Beranda / Romansa / SEBELUM BERPISAH / 175. Titik Balik 2

Share

175. Titik Balik 2

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-27 14:47:15

Herlina dan Agnes mempercepat langkah kemudian duduk menunggu. Terdengar suara tawa anak kecil jauh di belakang. Gambaran kebahagiaan terdengar begitu jelas.

Dari tempatnya duduk, Herlina memandang ruang tamu yang begitu indah. Lantai marmer putih mengkilap memantulkan cahaya dari lampu gantung kristal yang menggantung megah di tengah ruangan. Sofa berbahan kulit dengan warna krem diletakkan di tengah, dilengkapi meja kayu berukir halus. Dinding ruangan ada lukisan-lukisan klasik yang menambah kesan mewah.

Dada Herlina berdegup kencang, saat melihat Pak Kuswoyo muncul dari arah dalam rumah. Memakai kacamata, rambutnya sebagian sudah memutih, tetapi tubuhnya masih tegap. Wajahnya menunjukkan sikap ramah, meskipun tatapannya penuh rasa penasaran.

"Assalamu'alaikum, Pak!" Agnes yang lebih dulu menyapa sambil menyalami dan mencium tangan.

"Wa'alaikumsalam," jawab Pak Kuswoyo kemudian mengalihkan perhatian pada Herlina. Memandang sambil mengingat seseorang. Namun tidak seberapa yakin. Laki
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
pak Kuswoyo masih sayang sama Herlina . bahkan sampe tahu pekerjaan Herlina.. padahal kebanyakan klo bapak kandung nikah lagi lebih aware ke keluarga barunya.. bahkan pura² lupa sama anaknya.. salut sama pak Kuswoyo..
goodnovel comment avatar
Ayu Cla
ternyata herlina di sambut hangat oleh pak kuswoyo dan keluarganya, jadi terharu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • SEBELUM BERPISAH   176. Titik Balik 3

    Meskipun Herlina dan Agnes ditawari untuk menginap, mereka dengan sopan menolak. Herlina merasa malu tinggal lebih lama di rumah itu. "Terima kasih, Pa, Bu, atas sambutannya. Tapi kami harus pulang malam ini," ujarnya sambil tersenyum kaku.Pak Kuswoyo tampak sedikit kecewa, tetapi ia tidak memaksa. "Baiklah, Nak. Tapi jangan sungkan untuk datang lagi. Rumah ini selalu terbuka untukmu," katanya tulus."Sebelum kembali ke Surabaya, saya akan mampir ke sini lagi.""Ya, papa tunggu."Keluarga Pak Kuswoyo mengantarkan mereka hingga ke pintu pagar. Melambaikan tangan saat mobil melaju meninggalkan depan rumah. Herlina menatap rumah megah itu dari kejauhan. "Mereka terlalu baik, Nes. Mbak malu," gumamnya dengan suara serak.Agnes memandang kakaknya. "Mbak, semua orang berhak mendapat kesempatan kedua. Kamu sudah memulainya hari ini. Itu yang terpenting," jawab Agnes. "Mereka semua baik dan ramah.""Iya."***L***Malam itu di kamar kos Agnes, Herlina berbaring sambil memandangi langit-langi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • SEBELUM BERPISAH   177. Dokter Kecil 1

    SEBELUM BERPISAH- Dokter KecilBu Karlina memperhatikan foto yang ditunjukkan oleh Herlina di layar ponselnya. Malam di pertemuan pertama, Herlina melakukan foto bersama keluarga papanya sebelum pulang ke kosan Agnes."Papa sudah punya cucu. Usia cucu perempuannya belum genap dua tahun," ujar Herlina. "Bu Fatimah sangat ramah, Ma. Nizam sepertinya pendiam. Kalau Aulia humble. Usia Aulia selisih dua tahunan dari Agnes. Nizam masih menyelesaikan S2-nya."Selama Herlina bercerita, Bu Karlina tidak menanggapi sepatah kata pun. Dia hanya memandang sang anak yang sedang bicara. Dalam hati mengakui, Pak Kuswoyo adalah lelaki yang baik. Sudah selayaknya mantan suaminya mendapatkan kebahagiaan untuk sekarang ini. Di masa tua dirinya berada di titik terendah, sedangkan mantan suaminya hidup tenang berkecukupan.Wanita itu meremas ujung dasternya. Tidak sanggup berkata-kata. Hatinya berdenyut nyeri. Di masa lalu ketika ia menikah dengan Pak Kuswoyo, semuanya serba sulit. Ekonomi pas-pasan dan k

