Share

Bab 60. Amarah Besar

Author: Aray Fu
last update Last Updated: 2025-01-21 17:42:51

Mo Tian dan Liu Qingxue kembali ke desa, mereka menatap ke arah kediaman Master Jian Xun dari kejauhan. Tempat itu tampak sunyi, jauh berbeda dari biasanya. Tidak ada suara percakapan, denting pedang, atau bahkan aktivitas para murid yang biasa mereka lihat. Asap tipis mengepul dari beberapa atap rumah di desa sekitar, memberikan kesan yang ganjil.

“Ada yang tidak beres,” kata Liu Qingxue dengan nada waspada.

Mo Tian mengangguk setuju. Mereka mempercepat langkah, melintasi jalan setapak yang penuh dedaunan kering. Ketika mereka tiba di desa, pemandangan yang mereka lihat membuat napas mereka tercekat.

Desa itu porak-poranda. Rumah-rumah terbakar atau runtuh, jalanan dipenuhi puing-puing, dan udara dipenuhi aroma hangus bercampur dengan bau darah. Penduduk yang tersisa tampak lemah, beberapa menangis, dan lainnya hanya duduk terpaku dalam ketakutan.

Seorang wanita tua, yang sedang membersihkan pecahan kayu di depan rumahnya yang hangus, menatap mereka dengan mata penuh kesedihan. “Kali
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 61. Hilang Kendali

    Tubuh Mo Tian berdiri tegak, meskipun setiap serat ototnya tampak bergetar hebat. Tanda hitam di pundaknya memancarkan cahaya gelap yang berdenyut seperti jantung yang hidup. Wajahnya berubah dingin, matanya yang biasanya penuh tekad kini memancarkan kegelapan yang tak berujung. Liu Qingxue berdiri beberapa meter di belakangnya, terdiam membeku melihat perubahan yang terjadi pada Mo Tian.Mo Tian melangkah maju, tubuhnya dipenuhi aura mengerikan yang membuat udara di sekitarnya terasa berat. Anak buah Yan Wuxi dan Bai Zhen, yang sebelumnya menyerang dengan percaya diri, kini terlihat gemetar. Mereka mundur dengan wajah pucat, namun tidak sempat untuk melarikan diri.Dalam satu gerakan cepat, Mo Tian melesat seperti bayangan. Serangannya begitu cepat dan kuat hingga pedang-pedang anak buah Yan Wuxi terlempar tanpa perlawanan. Satu per satu mereka tersungkur, tidak sanggup melawan kekuatan yang luar biasa itu.Yan Wuxi dan Bai Zhen mencoba melancarkan serangan balik, menggabungkan seran

    Last Updated : 2025-01-22
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 62. Beban Baru

    Selama beberapa hari, Mo Tian terbaring di rumah tabib. Tubuhnya perlahan pulih, tetapi setiap gerakan terasa berat seperti memikul beban dunia. Liu Qingxue tetap berada di sampingnya, memastikan dia mendapatkan perawatan terbaik. Dia memerhatikan Mo Tian dengan cermat, bahkan di saat dia tidak sadar.Mo Tian sering terbangun di malam hari, memandangi Liu Qingxue yang tertidur di kursi dekat ranjangnya. Dalam kesunyian malam, dia menyadari sesuatu yang selama ini dia abaikan—perasaan yang lebih dari sekadar persahabatan atau ikatan keluarga. Liu Qingxue adalah seseorang yang penting baginya, lebih dari apa pun yang pernah dia miliki.Namun, Mo Tian memilih menyimpan perasaan itu dalam hatinya. Dia tahu perjalanan mereka masih panjang, dan ancaman yang mengintai terlalu besar. Baginya, menyatakan perasaan hanya akan menjadi beban tambahan untuk Liu Qingxue, yang sudah banyak berkorban untuknya.Pagi ini, saat matahari menyembul di balik bukit, Liu Qingxue duduk di tepi ranjang Mo Tian,

