Home / Fantasi / JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR: Chapter 51 - Chapter 60

75 Chapters

Bab 51. Kejujuran

Langit mulai berubah jingga ketika Mo Tian berdiri di tengah halaman kecil di depan gubuk Master Jian Xun. Pedang Langit Membara tergenggam erat di tangannya. Liu Qingxue berdiri tidak jauh dari situ, menyaksikan dengan cemas namun tidak berani bergerak mendekat. Master Jian Xun, dengan mata tajam seperti elang, mengamati Mo Tian tanpa sepatah kata pun.“Ini adalah ujianmu, Mo Tian,” kata Master Jian Xun akhirnya. Suaranya tenang tetapi penuh wibawa. “Ujian ini bukan sekadar tentang kekuatan atau kemampuan. Ini adalah ujian untuk hatimu, pikiranmu, dan kehendakmu. Tidak ada bantuan, tidak ada campur tangan.” Ia melirik Liu Qingxue yang seketika menundukkan kepala, memahami bahwa ia tidak boleh terlibat.Mo Tian menegakkan tubuhnya, mengangguk tegas. “Saya siap, Master.”Master Jian Xun mengangkat tangan, dan seketika, energi pedang yang kuat terpancar dari dirinya. Tanpa menyentuh pedang, dia mengendalikan energi itu, menciptakan gelombang tajam yang berputar di sekeliling Mo Tian.“
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 52. Tanda Itu Adalah Beban

Hari-hari latihan di bawah bimbingan Master Jian Xun semakin intens. Mo Tian dan Liu Qingxue menjalani setiap sesi dengan tekad yang tak tergoyahkan. Master Jian Xun, dengan pendekatan keras namun bijaksana, terus mendorong keduanya untuk melewati batas kemampuan mereka."Fokus pada niatmu, bukan pada kekuatan pedangmu," kata Master Jian Xun sambil mengamati Mo Tian berlatih. Pedang Langit Membara di tangan Mo Tian bergerak dengan presisi, tetapi Master Jian Xun tahu bahwa pemuda itu masih menyimpan banyak kekhawatiran dalam hatinya.Saat istirahat di sela latihan, Master Jian Xun mendekati Mo Tian. “Mo Tian,” katanya dengan nada serius. “Tanda hitam di pundakmu tidak akan bisa dihilangkan.”Mo Tian terdiam, matanya menatap tanah. Liu Qingxue yang berada di dekatnya juga terlihat cemas.“Tapi,” lanjut Master Jian Xun, “itu bukan berarti takdirmu sudah ditentukan. Aku percaya, dengan tekad yang cukup kuat, kau bisa merubah takdirmu. Tanda itu adalah beban, tetapi juga bisa menjadi keku
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Bab 53. Mimpi Buruk

Malam itu, langit desa tempat Mo Tian dan Liu Qingxue tinggal begitu tenang. Bulan bersinar lembut, memberikan sentuhan perak pada dedaunan yang bergerak pelan tertiup angin malam. Namun, di dalam kamar sederhana mereka di dojo Master Jian Xun, ketenangan itu tidak terasa bagi Mo Tian.Ia terbaring di tempat tidur, wajahnya berkeringat, nafasnya berat, dan tubuhnya menggigil. Dalam tidurnya, ia terperangkap dalam mimpi buruk yang menakutkan, lebih nyata daripada apapun yang pernah ia alami sebelumnya.Dalam mimpinya, Mo Tian berdiri di tengah-tengah lautan api yang membara. Kobaran api itu tidak hanya memancarkan panas, tetapi juga rasa sakit yang menusuk. Di sekelilingnya, ia mendengar suara rintihan dan jeritan yang begitu menyayat hati. Ribuan jiwa berwajah samar merintih, menjerit meminta pertanggungjawabannya.“Mo Tian!” suara mereka bergema dalam kekosongan api. “Ini semua salahmu!”Mo Tian melangkah mundur, bingung dan ketakutan. “Apa... apa maksud kalian? Aku tidak mengerti!”
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Bab 54. Orang yang Terpilih