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • SEBELUM BERPISAH   178. Dokter Kecil 2

    Tanpa kata-kata, Bu Karlina meremas tangan Herlina dengan penuh kasih, seolah-olah ingin berkata bahwa ia mendukung apa keputusan anaknya. Apalagi sikap Herlina sudah banyak berubah padanya.Sementara Herlina sendiri, berpikir keras bagaimana mengumpulkan kembali keberanian untuk meminta maaf pada Hendy dan Elvira.Di luar jendela sana, langit mulai berubah jingga. Sinarnya menerobos ruang tamu dengan cahaya hangat. Sore itu untuk pertama kalinya, mereka berdua merasa ada harapan baru yang menyusup di antara keterpurukan dan rasa bersalah yang selama ini menghantui mereka.***L***Empat bulan kemudian ....Malam itu suara tawa kecil terdengar dari ruang keluarga rumah Hendy. Di sofa besar berwarna abu-abu, Hendy sedang berbaring.Sementara di atas meja ada koper mainan kecil berwarna biru dengan gambar stetoskop dan suntikan di depannya. Isinya perlengkapan medis mainan, mulai dari stetoskop plastik, termometer, palu refleks mini, dan bahkan sebuah jarum suntik mainan.Keenan tampak s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • SEBELUM BERPISAH   179. Dokter Kecil 3

    Elvira menyusul ke kamar dan memandangi Keenan yang sudah tidur. Cepatnya terlelap, mungkin karena capek seharian ini bermain dengan papanya."Besok mbak datang jam berapa?" tanya Hendy setelah mereka berbaring di tempat tidur."Sehabis salat subuh katanya, Mas.""Mas khawatir si mbak datang setelah mas berangkat. Kamu pasti kerepotan ngadepin Keenan.""Nggak-lah. Dia anteng kalau hanya berdua sama aku di rumah.""Lusa jadwal periksa, kan?" Hendy mengusap perut besar Elvira."Iya. Aku periksa ke rumah sakit saja. Berangkat bareng Mas. Nanti pulang biar dijemput Mas Asep.""Oke." Hendy berpandangan dan saling tersenyum dengan sang istri saat bayi di dalam perut sana menyambut tangan mereka. "Sebulan lagi kita bertemu, Sayang." Hendy mengecup puncak perut istrinya. Bicara dengan bayi perempuannya. "Sini mas pijitin kakimu." Hendy hendak menyentuh kaki sang istri tapi di tahan oleh Elvira. "Nggak usah. Seharian ini Mas sudah sangat sibuk sama Keenan." Kalau papanya libur di rumah, ada

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • SEBELUM BERPISAH   180. Cemas 1

    SEBELUM BERPISAH - CemasSampai Hendy meninggalkan ruang itu usai mencuci tangan, Herlina masih diam. Ternyata dia belum mempunyai keberanian.Wanita itu melangkah ke ruangannya. Duduk di kursi kerjanya dengan perasaan gelisah. Tatapannya kosong, tapi pikirannya penuh dengan keraguan. Sore itu langit di luar jendela mulai berubah warna, memperlihatkan gradasi jingga yang memudar perlahan. Sebenarnya ini waktu yang tepat untuk bicara sebelum Hendy pulang. Karena tidak setiap hari Hendy longgar dan mereka ada kesempatan untuk bertemu. Tapi keberanian yang selama ini ia coba kumpulkan kembali runtuh begitu saja.Ia telah menghabiskan berminggu-minggu memikirkan cara meminta maaf pada Hendy dan Elvira. Kata-kata telah disusun berkali-kali dalam kepalanya, tetapi lidah selalu terasa kelu ketika saatnya tiba. Masih terngiang jelas di benaknya bagaimana ia pernah mencoba menghancurkan hubungan pria itu dan istrinya. Kini, semua yang tersisa hanyalah rasa malu dan penyesalan yang mengakar.J

