya ke sini untuk mencari papamu, kan? Kenapa harus pergi setelah kita menemukannya." Agnes memandang lekat sang kakak. Wajah Herlina tampak pucat saat itu."Mbak, kan nggak sendirian. Ada aku. Ayolah!"Herlina melangkah meninggalkan sang adik. Masuk ke dalam mobil. Sedangkan Agnes masih mematung di depan pagar. Sebenarnya dia pun bisa merasakan bagaimana perasaan kakaknya. Ini persis yang ia alami ketika harus datang ke rumah papa dan mama tirinya. Merasa tidak pantas masuk ke rumah megah mereka.Setelah beberapa saat terdiam. Akhirnya Agnes menyusul sang kakak masuk ke dalam mobil."Kita sudah sampai sini, Mbak. Kenapa harus pergi. Kesempatan nggak akan datang dua kali. Mbak, kan nggak sendirian. Ada aku." Agnes berusaha untuk terus membujuk.Napas Herlina terasa berat. "Aku nggak yakin, Nes. Kayaknya aku nggak pantas ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-27
Baca selengkapnya

175. Titik Balik 2

Herlina dan Agnes mempercepat langkah kemudian duduk menunggu. Terdengar suara tawa anak kecil jauh di belakang. Gambaran kebahagiaan terdengar begitu jelas.Dari tempatnya duduk, Herlina memandang ruang tamu yang begitu indah. Lantai marmer putih mengkilap memantulkan cahaya dari lampu gantung kristal yang menggantung megah di tengah ruangan. Sofa berbahan kulit dengan warna krem diletakkan di tengah, dilengkapi meja kayu berukir halus. Dinding ruangan ada lukisan-lukisan klasik yang menambah kesan mewah.Dada Herlina berdegup kencang, saat melihat Pak Kuswoyo muncul dari arah dalam rumah. Memakai kacamata, rambutnya sebagian sudah memutih, tetapi tubuhnya masih tegap. Wajahnya menunjukkan sikap ramah, meskipun tatapannya penuh rasa penasaran."Assalamu'alaikum, Pak!" Agnes yang lebih dulu menyapa sambil menyalami dan mencium tangan."Wa'alaikumsalam," jawab Pak Kuswoyo kemudian mengalihkan perhatian pada Herlina. Memandang sambil mengingat seseorang. Namun tidak seberapa yakin. Laki
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-27
Baca selengkapnya

176. Titik Balik 3

Meskipun Herlina dan Agnes ditawari untuk menginap, mereka dengan sopan menolak. Herlina merasa malu tinggal lebih lama di rumah itu. "Terima kasih, Pa, Bu, atas sambutannya. Tapi kami harus pulang malam ini," ujarnya sambil tersenyum kaku.Pak Kuswoyo tampak sedikit kecewa, tetapi ia tidak memaksa. "Baiklah, Nak. Tapi jangan sungkan untuk datang lagi. Rumah ini selalu terbuka untukmu," katanya tulus."Sebelum kembali ke Surabaya, saya akan mampir ke sini lagi.""Ya, papa tunggu."Keluarga Pak Kuswoyo mengantarkan mereka hingga ke pintu pagar. Melambaikan tangan saat mobil melaju meninggalkan depan rumah. Herlina menatap rumah megah itu dari kejauhan. "Mereka terlalu baik, Nes. Mbak malu," gumamnya dengan suara serak.Agnes memandang kakaknya. "Mbak, semua orang berhak mendapat kesempatan kedua. Kamu sudah memulainya hari ini. Itu yang terpenting," jawab Agnes. "Mereka semua baik dan ramah.""Iya."***L***Malam itu di kamar kos Agnes, Herlina berbaring sambil memandangi langit-langi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-27
Baca selengkapnya

177. Dokter Kecil 1

SEBELUM BERPISAH- Dokter KecilBu Karlina memperhatikan foto yang ditunjukkan oleh Herlina di layar ponselnya. Malam di pertemuan pertama, Herlina melakukan foto bersama keluarga papanya sebelum pulang ke kosan Agnes."Papa sudah punya cucu. Usia cucu perempuannya belum genap dua tahun," ujar Herlina. "Bu Fatimah sangat ramah, Ma. Nizam sepertinya pendiam. Kalau Aulia humble. Usia Aulia selisih dua tahunan dari Agnes. Nizam masih menyelesaikan S2-nya."Selama Herlina bercerita, Bu Karlina tidak menanggapi sepatah kata pun. Dia hanya memandang sang anak yang sedang bicara. Dalam hati mengakui, Pak Kuswoyo adalah lelaki yang baik. Sudah selayaknya mantan suaminya mendapatkan kebahagiaan untuk sekarang ini. Di masa tua dirinya berada di titik terendah, sedangkan mantan suaminya hidup tenang berkecukupan.Wanita itu meremas ujung dasternya. Tidak sanggup berkata-kata. Hatinya berdenyut nyeri. Di masa lalu ketika ia menikah dengan Pak Kuswoyo, semuanya serba sulit. Ekonomi pas-pasan dan k
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-28
Baca selengkapnya

