Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Chapter 361 - Chapter 370

All Chapters of Benih Papa Sahabatku: Chapter 361 - Chapter 370

421 Chapters

Bab 222. Lebih Baik Pulang

Nida dan Alea terkejut melihat kemarahan Bianca. Sorot mata Bianca sarat kebencian pada Nida. Napas Bianca turun naik dengan cepat, amarah telah menguasai diri. Dia masih belum terima jika Alea dan Axel mengetahui Bianca dan Evan bukan orang tua kandungnya. "Astafgfirullahalazhim, Ma ... Mama enggak boleh bilang gitu." Meski Evan telah melarang Alea memanggil Bianca dengan sebutan mama, tapi gadis itu tetap memanggil dengan panggilan yang sama. "Kak, kalau aku enggak kasih tau kebenarannya sekarang, mau sampai kapan Kakak menutupinya?" tanya Nida menatap lekat wanita yang berdiri dengan amarah memuncak. "Bukan urusanmu!" sentak Bianca langsung. Nida terkejut, sebulir air mata membasahi wajah. Maksud Nida baik. Dia ingin Axel dan Alea mengetahui siapa kedua orang tua yang sesungguhnya. Paling tidak jika Axel dan Alea tahu, mereka bisa mengirimkan doa untuk Namira dan Daniel."Sekarang kamu lihat? Kamu lihat, Nida! Rumah ini jadi sepi!" sambung Bianca sarat emosi. Alea memeluk pingg
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more

Bab 223. Please

Nida dan Hanif sudah pulang dari rumah Bragastara. Mereka membawa kendaraan masing-masing. Awalnya Hanif ingin satu mobil dengan Nida, mobilnya diantarkan supir pribadi Bianca. Namun, Nida menolak. Ia tak mau nantinya Bianca akan marah. Akhirnya Hanif mengikuti kendaraan Nida dari belakang. "Ma, minum dulu airnya," ucap Alea menyodorkan segelas air pada Bianca. Wanita yang masih terlihat emosi itu menoleh, mengambil alih gelas dari tangan Alea. "Terima kasih, Lea," kata Bianca berusaha tersenyum. Alea jadi bingung dengan pemikiran dan sikap Bianca. Gadis itu berpikir kalau sikap Bianca sangat egois dengan membiarkan dirinya dan Axel tidak mengenal ibu kandung. Namun, sisi lain Alea juga merasa kasihan pada Bianca karena sekarang Axel telah menilai buruk Bianca. "Alea, kamu enggak akan ninggalin Mama kan, Nak?"Bahkan sudah dikasih tahu Evan jangan menyuruh Alea atau Axel memanggilnya Mama, Bianca justru mengabaikan. Ia tetap ingin dipanggil Mama oleh Alea dan Axel. "Enggak, Ma. Ak
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more

Bab 224. Lebih Baik Kembali

Axel terdiam mendengar cerita yang disampaikan adiknya. Mulai bimbang akan keputusannya. Satu sisi, Axel masih marah dan kecewa dengan Bianca. Sisi lain, Axel merasa kasihan pada Nida. Selama ini Nida selalu baik dan perhatian pada mereka. "Nanti aku pikirin lagi."Tanpa menunggu tanggapan Alea, Axel mematikan sambungan telepon. Ia menarik napas panjang, berusaha menetralisir kemarahan. Axel menoleh pada Gilang yang membuat kopi untuk pelanggan. Ia beranjak, mendekati Gilang. "Bang, boleh enggak aku pulang duluan?" tanya Axel agak segan karena sekarang dia numpang di kos an Gilang. "Boleh, Xel. Tuh kuncinya di saku jaket Abang.""Oke. Makasih, Bang.""Xel, kamu udah telepon Alea?" tanya Gilang mengingat kedatangan Alea ke cafe. "Baru aja aku telepon Lea.""Tadi dia ke sini sama tante Nida." Gilang memang sudah mengetahui keluarga besar Bragastara. Axel yang mengenalkan Gilang pada mereka. "Oh tante Nida tadi ke sini?""Iya. Mereka cemasin kamu."Axel terdiam sesaat, lalu pamit pu
last updateLast Updated : 2025-02-24
Read more