    Last Updated : 2025-01-23
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 63. Fang Zhi

    Hari-hari berlalu dengan perlahan di desa itu. Mo Tian dan Liu Qingxue memutuskan untuk tinggal sementara waktu, tidak hanya untuk memulihkan kekuatan Mo Tian tetapi juga untuk membantu penduduk desa membangun kembali kehidupan mereka. Serangan brutal Yan Wuxi dan Bai Zhen telah meninggalkan luka yang mendalam, baik pada bangunan maupun jiwa para penduduk.Mo Tian, meskipun belum sepenuhnya pulih, bersikeras membantu. Dia bersama para penduduk memindahkan puing-puing rumah yang hancur, mendirikan tenda sementara, dan menggali kuburan bagi mereka yang menjadi korban. Liu Qingxue juga tidak kalah sibuk, membantu para wanita desa memasak makanan untuk mereka yang bekerja keras dan merawat anak-anak yang kehilangan orang tua mereka.“Setidaknya aku bisa melakukan sesuatu untuk mereka,” kata Mo Tian suatu pagi saat dia dan Liu Qingxue sedang menata kayu untuk membangun kembali balai desa. “Aku tidak bisa membiarkan mereka menanggung ini sendirian.”Liu Qingxue memandangnya dengan kagum. “K

    Last Updated : 2025-01-23
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 64. Sungai Jiwa Mengalir

    Pagi itu, desa yang porak poranda oleh serangan Yan Wuxi dan Bai Zhen telah mulai bangkit kembali. Penduduknya, meskipun masih dalam suasana duka dan keletihan, berusaha menata kehidupan baru. Namun, Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi tahu bahwa kehadiran mereka di desa hanya akan membawa bahaya lebih lanjut.Dengan berat hati, mereka memutuskan untuk pergi. Para penduduk desa berkumpul di gerbang untuk melepas kepergian mereka. Wu Zhan, tetua desa, memberikan doa dan harapan terbaiknya.“Mo Tian, Liu Qingxue, Fang Zhi,” katanya sambil menggenggam tangan mereka satu per satu. “Kami berhutang nyawa kepada kalian. Dunia ini mungkin keras, tetapi kalian membawa secercah harapan bagi kami. Hati-hati di perjalanan kalian. Kami akan berdoa agar kalian berhasil.”Liu Qingxue tersenyum lembut, menahan air mata. “Kami berjanji akan kembali suatu hari nanti, ketika semuanya telah selesai.”Mo Tian, yang jarang menunjukkan emosinya, hanya membungkuk dalam-dalam. Di dalam hatinya, ia merasa berat

    Last Updated : 2025-01-24
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 65. Terpisah

    Langkah Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi terasa berat saat mereka memasuki gua di tengah Lembah Tujuh Bintang. Udara di dalamnya dingin dan lembab, diselimuti aura yang mencekam. Cahaya biru yang semula memandu mereka mulai memudar, digantikan oleh kegelapan pekat.Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari atas mereka. Tanah bergetar, dan batu-batu besar mulai berjatuhan. Mo Tian berteriak, “Hati-hati! Gua ini runtuh!”Ketiganya mencoba berlari kembali ke pintu masuk, tetapi pintu gua tiba-tiba tertutup oleh batu besar yang jatuh dengan cepat. Gua itu kini benar-benar tertutup.“Tidak!” seru Liu Qingxue, memukul batu yang menghalangi jalan keluar mereka. Namun, tidak ada yang bisa mereka lakukan.Suara gemuruh semakin keras, disusul dengan jeritan yang menusuk telinga. Jeritan itu bukan berasal dari manusia, melainkan dari jiwa-jiwa yang tampaknya terjebak di dalam gua. Suara itu menggema di seluruh ruangan, membuat mereka semua merasa seperti tenggelam dalam penderitaan yang tak terl