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • SEBELUM BERPISAH   181. Cemas 2

    Walaupun Herlina masih bekerja di rumah sakit yang sama dengan sang suami, Elvira tidak ingin berpikir macam-macam. Cemburu tetap ada, tapi ia tidak perlu menjadikannya sebagai rasa curiga yang membabi buta.Elvira fokus untuk menjadi istri dan ibu yang baik. Mengurus suami dan anak secara sempurna. Memenuhi segala kebutuhan mereka.Mobil berhenti di halaman rumah makan. Hendy melihat mobil Herlina sudah terparkir di sana. Pria itu turun dengan cepat dan membukakan pintu mobil untuk istrinya. Membimbing Elvira turun dan menggandeng tangannya. Mereka memang sengaja tidak mengajak Keenan. Hendy dan Elvira menghampiri meja di mana Herlina yang ternyata ditemani oleh mamanya. Dokter wanita itu memandang perut Elvira yang membulat sempurna. Jujur, ada rasa nyeri dan cemburu menembus ulu hati. Dia tidak bisa berbohong, kalau sepenuhnya perasaan pada Hendy belum hilang. Herlina hanya berusaha mengendalikan diri saja untuk sekarang ini.Herlina berdiri dengan gugup, bibirnya bergetar sambil

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • SEBELUM BERPISAH   182. Cemas 3

    Satu bulan kemudian ....Di tengah keheningan malam, Elvira tiba-tiba terbangun. Ada rasa mulas yang kuat di perutnya, disertai sensasi basah di antara pahanya. Napasnya memburu ketika ia menyadari apa yang sedang terjadi."Mas Hen," Elvira mengguncang bahu suaminya dengan pelan.Hendy spontan terbangun. "Ada apa, Sayang?""Air ketubanku sepertinya pecah," jawab Elvira dengan nada panik.Hendy langsung tersadar sepenuhnya. Adrenalinnya memuncak. Tanpa pikir panjang, ia bangkit dari tempat tidur dan membantu Elvira duduk. "Oke, kita harus ke rumah sakit sekarang. Tunggu di sini, mas akan bangunin si mbak dan kita siap-siap."Dalam waktu singkat, Hendy sudah siap dengan semua perlengkapan. Ia membantu Elvira berjalan keluar rumah dan duduk di dalam mobil. Meskipun seorang dokter yang sudah terbiasa menangani situasi darurat, malam itu tetap terasa mendebarkan. Karena ini menyangkut orang yang ia cintai."Mbak, titip Keenan, ya," pesannya pada sang ART."Njih, Dok."Jam dua dini hari lal

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • SEBELUM BERPISAH   183. Paling Berharga 1

    SEBELUM BERPISAH - Paling Berharga "Bagaimana, Dok?" tanya Hendy pada dokter Nely. Pria itu terlihat sangat panik seraya menggenggam erat tangan Elvira."Kepala bayi sudah kelihatan, Dok. Mbak Elvira bisa lahiran pervaginam," jawab dokter Nely berusaha setenang mungkin dalam situasi yang sangat tegang.Pada saat yang bersamaan, masuk Ema ke ruangan. Sebagai dokter anak yang masuk dalam tim, dia pun ikut deg-degan melihat ketegangan di ruang operasi. Karena yang ada di hadapannya adalah adik ipar."Gimana, Hen?" Ema mendekati sang adik.Hendy sudah tidak bisa menjawab. Dia fokus pada istrinya.Meski dalam kondisi tenaga yang sangat lemah, Elvira secara refleks kembali mengejan. Dia tidak menunggu aba-aba karena sudah tidak tahan lagi dengan sakit yang sangat mendera. Hendy khawatir luar biasa. Cemas, takut, penuh harapan, campur aduk dalam dadanya. Biasa menghadapi ketegangan di kamar operasi, tapi rasanya tidak sebanding dengan kali ini.Tubuh Elvira terasa seperti hampir hancur ol