Malam kembali menyelimuti desa kecil itu. Di dalam kamar sederhana, Mo Tian terbaring dengan tubuh yang tampak lelah, tetapi matanya tetap terbuka menatap langit-langit.Beberapa malam terakhir, tidur baginya lebih menyerupai mimpi buruk yang panjang, tempat ia dipertemukan kembali dengan kobaran api, jiwa-jiwa yang merintih, dan suara mengerikan yang berbicara tentang kehancuran manusia.Mo Tian menghela napas berat. Dalam beberapa malam terakhir, ia mengandalkan ramuan tidur yang dibuat oleh Master Jian Xun untuk membantunya terlelap tanpa dihantui mimpi buruk. Namun, bahkan dengan ramuan itu, ketakutannya tetap ada—takut bahwa setiap kali ia memejamkan mata, ia akan kembali bertemu dengan dunia penuh kehancuran itu.Liu Qingxue, yang duduk di dekatnya, memandang dengan penuh kekhawatiran. Ia tahu Mo Tian sedang berjuang melawan sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri. “Mo Tian,” katanya lembut, “kau harus beristirahat. Tubuhmu tidak bisa terus seperti ini.”Mo Tian menggeleng
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Bab 55. Satu Tujuan

Mo Tian duduk di pinggir sungai yang mengalir jernih, aliran airnya membawa bebatuan kecil yang bergemerisik lembut di dasar. Di sekelilingnya, dedaunan dari pepohonan tinggi berbisik tertiup angin, menciptakan suasana damai yang sayangnya tidak bisa dirasakan oleh hati Mo Tian.Pikirannya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan yang tak memiliki jawaban jelas. Ia memandangi pantulan dirinya di air, wajah yang selama ini ia kenal tetapi kini terasa asing. Tanda hitam berbentuk sabit di pundaknya telah mengubah segalanya.“Kenapa aku?” bisiknya pada dirinya sendiri.Mo Tian menarik napas panjang, mencoba mengusir perasaan berat di dadanya. Ia teringat masa kecilnya, di mana hidup bersama kedua orang tuanya di sebuah desa kecil yang miskin. Mereka adalah orang-orang biasa, menjalani hari dengan bekerja keras di ladang untuk mendapatkan makanan yang cukup. Mereka bukan pahlawan, bukan pendekar, dan tentu saja bukan orang yang pernah bersinggungan dengan kekuatan besar.“Bagaimana mungkin aku
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Bab 56. Tanah Bayangan Jiwa

Master Jian Xun menatap Mo Tian dan Liu Qingxue dengan ekspresi penuh pertimbangan. Keduanya duduk di hadapannya di ruang meditasi utama, sementara cahaya lilin yang berkelap-kelip menerangi wajah mereka. Suasana hening, hanya terdengar suara angin yang berdesir lembut di luar.“Kalian benar-benar pernah memasuki Perpustakaan Besar Gunung Langit?” tanya Master Jian Xun, memastikan sekali lagi.Mo Tian mengangguk dengan mantap. “Ya, Master. Kami berhasil melewati rintangan dan memasuki perpustakaan itu beberapa bulan lalu. Tapi kami hanya membaca sebagian dari buku-buku di sana. Sebagian besar isinya sulit dimengerti dan tiba-tiba perpustakaannya menghilang.”“Perjalanan ke perpustakaan itu bukanlah hal yang mudah,” ujar Jian Xun, matanya menyipit seolah mencoba membaca lebih jauh ke dalam diri Mo Tian. “Bahkan pendekar terlatih sekalipun sering gagal mencapai tempat itu. Fakta bahwa kalian berhasil membuktikan bahwa kalian berdua bukanlah orang biasa.”Liu Qingxue menambahkan, “Namun,
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Bab 57. Perjalanan yang Sulit

Di ruang meditasi utama, cahaya lilin yang temaram menari di permukaan dinding kayu. Mo Tian dan Liu Qingxue duduk di hadapan Master Jian Xun, yang tampak serius dan penuh kehati-hatian. Sebuah peta tua terbentang di hadapan mereka, dipenuhi simbol-simbol kuno dan garis-garis yang sulit dipahami.“Tanah Bayangan Jiwa,” ujar Jian Xun, suaranya berat dan dalam, “bukanlah tempat biasa. Tempat itu dikenal sebagai perbatasan antara dunia manusia dan dunia akhirat. Sebuah tanah yang penuh ilusi, dimana batas antara kenyataan dan khayalan hampir tidak ada.”Liu Qingxue menatap peta itu dengan cemas. “Apa maksud Master dengan ilusi?”Jian Xun menghela napas. “Di Tanah Bayangan Jiwa, tidak ada manusia yang sebenarnya. Yang kalian temui di sana hanyalah jiwa-jiwa yang telah kehilangan harapan. Mereka adalah bayangan dari kehidupan masa lalu mereka, terjebak dalam kesedihan dan penderitaan tanpa akhir.”Mo Tian merasakan bulu kuduknya berdiri. “Jadi, setiap orang yang kita lihat di sana... hanya
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