    Last Updated : 2025-01-24
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 66. Selamat dari Bahaya

    Setelah melalui berbagai rintangan yang nyaris merenggut nyawa, Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi akhirnya bertemu kembali di sebuah ruangan besar di dalam gua. Ruangan itu dipenuhi stalaktit yang menjuntai dari langit-langit, berkilauan samar karena pantulan cahaya biru yang berasal dari dinding gua.Liu Qingxue adalah yang pertama melihat Mo Tian. Ia terkejut melihat kondisi sahabatnya itu. Tubuh Mo Tian penuh dengan luka, sebagian besar adalah luka dalam yang tampak serius. Napasnya tersengal, dan langkahnya begitu lemah hingga ia hampir terjatuh saat mencoba mendekati Liu Qingxue.“Mo Tian!” seru Liu Qingxue, berlari menghampirinya. Ia memegang bahu Mo Tian, menopangnya agar tidak jatuh. “Kau terluka parah! Kau harus istirahat!”Mo Tian hanya tersenyum tipis, meski wajahnya pucat pasi. “Aku baik-baik saja,” katanya, meskipun jelas dari raut wajahnya bahwa ia sedang menahan sakit luar biasa.Fang Zhi muncul dari arah lain, menyeret langkahnya dengan kaki yang pincang. Lengan kirin

    Last Updated : 2025-01-26
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 1. Reinkarnasi Dewa Kematian

    “Semua manusia harus mati! Dunia fana ini tidak layak lagi dihuni!” Baaam! Seketika, dunia hancur berantakan. Manusia lari tunggang-langgang menyelamatkan diri. “Berlindung! Berlindung!” “Tidak akan ada tempat bagi kalian untuk berlindung. Aku akan menghancurkannya!” teriak Dewa Kematian dengan mata merah menyala. Dialah Heiming Shen atau Dewa Kematian. Dia juga Dewa yang ditakuti oleh para dewa dan manusia. Dengan sabit hitam yang tak tertandingi, ia mengatur arus kehidupan dan kematian dengan tangan besi. Jika dia tidak menginginkannya, maka semuanya akan dihancurkan.Kekuasaannya yang mutlak memicu ketakutan di kalangan para dewa lainnya. Mereka merasa bahwa Dewa Kematian telah melampaui batas, menggunakan kekuatan kematian untuk menghukum makhluk fana yang menurutnya tidak layak hidup, bahkan tanpa persetujuan Dewan Langit. Hingga akhirnya Dewan Langit menggelar pengadilan ilahi. Para dewa utama—Dewa Kehidupan, Dewa Keseimbangan, dan Dewa Waktu—memutuskan bahwa Heiming

    Last Updated : 2024-11-20
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 2. Bertemu Pendekar Wanita

    “Siapa kau?!”“Tuan muda…”“Jawab aku!”Mo Tian merasa kepalanya berputar, dia seperti melihat kunang-kunang. Gambaran aneh tiba-tiba muncul dalam pikirannya, gambar sabit hitam, lautan jiwa yang meratap memohon belas kasih, dan takhta megah yang gelap. "Apa yang terjadi? Siapa aku sebenarnya?" tanya Mo Tian sebelum akhirnya pingsan.Pandangannya menjadi gelap, dan di dalam pingsannya Mo Tian seperti berada di tengah-tengah lautan, tapi bukan air. Melainkan lautan jiwa manusia, mereka memanggilnya.Beberapa saat kemudian, Mo Tian sadar, tapi desa tempat dia tumbuh telah menjadi abu. Tidak ada yang tersisa, hanya reruntuhan dan bau hangus.Rumahnya, telah musnah. Juga orang tuanya telah tiada. Mo Tian merasa percuma dia hidup, dia ingin mati, mengikuti orang tuanya.“Apa ini? Darimana aku mendapatkannya?” tanya Mo Tian memandang pedang yang berada di tangannya.Meskipun bingung, dia tidak melepaskan pedang itu. Dia merasa ada jiwanya disana, meskipun tidak tahu, apa sebenarnya hubung