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31

Bab terbaru

  • SEBELUM BERPISAH   194. Pernikahan 3

    Ingat bagaimana dulu mereka berjuang untuk sampai ke tahap sekarang. Tentang bagaimana mereka melawan konflik dalam batin, Hendy yang memperjuangkan pernikahan supaya bisa tetap bertahan, dan bagaimana Elvira berusaha melupakan kisah lama yang baginya sangat sempurna. Rizal yang masih sanggup mempertaruhkan keselamatannya demi Elvira. Sungguh kisah cinta yang rumit. Memang benar, kunci sebuah hubungan ada pada suami. Sekuat apapun Elvira berontak, jika Hendy berpendirian teguh, perceraian tidak akan pernah terjadi. "I love you," bisik Hendy menatap lembut sang istri. "I love you too," balas Elvira sambil tersenyum. Disaat mereka berpandangan mesra, Keenan dan Kirana tiba-tiba berebutan untuk memeluk. Kirana langsung naik ke pangkuan sang papa, sedangkan Keenan memeluk mamanya. ***L*** Angin siang bertiup pelan, menggerakkan tirai jendela rumah Herlina. Suasana di dalam rumah terasa tenang. Musik instrumental mengalun lembut dari ruang dalam. Herlina duduk di meja makan, men

  • SEBELUM BERPISAH   193. Pernikahan 2

    Bu Karlina tampak canggung. Ada rasa malu yang membelenggu perasaannya. Namun diam-diam, ia bisa mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Di depan mata sendiri, ia ditunjukkan betapa orang-orang yang ia sakiti hidup bahagia berkecukupan. Bahkan putrinya sendiri yang selama ini ia sia-siakan, mendapatkan pasangan yang sempurna.Pak Kuswoyo duduk di sofa seberang, memperhatikan mantan istrinya yang tampak canggung. Kemudian memandang ke arah Herlina. "Bagaimana acara pernikahannya Agnes? Semua berjalan lancar?" tanyanya, memecah keheningan."Alhamdulillah, lancar, Pa," jawab Herlina.Setelah beberapa jam berbincang, Herlina dan Bu Karlina berpamitan. "Kamu juga harus memikirkan tentang pernikahan, Her. Papa menunggumu untuk datang mengenalkan calon suami." Sambil melangkah ke depan, Pak Kuswoyo bicara pelan pada putrinya. Herlina mengangguk.Sopir keluarga mengantar mereka ke bandara. Dalam perjalanan, Bu Karlina terlihat lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Se

  • SEBELUM BERPISAH   192. Pernikahan 1

    SEBELUM BERPISAH- Ekstra PartJogjakarta ...."Mbak, jadi pulang ke Surabaya pagi ini?" tanya Agnes setelah masuk ke kamar yang ditempati mama dan kakaknya.Malam itu mereka menginap di rumah Pak Beny, papanya Aryo. Dan rumah itu yang selama ini ditinggali oleh Aryo. Karena Banyuaji sudah punya tempat tinggal sendiri. Nanti setelah usai acara pernikahan, papa dan mamanya Aryo kembali ke Jakarta.Mereka yang memegang kantor di Jakarta, juga sudah menetap di sana."Kami mau mampir dulu ke rumah Papa Kuswoyo, Nes." Sambil berkemas, Herlina memandang sang adik yang tampak lelah. Lelah karena seminggu ini mempersiapkan acara pernikahan yang padat, juga mungkin karena semalam adalah malam pertama bagi Agnes dan suaminya. Hmm ... rambut adiknya terlihat masih belum seberapa kering.Kemarin memang acara resepsi ngunduh mantu yang diselenggarakan secara megah di hotel berbintang. Dilanjutkan dengan acara keluarga di rumah orang tuanya Aryo yang ada di Jogja. Agnes sungguh beruntung. Keluarga

