Beranda / Romansa / SEBELUM BERPISAH / Bab 181 - Bab 190

Semua Bab SEBELUM BERPISAH: Bab 181 - Bab 190

194 Bab

181. Cemas 2

Walaupun Herlina masih bekerja di rumah sakit yang sama dengan sang suami, Elvira tidak ingin berpikir macam-macam. Cemburu tetap ada, tapi ia tidak perlu menjadikannya sebagai rasa curiga yang membabi buta.Elvira fokus untuk menjadi istri dan ibu yang baik. Mengurus suami dan anak secara sempurna. Memenuhi segala kebutuhan mereka.Mobil berhenti di halaman rumah makan. Hendy melihat mobil Herlina sudah terparkir di sana. Pria itu turun dengan cepat dan membukakan pintu mobil untuk istrinya. Membimbing Elvira turun dan menggandeng tangannya. Mereka memang sengaja tidak mengajak Keenan. Hendy dan Elvira menghampiri meja di mana Herlina yang ternyata ditemani oleh mamanya. Dokter wanita itu memandang perut Elvira yang membulat sempurna. Jujur, ada rasa nyeri dan cemburu menembus ulu hati. Dia tidak bisa berbohong, kalau sepenuhnya perasaan pada Hendy belum hilang. Herlina hanya berusaha mengendalikan diri saja untuk sekarang ini.Herlina berdiri dengan gugup, bibirnya bergetar sambil
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-30
Baca selengkapnya

182. Cemas 3

Satu bulan kemudian ....Di tengah keheningan malam, Elvira tiba-tiba terbangun. Ada rasa mulas yang kuat di perutnya, disertai sensasi basah di antara pahanya. Napasnya memburu ketika ia menyadari apa yang sedang terjadi."Mas Hen," Elvira mengguncang bahu suaminya dengan pelan.Hendy spontan terbangun. "Ada apa, Sayang?""Air ketubanku sepertinya pecah," jawab Elvira dengan nada panik.Hendy langsung tersadar sepenuhnya. Adrenalinnya memuncak. Tanpa pikir panjang, ia bangkit dari tempat tidur dan membantu Elvira duduk. "Oke, kita harus ke rumah sakit sekarang. Tunggu di sini, mas akan bangunin si mbak dan kita siap-siap."Dalam waktu singkat, Hendy sudah siap dengan semua perlengkapan. Ia membantu Elvira berjalan keluar rumah dan duduk di dalam mobil. Meskipun seorang dokter yang sudah terbiasa menangani situasi darurat, malam itu tetap terasa mendebarkan. Karena ini menyangkut orang yang ia cintai."Mbak, titip Keenan, ya," pesannya pada sang ART."Njih, Dok."Jam dua dini hari lal
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-30
Baca selengkapnya

183. Paling Berharga 1

SEBELUM BERPISAH - Paling Berharga "Bagaimana, Dok?" tanya Hendy pada dokter Nely. Pria itu terlihat sangat panik seraya menggenggam erat tangan Elvira."Kepala bayi sudah kelihatan, Dok. Mbak Elvira bisa lahiran pervaginam," jawab dokter Nely berusaha setenang mungkin dalam situasi yang sangat tegang.Pada saat yang bersamaan, masuk Ema ke ruangan. Sebagai dokter anak yang masuk dalam tim, dia pun ikut deg-degan melihat ketegangan di ruang operasi. Karena yang ada di hadapannya adalah adik ipar."Gimana, Hen?" Ema mendekati sang adik.Hendy sudah tidak bisa menjawab. Dia fokus pada istrinya.Meski dalam kondisi tenaga yang sangat lemah, Elvira secara refleks kembali mengejan. Dia tidak menunggu aba-aba karena sudah tidak tahan lagi dengan sakit yang sangat mendera. Hendy khawatir luar biasa. Cemas, takut, penuh harapan, campur aduk dalam dadanya. Biasa menghadapi ketegangan di kamar operasi, tapi rasanya tidak sebanding dengan kali ini.Tubuh Elvira terasa seperti hampir hancur ol
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-31
Baca selengkapnya