Bab 225. Di Depan Rumah

Nida berharap, Axel masih mau mendengar sarannya. Biar bagaimanapun, tak enak sekali jika sesama saudara bermusuhan. Hubungan Bianca dan Nida selama ini sangat baik. Mereka begitu saling menyayangi dan memberi perhatian. Apakah hanya karena Nida mengungkapkan kebenaran, hubungan yang terjalin baik itu akan rusak?"Ya udah, aku akan pulang ke rumah. Aku akan menganggap tidak ada yang terjadi dan aku akan tetap memanggap mereka adalah kedua orang tuaku bukan kakakku," ucap Axel mengambil keputusan. Nida dan Hanif tersenyum bahagia mendengar keputusan Axel. Nida hanya ingin keluarga Bragastara selalu bahagia, tidak ada pertengkaran atau kesalahpahaman. "Terima kasih, Axel. Kamu memang anak yang baik."Hanif merangkul pundak istrinya. Berusaha menenangkan Nida yang meneteskan air mata. Hanif tak menyangka jika istrinya itu sedang dihadapkan masalah. Dia pikir, Nida di rumah baik-baik saja dan hanya dihadapkan dengan permasalahan ibu Ros. "Kalau begitu, aku pamit pulang. Malam ini juga,
last updateLast Updated : 2025-02-24
Read more

Bab 226. Tidak Berubah

"Hah? Kak Axel ada di rumah ... di depan rumah ki--""Iya, Bawel! Cepetan buka pintunya!" Axel mematikan sambungan telepon. Menunggu Alea datang membuka pintu. "Kenapa, Nak? Axel ada di sini? Axel udah pulang?" tanya Bianca sumringah. Menatap lekat Alea yang tengah tersenyum. Evan juga penasaran, ia menunggu jawaban adik iparnya itu. "Iya, Ma, Pa. Sekarang kak Axel ada di depan rumah. Sebentar, aku bukain dulu pintunya, aku suruh dia masuk!"Bianca menganggukkan kepala, membiarkan Alea ke depan, membuka pintu untuk kembarannya. "Disuruh buka pintu, malah lama!" sungut Axel saat pintu rumah sudah dibuka Alea. Gadis itu sangat senang, menghambur dalam pelukan kakaknya. "Alhamdulillah ya Allah ... akhirnya si keras kepala mau pulang lagi ke rumah," ujar Alea ditengah pelukan. Axel kesal, melepaskan pelukan adiknya. "Berisik!" kata Axel masuk lebih dulu ke dalam rumah. Alea mengunci kembali pintu, berjalan, mensejajari langkah kaki kakaknya."Kalau aku suruh, cepat kamu laksanain! K
last updateLast Updated : 2025-02-24
Read more

Bab 227. Dari Mana?

Sejak Hanif pulang dari keluar kota, sikap Nida berubah drastis. Menjadi lebih pendiam dan tampak tak peduli apalagi perhatian. Seperti pagi ini, Nida sibuk sendiri. Sedari bangun tidur, sampai sekarang di meja makan, tidak ada tegur sapa dari anak kandung Yuda dan Dania itu. "Dek ...," panggil Hanif memandang istrinya yang duduk di kursi bersebrangan. Nida mendongak sembari mengunyah roti panggang. "Iya?" sahut Nida membalas tatapan suaminya. "Kenapa sikapmu berubah? Apa karena permintaan mamaku?" Hanif hanya berprasangka. Sebab dia tahu, perempuan mana yang mau dipoligami apalagi hanya karena mereka belum dikarunia anak. Nida tak langsung menjawab, menegak segelas air putih hingga setengah."Hm ... Aku cuma bingung aja," kata Nida menumpu kedua tangan di atas meja. "Aku bingung menghadapi mama kamu. Seingatku, selama ini aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuknya. Tapi, kenapa mamamu masih saja mencari kesalahanku bahkan dengan urusan yang bukan menjadi kuasaku. Masalah
last updateLast Updated : 2025-02-25
Read more

Bab 228. Menyerah

Semua yang ada di ruang meja makan terkejut mendengar jawaban Axel. Terutama Bianca. Hatinya merasa tersisihkan dengan perbuatan Axel yang baru saja mengunjungi makam kedua orang tuanya. Alea diam, tak bicara lagi. Dia tak mau membuat Bianca bersedih. Begitu pula Evan. Memilih diam, tak menimpali jawaban Axel. Sarapan pagi ini diselimuti keheningan. Mereka seolah bergelut dengan pikiran masing-masing. Usai sarapan, si kembar pamit masuk ke dalam kamar, setelahnya berangkat ke sekolah. "Kak, kenapa enggak ngajak aku kalau mau ke makam mama papa?" tanya Alea saat keduanya sudah berada di dalam mobil. Pandangan Axel lurus ke depan. Lelaki yang baru berusia 18 tahun itu duduk di balik kemudi. Ia tak ingin diantar supir ke sekolah. "Memangnya kamu mau?" "Maulah, Kak! Masa berziarah ke makam kedua orang tua kita enggak mau," celetuk Alea mengalihkan pandangan ke depan. "Aku pikir, kamu masih menganggap orang tua kandung itu Kak Evan dan Kak Bianca." Alea menoleh cepat, menatap tak
last updateLast Updated : 2025-02-25
Read more