  • SEBELUM BERPISAH   191. Satu Momen di Surabaya 3

    Dua bulan kemudian ....Langit Surabaya begitu cerah pagi itu, seolah turut merayakan momen bahagia yang tengah berlangsung di salah satu hotel berbintang di pusat kota. Dekorasi berwarna emas dan putih mendominasi ruangan, menciptakan suasana elegan nan hangat. Hari ini adalah hari pernikahan Agnes dan Aryo.Setelah melangsungkan acara lamaran satu bulan yang lalu di rumah Pak Danu, hari ini menjadi momen kebahagiaan mereka dalam ikatan yang sah.Jam delapan pagi tadi, acara ijab qobul berjalan sangat khidmat.Sekarang Agnes dan Aryo bak raja sehari, duduk di pelaminan yang megah. Mengenakan busana pengantin Paes Ageng. Aryo tampak gagah dengan busana dada terbuka dan kepala yang dihiasi oleh Kuluk Kanigaran. Sedangkan Agnes menggunakan kemben dan kalung sungsun.Aryo di dampingi papa dan mamanya, sementara Agnes di dampingi Bu Karlina yang berdiri tepat di sebelahnya, lalu Herlina, Bu Danu, dan Pak Danu. Pria itu tetap memberikan kesempatan pada mantan istri untuk mendampingi putri

  • SEBELUM BERPISAH   190. Satu Momen di Surabaya 2

    Mendengar itu, dada Agnes berdebar hebat. Merasa malu sekaligus terharu. Ia tahu Aryo serius, tapi mendengar langsung pernyataan cintanya di hadapan sang papa dan mama tirinya, membuat wajah Agnes serasa menghangat karena malu."Saya serius, Pak. Saya sudah menunggu empat tahun untuk bisa datang ke Surabaya bertemu dengan Bapak." Jawaban Aryo yang membuat Agnes kian terharu sekaligus tersanjung.Pak Danu tersenyum bahagia, tampak puas dengan jawaban Aryo. Lelaki yang mencintai putrinya bukan pria sembarangan. Sosok keturunan ningrat yang jelas masa depannya. Dalam hati sangat bersyukur, anak yang menderita batin sejak kecil, kini mendapatkan calon suami yang benar-benar mencintainya."Baiklah. Saya tunggu keluargamu datang untuk melamar." Pak Danu pun tidak terlalu banyak berbasa-basi. Gestur Aryo sangat terbaca jelas, bagaimana dia sangat serius dengan putrinya.Aryo mengangguk. "Ya, Pak. Saya akan mengabari secepatnya."Selesai mereka bicara dengan Pak Danu dan istrinya, Agnes tida

  • SEBELUM BERPISAH   189. Satu Momen di Surabaya 1

    SEBELUM BERPISAH- Satu Momen di Surabaya "Aku hampir nggak pernah bertemu dengan ketiga kakakku dari papa," gumam Agnes."Terakhir aku bertemu mereka sudah lama sekali. Waktu aku datang ke rumah ini untuk menjenguk papa yang tengah sakit. Lama banget itu. Enam atau tujuh tahun yang lalu. Aku masih kuliah.""Mungkin kali ini juga menjadi kesempatanmu untuk bertemu dengan mereka," ujar Aryo.Agnes menghela nafas panjang. Menata hatinya yang kalang kabut. Tidak pernah datang, tiba-tiba ke sana dengan mengajak seorang laki-laki."Kita turun sekarang?""Ya," jawab Agnes sambil menata blouse yang ia pakai. Menyelipkan rambut di belakang telinga. Lantas membuka pintu mobil bersamaan dengan Aryo.Mereka mendekati pagar, Agnes menelpon sang papa. "Aku sudah di depan, Pa," ucapnya setelah panggilan dijawab. "Masuk saja. Papa tunggu di dalam," jawab Pak Danu.Agnes kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas. "Kita masuk, Mas!"Aryo mengikuti Agnes yang membuka pintu pagar. Mereka melangkah di h