    Last Updated : 2024-11-21

Latest chapter

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 66. Selamat dari Bahaya

    Setelah melalui berbagai rintangan yang nyaris merenggut nyawa, Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi akhirnya bertemu kembali di sebuah ruangan besar di dalam gua. Ruangan itu dipenuhi stalaktit yang menjuntai dari langit-langit, berkilauan samar karena pantulan cahaya biru yang berasal dari dinding gua.Liu Qingxue adalah yang pertama melihat Mo Tian. Ia terkejut melihat kondisi sahabatnya itu. Tubuh Mo Tian penuh dengan luka, sebagian besar adalah luka dalam yang tampak serius. Napasnya tersengal, dan langkahnya begitu lemah hingga ia hampir terjatuh saat mencoba mendekati Liu Qingxue.“Mo Tian!” seru Liu Qingxue, berlari menghampirinya. Ia memegang bahu Mo Tian, menopangnya agar tidak jatuh. “Kau terluka parah! Kau harus istirahat!”Mo Tian hanya tersenyum tipis, meski wajahnya pucat pasi. “Aku baik-baik saja,” katanya, meskipun jelas dari raut wajahnya bahwa ia sedang menahan sakit luar biasa.Fang Zhi muncul dari arah lain, menyeret langkahnya dengan kaki yang pincang. Lengan kirin

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 65. Terpisah

    Langkah Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi terasa berat saat mereka memasuki gua di tengah Lembah Tujuh Bintang. Udara di dalamnya dingin dan lembab, diselimuti aura yang mencekam. Cahaya biru yang semula memandu mereka mulai memudar, digantikan oleh kegelapan pekat.Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari atas mereka. Tanah bergetar, dan batu-batu besar mulai berjatuhan. Mo Tian berteriak, “Hati-hati! Gua ini runtuh!”Ketiganya mencoba berlari kembali ke pintu masuk, tetapi pintu gua tiba-tiba tertutup oleh batu besar yang jatuh dengan cepat. Gua itu kini benar-benar tertutup.“Tidak!” seru Liu Qingxue, memukul batu yang menghalangi jalan keluar mereka. Namun, tidak ada yang bisa mereka lakukan.Suara gemuruh semakin keras, disusul dengan jeritan yang menusuk telinga. Jeritan itu bukan berasal dari manusia, melainkan dari jiwa-jiwa yang tampaknya terjebak di dalam gua. Suara itu menggema di seluruh ruangan, membuat mereka semua merasa seperti tenggelam dalam penderitaan yang tak terl

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 64. Sungai Jiwa Mengalir

    Pagi itu, desa yang porak poranda oleh serangan Yan Wuxi dan Bai Zhen telah mulai bangkit kembali. Penduduknya, meskipun masih dalam suasana duka dan keletihan, berusaha menata kehidupan baru. Namun, Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi tahu bahwa kehadiran mereka di desa hanya akan membawa bahaya lebih lanjut.Dengan berat hati, mereka memutuskan untuk pergi. Para penduduk desa berkumpul di gerbang untuk melepas kepergian mereka. Wu Zhan, tetua desa, memberikan doa dan harapan terbaiknya.“Mo Tian, Liu Qingxue, Fang Zhi,” katanya sambil menggenggam tangan mereka satu per satu. “Kami berhutang nyawa kepada kalian. Dunia ini mungkin keras, tetapi kalian membawa secercah harapan bagi kami. Hati-hati di perjalanan kalian. Kami akan berdoa agar kalian berhasil.”Liu Qingxue tersenyum lembut, menahan air mata. “Kami berjanji akan kembali suatu hari nanti, ketika semuanya telah selesai.”Mo Tian, yang jarang menunjukkan emosinya, hanya membungkuk dalam-dalam. Di dalam hatinya, ia merasa berat