184. Paling Berharga 2

Tidak hanya Hendy yang tertawa. Semua orang yang ada di ruangan itu sangat terhibur dengan tingkah Keenan."Siapa nama adek, Pa?""Kirana. Panggil dia adek Kira."Keenan kembali memandangi adiknya yang kembali diam dan memejam.Kemudian masuk seorang perawat yang membedong si bayi. Keenan sibuk melihat dan memperhatikan apa yang dilakukan perawat itu. Hasna meraih Keenan dan diajak duduk disampingnya. Tadi dari rumah, ia membawakan mainan milik Keenan. Tak terbayangkan, Elvira mesti menjaga satu bayi dan satu todler yang begitu aktif seperti Keenan."Mas, kalau nanti adiknya di imunisasi, kita nggak boleh ngajak Keenan," kata Elvira lirih."Kenapa?" tanya Hendy."Khawatir sampai di rumah, adeknya dijadikan pasien."Hendy tersenyum lebar. Benar juga. Suasana di ruangan itu penuh kehangatan. Hendy memandang Elvira dengan tatapan teduh. Dia memutar ulang momen yang terjadi di ruang operasi tadi. Betapa semua rencana bisa berubah dalam sekejap. Dia telah menyaksikan keajaiban kehidupan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-31
Baca selengkapnya

185. Paling Berharga 3

Keenan mengangguk, tetapi matanya tidak lepas dari adik bayinya yang terbaring di bouncer baby swing di dekat sofa. Ia mendekat dan menatap Kirana dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu. Padahal sang mama sudah memberitahunya, kalau Keenan tidak boleh mendekati adik jika tidak ada mama, papa, atau si mbak. Elvira takut kalau Keenan tiba-tiba gemas dan menarik adiknya."Adek, jangan nangis, ya. Abang Keenan di sini," ujarnya dengan suara lirih. Supaya sang mama tidak mendengar. "Pipimu lembut kayak marshmallow." Keenan menyentuh pipi Kirana yang masih menangis.Elvira tersenyum seraya melangkah tergesa menghampiri anak-anaknya. Dia khawatir sekali. Apalagi tidak ada si mbak di rumah. Wanita itu baru saja berangkat ke balai warga untuk rapat. Tentu saja mewakili majikannya karena Hendy belum pulang.Setelah disusui, Kirana langsung diam. "Boleh Keenan mangku adek, Ma?" tanyanya dengan mata berbinar."Boleh, tapi Mama pegangin, ya. Kirana masih kecil banget." Dengan hati-hati, Elvira me
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-31
Baca selengkapnya

186. Serius 1

SEBELUM BERPISAH- Serius "Kamu saja yang nemui papamu, Her. Mama nggak usah." Bu Karlina tidak percaya diri bertemu dengan mantan suaminya. "Ma, bukannya ini kesempatan yang bagus. Mama bisa bertemu Papa dan meminta maaf atas apa yang pernah terjadi." Herlina berucap persis seperti apa yang dikatakan Bu Karlina ketika sang anak ragu untuk mencari papanya beberapa bulan yang lalu.Wajah Bu Karlina menegang, sorot matanya penuh kecemasan. "Kamu tahu sendiri apa yang pernah Mama lakukan ke papamu. Mama nggak tahu harus bicara apa kalau bertemu. Mama belum siap, Her.""Papa sudah lama memaafkan kita. Beliau bahkan nggak pernah membahas masa lalu setiap kali kami ngobrol di telepon. Papa sudah bahagia dengan hidupnya sekarang. Lagipula, kalau Mama terus menghindar, kapan lagi Mama bisa meminta maaf."Bu Karlina diam. Herlina benar. Bukankah ini kesempatan untuk bertemu dengan orang yang pernah disakitinya. Namun ia malu. Karena kondisinya yang sekarang terpuruk sedangkan sang mantan san
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-01
Baca selengkapnya

187. Serius 2

"Aku sudah lama sekali memaafkan semuanya. Kamu nggak perlu merasa bersalah lagi. Hidup ini terlalu singkat untuk menyimpan dendam. Herlina dan aku serta adik-adiknya juga sudah bisa bertemu dan berkomunikasi dengan baik. "Semua permasalahan sudah berlalu. Kita punya jalan hidup masing-masing. Aku bersyukur kita bisa bertemu seperti ini dalam keadaan masih sehat."Kita hanya manusia. Nggak ada yang sempurna. Semoga kita bisa menjalani hidup ini dengan lebih baik lagi di sisa usia kita."Mendengar itu, Bu Karlina tersentuh, terharu, dan malu. Sebisa mungkin menahan air matanya supaya tidak jatuh.Herlina yang duduk di samping ibunya ikut terharu melihat momen itu. Sebenarnya sang papa adalah pria penyabar sejak dulu. Namun Herlina menutup mata disaat doktrin sang ibu sangat mendominasi dikala masa pertumbuhannya.Sekarang setelah berpuluh tahun, lelaki itu begitu legowo memberikan maafnya.Sedangkan Bu Fatimah hanya menjadi pendengar. Dia tidak boleh ikut campur urusan masa lalu suami
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-01
Baca selengkapnya