Bab 58. Tidak Ada Apa-Apa

Kabut di sekitar Tanah Bayangan Jiwa semakin tebal, seolah menelan setiap cahaya yang mencoba menembusnya. Mo Tian dan Liu Qingxue terus berjalan, dengan setiap langkah terasa semakin berat. Energi gelap yang mengelilingi mereka seakan menyerap kekuatan dan semangat mereka, tetapi tekad untuk mencapai bangunan itu tetap menguatkan langkah mereka.“Bangunan itu sudah dekat,” ujar Mo Tian dengan suara yang bergetar. Ia menghapus keringat dari dahinya dan menggenggam erat pedangnya. “Kita tidak boleh menyerah sekarang.”Liu Qingxue menatap Mo Tian, napasnya tersengal-sengal. “Kita sudah sampai sejauh ini. Kita harus terus maju.”Namun, mendekati bangunan itu tidak semudah yang mereka bayangkan. Tiba-tiba, suara-suara berbisik mulai terdengar di sekitar mereka. Suara itu begitu lembut, seperti angin yang menyelinap ke dalam pikiran mereka, tetapi setiap kata membawa rasa takut dan keraguan.“Kenapa kalian terus maju?” bisik suara itu. “Tidak ada yang menunggu kalian di sana. Kalian hanya
last updateLast Updated : 2025-01-19
Read more

Bab 59. Ruang Bawah Tanah

Mo Tian dan Liu Qingxue berdiri terpaku, menatap ke arah gelap tempat pria tua berjubah hitam itu menghilang. Napas keduanya masih tersengal setelah perjuangan berat mereka mendekati bangunan itu.“Dia... dia menghilang begitu saja,” ujar Liu Qingxue, suaranya bercampur antara bingung dan frustasi.Mo Tian menggenggam erat pedangnya, wajahnya tegang. “Dia pasti tahu sesuatu. Kita tidak boleh membiarkannya pergi begitu saja!”Tanpa membuang waktu, Mo Tian segera berlari ke arah pria itu sebelumnya berdiri. Liu Qingxue mengikutinya, meski tubuhnya masih terasa berat setelah bertarung melawan serangan-serangan tak terlihat tadi. Mereka berdua keluar dari bangunan tua itu, kembali ke kabut pekat yang menyelimuti Tanah Bayangan Jiwa.Namun, tidak ada tanda-tanda pria itu. Tidak ada jejak kaki di tanah, tidak ada suara langkah, bahkan tidak ada bekas keberadaannya.“Bagaimana mungkin dia menghilang begitu saja?” tanya Liu Qingxue, matanya menyapu sekeliling dengan waspada.Mo Tian menggelen
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more

Bab 60. Amarah Besar

Mo Tian dan Liu Qingxue kembali ke desa, mereka menatap ke arah kediaman Master Jian Xun dari kejauhan. Tempat itu tampak sunyi, jauh berbeda dari biasanya. Tidak ada suara percakapan, denting pedang, atau bahkan aktivitas para murid yang biasa mereka lihat. Asap tipis mengepul dari beberapa atap rumah di desa sekitar, memberikan kesan yang ganjil.“Ada yang tidak beres,” kata Liu Qingxue dengan nada waspada.Mo Tian mengangguk setuju. Mereka mempercepat langkah, melintasi jalan setapak yang penuh dedaunan kering. Ketika mereka tiba di desa, pemandangan yang mereka lihat membuat napas mereka tercekat.Desa itu porak-poranda. Rumah-rumah terbakar atau runtuh, jalanan dipenuhi puing-puing, dan udara dipenuhi aroma hangus bercampur dengan bau darah. Penduduk yang tersisa tampak lemah, beberapa menangis, dan lainnya hanya duduk terpaku dalam ketakutan.Seorang wanita tua, yang sedang membersihkan pecahan kayu di depan rumahnya yang hangus, menatap mereka dengan mata penuh kesedihan. “Kali
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more
PREV
1
...
345678
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status