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 63. Fang Zhi

    Hari-hari berlalu dengan perlahan di desa itu. Mo Tian dan Liu Qingxue memutuskan untuk tinggal sementara waktu, tidak hanya untuk memulihkan kekuatan Mo Tian tetapi juga untuk membantu penduduk desa membangun kembali kehidupan mereka. Serangan brutal Yan Wuxi dan Bai Zhen telah meninggalkan luka yang mendalam, baik pada bangunan maupun jiwa para penduduk.Mo Tian, meskipun belum sepenuhnya pulih, bersikeras membantu. Dia bersama para penduduk memindahkan puing-puing rumah yang hancur, mendirikan tenda sementara, dan menggali kuburan bagi mereka yang menjadi korban. Liu Qingxue juga tidak kalah sibuk, membantu para wanita desa memasak makanan untuk mereka yang bekerja keras dan merawat anak-anak yang kehilangan orang tua mereka.“Setidaknya aku bisa melakukan sesuatu untuk mereka,” kata Mo Tian suatu pagi saat dia dan Liu Qingxue sedang menata kayu untuk membangun kembali balai desa. “Aku tidak bisa membiarkan mereka menanggung ini sendirian.”Liu Qingxue memandangnya dengan kagum. “K

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 62. Beban Baru

    Selama beberapa hari, Mo Tian terbaring di rumah tabib. Tubuhnya perlahan pulih, tetapi setiap gerakan terasa berat seperti memikul beban dunia. Liu Qingxue tetap berada di sampingnya, memastikan dia mendapatkan perawatan terbaik. Dia memerhatikan Mo Tian dengan cermat, bahkan di saat dia tidak sadar.Mo Tian sering terbangun di malam hari, memandangi Liu Qingxue yang tertidur di kursi dekat ranjangnya. Dalam kesunyian malam, dia menyadari sesuatu yang selama ini dia abaikan—perasaan yang lebih dari sekadar persahabatan atau ikatan keluarga. Liu Qingxue adalah seseorang yang penting baginya, lebih dari apa pun yang pernah dia miliki.Namun, Mo Tian memilih menyimpan perasaan itu dalam hatinya. Dia tahu perjalanan mereka masih panjang, dan ancaman yang mengintai terlalu besar. Baginya, menyatakan perasaan hanya akan menjadi beban tambahan untuk Liu Qingxue, yang sudah banyak berkorban untuknya.Pagi ini, saat matahari menyembul di balik bukit, Liu Qingxue duduk di tepi ranjang Mo Tian,

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 61. Hilang Kendali

    Tubuh Mo Tian berdiri tegak, meskipun setiap serat ototnya tampak bergetar hebat. Tanda hitam di pundaknya memancarkan cahaya gelap yang berdenyut seperti jantung yang hidup. Wajahnya berubah dingin, matanya yang biasanya penuh tekad kini memancarkan kegelapan yang tak berujung. Liu Qingxue berdiri beberapa meter di belakangnya, terdiam membeku melihat perubahan yang terjadi pada Mo Tian.Mo Tian melangkah maju, tubuhnya dipenuhi aura mengerikan yang membuat udara di sekitarnya terasa berat. Anak buah Yan Wuxi dan Bai Zhen, yang sebelumnya menyerang dengan percaya diri, kini terlihat gemetar. Mereka mundur dengan wajah pucat, namun tidak sempat untuk melarikan diri.Dalam satu gerakan cepat, Mo Tian melesat seperti bayangan. Serangannya begitu cepat dan kuat hingga pedang-pedang anak buah Yan Wuxi terlempar tanpa perlawanan. Satu per satu mereka tersungkur, tidak sanggup melawan kekuatan yang luar biasa itu.Yan Wuxi dan Bai Zhen mencoba melancarkan serangan balik, menggabungkan seran