188. Serius 3

"Sudah empat tahun. Sejak aku mulai bekerja di sini. Dia juga baru tinggal di Jogja tujuh tahunan. Sebelumnya tinggal di Jakarta.""Kamu sudah menceritakan tentangmu padanya?""Sudah.""Dia nggak menjauhimu. Berarti dia bisa menerimamu. Aryo sudah cukup jelas menunjukkan keseriusannya. Minta ke dia untuk memberitahu orang tuanya tentang kamu, Nes."Hening kembali. Mungkin sebenarnya orang tua Aryo sudah tahu. Yang dipikirkan Agnes sekarang memang kakaknya. Dia berharap Herlina menikah lebih dulu.Herlina memandang sang adik. Apa yang membuat adiknya minder, bukankah papanya orang berada. Kakak-kakak yang seayah dengan Agnes juga sukses semua. "Jangan tunggu mbak. Usiamu sudah dua puluh delapan tahun, Nes."Agnes memandang kakaknya sekilas. Kembali mereka terdiam hingga denting ponsel membuat Agnes meraih benda pipih di nakas sebelahnya.[Jam berapa besok kalian mau berangkat ke Surabaya?][Pagi, Mas. Jam 6 berangkat dari sini.][Oke. Setengah enam aku sampai di kosanmu. Pakai mobilk
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-01
Baca selengkapnya

189. Satu Momen di Surabaya 1

SEBELUM BERPISAH- Satu Momen di Surabaya "Aku hampir nggak pernah bertemu dengan ketiga kakakku dari papa," gumam Agnes."Terakhir aku bertemu mereka sudah lama sekali. Waktu aku datang ke rumah ini untuk menjenguk papa yang tengah sakit. Lama banget itu. Enam atau tujuh tahun yang lalu. Aku masih kuliah.""Mungkin kali ini juga menjadi kesempatanmu untuk bertemu dengan mereka," ujar Aryo.Agnes menghela nafas panjang. Menata hatinya yang kalang kabut. Tidak pernah datang, tiba-tiba ke sana dengan mengajak seorang laki-laki."Kita turun sekarang?""Ya," jawab Agnes sambil menata blouse yang ia pakai. Menyelipkan rambut di belakang telinga. Lantas membuka pintu mobil bersamaan dengan Aryo.Mereka mendekati pagar, Agnes menelpon sang papa. "Aku sudah di depan, Pa," ucapnya setelah panggilan dijawab. "Masuk saja. Papa tunggu di dalam," jawab Pak Danu.Agnes kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas. "Kita masuk, Mas!"Aryo mengikuti Agnes yang membuka pintu pagar. Mereka melangkah di h
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

190. Satu Momen di Surabaya 2

Mendengar itu, dada Agnes berdebar hebat. Merasa malu sekaligus terharu. Ia tahu Aryo serius, tapi mendengar langsung pernyataan cintanya di hadapan sang papa dan mama tirinya, membuat wajah Agnes serasa menghangat karena malu."Saya serius, Pak. Saya sudah menunggu empat tahun untuk bisa datang ke Surabaya bertemu dengan Bapak." Jawaban Aryo yang membuat Agnes kian terharu sekaligus tersanjung.Pak Danu tersenyum bahagia, tampak puas dengan jawaban Aryo. Lelaki yang mencintai putrinya bukan pria sembarangan. Sosok keturunan ningrat yang jelas masa depannya. Dalam hati sangat bersyukur, anak yang menderita batin sejak kecil, kini mendapatkan calon suami yang benar-benar mencintainya."Baiklah. Saya tunggu keluargamu datang untuk melamar." Pak Danu pun tidak terlalu banyak berbasa-basi. Gestur Aryo sangat terbaca jelas, bagaimana dia sangat serius dengan putrinya.Aryo mengangguk. "Ya, Pak. Saya akan mengabari secepatnya."Selesai mereka bicara dengan Pak Danu dan istrinya, Agnes tida
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
151617181920
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status