178. Dokter Kecil 2

Tanpa kata-kata, Bu Karlina meremas tangan Herlina dengan penuh kasih, seolah-olah ingin berkata bahwa ia mendukung apa keputusan anaknya. Apalagi sikap Herlina sudah banyak berubah padanya.Sementara Herlina sendiri, berpikir keras bagaimana mengumpulkan kembali keberanian untuk meminta maaf pada Hendy dan Elvira.Di luar jendela sana, langit mulai berubah jingga. Sinarnya menerobos ruang tamu dengan cahaya hangat. Sore itu untuk pertama kalinya, mereka berdua merasa ada harapan baru yang menyusup di antara keterpurukan dan rasa bersalah yang selama ini menghantui mereka.***L***Empat bulan kemudian ....Malam itu suara tawa kecil terdengar dari ruang keluarga rumah Hendy. Di sofa besar berwarna abu-abu, Hendy sedang berbaring.Sementara di atas meja ada koper mainan kecil berwarna biru dengan gambar stetoskop dan suntikan di depannya. Isinya perlengkapan medis mainan, mulai dari stetoskop plastik, termometer, palu refleks mini, dan bahkan sebuah jarum suntik mainan.Keenan tampak s
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-28
Baca selengkapnya

179. Dokter Kecil 3

Elvira menyusul ke kamar dan memandangi Keenan yang sudah tidur. Cepatnya terlelap, mungkin karena capek seharian ini bermain dengan papanya."Besok mbak datang jam berapa?" tanya Hendy setelah mereka berbaring di tempat tidur."Sehabis salat subuh katanya, Mas.""Mas khawatir si mbak datang setelah mas berangkat. Kamu pasti kerepotan ngadepin Keenan.""Nggak-lah. Dia anteng kalau hanya berdua sama aku di rumah.""Lusa jadwal periksa, kan?" Hendy mengusap perut besar Elvira."Iya. Aku periksa ke rumah sakit saja. Berangkat bareng Mas. Nanti pulang biar dijemput Mas Asep.""Oke." Hendy berpandangan dan saling tersenyum dengan sang istri saat bayi di dalam perut sana menyambut tangan mereka. "Sebulan lagi kita bertemu, Sayang." Hendy mengecup puncak perut istrinya. Bicara dengan bayi perempuannya. "Sini mas pijitin kakimu." Hendy hendak menyentuh kaki sang istri tapi di tahan oleh Elvira. "Nggak usah. Seharian ini Mas sudah sangat sibuk sama Keenan." Kalau papanya libur di rumah, ada
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-28
Baca selengkapnya

180. Cemas 1

SEBELUM BERPISAH - CemasSampai Hendy meninggalkan ruang itu usai mencuci tangan, Herlina masih diam. Ternyata dia belum mempunyai keberanian.Wanita itu melangkah ke ruangannya. Duduk di kursi kerjanya dengan perasaan gelisah. Tatapannya kosong, tapi pikirannya penuh dengan keraguan. Sore itu langit di luar jendela mulai berubah warna, memperlihatkan gradasi jingga yang memudar perlahan. Sebenarnya ini waktu yang tepat untuk bicara sebelum Hendy pulang. Karena tidak setiap hari Hendy longgar dan mereka ada kesempatan untuk bertemu. Tapi keberanian yang selama ini ia coba kumpulkan kembali runtuh begitu saja.Ia telah menghabiskan berminggu-minggu memikirkan cara meminta maaf pada Hendy dan Elvira. Kata-kata telah disusun berkali-kali dalam kepalanya, tetapi lidah selalu terasa kelu ketika saatnya tiba. Masih terngiang jelas di benaknya bagaimana ia pernah mencoba menghancurkan hubungan pria itu dan istrinya. Kini, semua yang tersisa hanyalah rasa malu dan penyesalan yang mengakar.J
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-30
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
151617181920
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status