  • SEBELUM BERPISAH   188. Serius 3

    "Sudah empat tahun. Sejak aku mulai bekerja di sini. Dia juga baru tinggal di Jogja tujuh tahunan. Sebelumnya tinggal di Jakarta.""Kamu sudah menceritakan tentangmu padanya?""Sudah.""Dia nggak menjauhimu. Berarti dia bisa menerimamu. Aryo sudah cukup jelas menunjukkan keseriusannya. Minta ke dia untuk memberitahu orang tuanya tentang kamu, Nes."Hening kembali. Mungkin sebenarnya orang tua Aryo sudah tahu. Yang dipikirkan Agnes sekarang memang kakaknya. Dia berharap Herlina menikah lebih dulu.Herlina memandang sang adik. Apa yang membuat adiknya minder, bukankah papanya orang berada. Kakak-kakak yang seayah dengan Agnes juga sukses semua. "Jangan tunggu mbak. Usiamu sudah dua puluh delapan tahun, Nes."Agnes memandang kakaknya sekilas. Kembali mereka terdiam hingga denting ponsel membuat Agnes meraih benda pipih di nakas sebelahnya.[Jam berapa besok kalian mau berangkat ke Surabaya?][Pagi, Mas. Jam 6 berangkat dari sini.][Oke. Setengah enam aku sampai di kosanmu. Pakai mobilk

  • SEBELUM BERPISAH   187. Serius 2

    "Aku sudah lama sekali memaafkan semuanya. Kamu nggak perlu merasa bersalah lagi. Hidup ini terlalu singkat untuk menyimpan dendam. Herlina dan aku serta adik-adiknya juga sudah bisa bertemu dan berkomunikasi dengan baik. "Semua permasalahan sudah berlalu. Kita punya jalan hidup masing-masing. Aku bersyukur kita bisa bertemu seperti ini dalam keadaan masih sehat."Kita hanya manusia. Nggak ada yang sempurna. Semoga kita bisa menjalani hidup ini dengan lebih baik lagi di sisa usia kita."Mendengar itu, Bu Karlina tersentuh, terharu, dan malu. Sebisa mungkin menahan air matanya supaya tidak jatuh.Herlina yang duduk di samping ibunya ikut terharu melihat momen itu. Sebenarnya sang papa adalah pria penyabar sejak dulu. Namun Herlina menutup mata disaat doktrin sang ibu sangat mendominasi dikala masa pertumbuhannya.Sekarang setelah berpuluh tahun, lelaki itu begitu legowo memberikan maafnya.Sedangkan Bu Fatimah hanya menjadi pendengar. Dia tidak boleh ikut campur urusan masa lalu suami

  • SEBELUM BERPISAH   186. Serius 1

    SEBELUM BERPISAH- Serius "Kamu saja yang nemui papamu, Her. Mama nggak usah." Bu Karlina tidak percaya diri bertemu dengan mantan suaminya. "Ma, bukannya ini kesempatan yang bagus. Mama bisa bertemu Papa dan meminta maaf atas apa yang pernah terjadi." Herlina berucap persis seperti apa yang dikatakan Bu Karlina ketika sang anak ragu untuk mencari papanya beberapa bulan yang lalu.Wajah Bu Karlina menegang, sorot matanya penuh kecemasan. "Kamu tahu sendiri apa yang pernah Mama lakukan ke papamu. Mama nggak tahu harus bicara apa kalau bertemu. Mama belum siap, Her.""Papa sudah lama memaafkan kita. Beliau bahkan nggak pernah membahas masa lalu setiap kali kami ngobrol di telepon. Papa sudah bahagia dengan hidupnya sekarang. Lagipula, kalau Mama terus menghindar, kapan lagi Mama bisa meminta maaf."Bu Karlina diam. Herlina benar. Bukankah ini kesempatan untuk bertemu dengan orang yang pernah disakitinya. Namun ia malu. Karena kondisinya yang sekarang terpuruk sedangkan sang mantan san

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status