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 60. Amarah Besar

    Mo Tian dan Liu Qingxue kembali ke desa, mereka menatap ke arah kediaman Master Jian Xun dari kejauhan. Tempat itu tampak sunyi, jauh berbeda dari biasanya. Tidak ada suara percakapan, denting pedang, atau bahkan aktivitas para murid yang biasa mereka lihat. Asap tipis mengepul dari beberapa atap rumah di desa sekitar, memberikan kesan yang ganjil.“Ada yang tidak beres,” kata Liu Qingxue dengan nada waspada.Mo Tian mengangguk setuju. Mereka mempercepat langkah, melintasi jalan setapak yang penuh dedaunan kering. Ketika mereka tiba di desa, pemandangan yang mereka lihat membuat napas mereka tercekat.Desa itu porak-poranda. Rumah-rumah terbakar atau runtuh, jalanan dipenuhi puing-puing, dan udara dipenuhi aroma hangus bercampur dengan bau darah. Penduduk yang tersisa tampak lemah, beberapa menangis, dan lainnya hanya duduk terpaku dalam ketakutan.Seorang wanita tua, yang sedang membersihkan pecahan kayu di depan rumahnya yang hangus, menatap mereka dengan mata penuh kesedihan. “Kali

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 59. Ruang Bawah Tanah

    Mo Tian dan Liu Qingxue berdiri terpaku, menatap ke arah gelap tempat pria tua berjubah hitam itu menghilang. Napas keduanya masih tersengal setelah perjuangan berat mereka mendekati bangunan itu.“Dia... dia menghilang begitu saja,” ujar Liu Qingxue, suaranya bercampur antara bingung dan frustasi.Mo Tian menggenggam erat pedangnya, wajahnya tegang. “Dia pasti tahu sesuatu. Kita tidak boleh membiarkannya pergi begitu saja!”Tanpa membuang waktu, Mo Tian segera berlari ke arah pria itu sebelumnya berdiri. Liu Qingxue mengikutinya, meski tubuhnya masih terasa berat setelah bertarung melawan serangan-serangan tak terlihat tadi. Mereka berdua keluar dari bangunan tua itu, kembali ke kabut pekat yang menyelimuti Tanah Bayangan Jiwa.Namun, tidak ada tanda-tanda pria itu. Tidak ada jejak kaki di tanah, tidak ada suara langkah, bahkan tidak ada bekas keberadaannya.“Bagaimana mungkin dia menghilang begitu saja?” tanya Liu Qingxue, matanya menyapu sekeliling dengan waspada.Mo Tian menggelen

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 58. Tidak Ada Apa-Apa

    Kabut di sekitar Tanah Bayangan Jiwa semakin tebal, seolah menelan setiap cahaya yang mencoba menembusnya. Mo Tian dan Liu Qingxue terus berjalan, dengan setiap langkah terasa semakin berat. Energi gelap yang mengelilingi mereka seakan menyerap kekuatan dan semangat mereka, tetapi tekad untuk mencapai bangunan itu tetap menguatkan langkah mereka.“Bangunan itu sudah dekat,” ujar Mo Tian dengan suara yang bergetar. Ia menghapus keringat dari dahinya dan menggenggam erat pedangnya. “Kita tidak boleh menyerah sekarang.”Liu Qingxue menatap Mo Tian, napasnya tersengal-sengal. “Kita sudah sampai sejauh ini. Kita harus terus maju.”Namun, mendekati bangunan itu tidak semudah yang mereka bayangkan. Tiba-tiba, suara-suara berbisik mulai terdengar di sekitar mereka. Suara itu begitu lembut, seperti angin yang menyelinap ke dalam pikiran mereka, tetapi setiap kata membawa rasa takut dan keraguan.“Kenapa kalian terus maju?” bisik suara itu. “Tidak ada yang menunggu kalian di sana. Kalian hanya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status