Bab 229. Doa Dari Anak-Anak

"Astaghfirullah, Nida ... istighfar. Kamu jangan ngomong cerai-cerai! Enggak baik, Nak. Pokoknya selama bisa diselesaikan baik-baik, kamu harus bertahan. Kalian selama ini baik-baik saja kan? Masalah permintaan ibu mertuamu, enggak usah kamu pikirin!" Sebisa mungkin Shella menenangkan hati Nida dan melarang anak sambungnya itu untuk menggugat cerai Hanif."Ya udah, Ma. Aku mau balik ke ruangan dulu. Makasih ya Ma, udah mau dengerin curhatanku," kata Nida bahagia memiliki ibu sambung yang merangkap sebagai kakak dan sahabat. Shella benar-benar menjadi tempat yang nyaman bagi Nida untuk berbagi cerita. Tidak seperti Gita, ibu sambungnya dulu. Sangat jahat dan licik. "Iya, sama-sama. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan cerita ke Mama. Oke?"Sebetulnya Nida juga ingin bercerita tentang keluarga Bragastara, terutama tentang sikap Bianca padanya. Akan tetapi, jika diceritakan di kantor, rasanya kurang baik. "Iya, Ma. Nanti aku mau cerita lagi.""Oke!"Nida beranjak, keluar ruangan Shella m
last updateLast Updated : 2025-02-25
Read more

Bab 230. Ngaca

"Sok tau kamu!" timpal Bianca kesal, tak terima dengan alasan Nida yang mengatakan kebenaran itu pada Axel dan Alea. Wanita itu lantas keluar, menuju ruangannya. Nida menarik napas panjang, menetralisir amarah yang telah mengusai diri. Nida menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Tak terasa, air matanya mengalir, Nida menangis. Menangisi kehidupannya yang kerap kali disalahkan orang lain dan orang-orang yang terdekat. Setelah meluapkan emosi lewat tangisan, Nida melanjutkan pekerjaan. Ia ingin fokus menyelesaikan pekerjaannya. *** Bukannya masuk ke ruangannya, Bianca justru berbelok ke ruangan sang suami, Evan. "Aku kesal banget sama si Nida. Sok tau! Sok jadi pahlawan," gerutu Bianca tiba-tiba masuk ke ruangan. Evan terkejut melihat kedatangan istrinya. "Kamu kenapa, Sayang?" tanya Evan lembut pada wanita yang duduk di sofa sudut ruangan. Bianca bersidekap, mendongak, membalas tatapan Evan. "Tadi aku habis ngajak Nida ngobrol tapi ya gitu deh. Sok merasa pali
last updateLast Updated : 2025-02-25
Read more

Bab 231. Terserah

Mendengar ucapan Bianca, Alea, Gilang dan Evan sangat terkejut. "Astaghfirullah, Mama kenapa ngomong kayak gitu, Ma?" Alea tak enak hati pada Gilang yang berdiri di sampingnya. Gadis itu tak menyangka jika Bianca berkata demikian, merendahkan orang lain. "Mama ngomong fakta, Lea. Kamu sama dia enggak cocok. Dia cuma pelayan cafe! Sedangkan kamu? Please, Lea... Jangan mau didekati dia!" seloroh Bianca masih saja merendahkan sahabat Axel. Hilang hanya merunduk. Tidak ingin menanggapi penilaian Bianca terhadapnya. "Lagian kamu! mau-maunya diajak naik motor. Memangnya mobil kamu kemana?" sentak Bianca tak dapat menahan emosi. Alea jadi kesal sendiri, memejamkan kedua mata, menghela napas berat menghadapi sikap Bianca yang keterlaluan. "Ada," jawab Alea singkat. "Ya udah kamu naik mobil. Kalau kamu naik motor, nanti kulitmu gosong. Belum lagi kalau hujan. Bisa sakit kamu, Lea. Emang kamu mau kemana sih?" Alea merunduk, malas menanggapi ucapan Bianca. "Alea, kayaknya Abang enggak bi
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more
PREV
1
...
3536373839
...
43
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status