Semua Bab Ratu Indigo VS Bad Boy: Bab 21 - Bab 30

90 Bab

Bab 21. Raga Khawatir

Kemarin, Raga menunggu sampai jam sekolah berakhir. Tapi hingga bel berbunyi, batang hidung Amira tidak terlihat sama sekali. Raga menyempatkan diri bertanya pada teman sekelasnya. Tapi karena Amira tidak dekat dengan siapapun, jadi tidak ada yang tahu. Semalaman, Raga galau berat. Dia menatap kontak Amira di handphonenya terus-menerus. Bimbang apakah harus menghubungi Amira atau tidak. Kebetulan, egonya yang menang. Raga memilih tidur dan tidak peduli. Besok juga Amira ada di sekolah lagi. “Tuan Raga sudah siap?” Meski Raga semalam bertekad untuk tidak peduli, nyatanya hari ini dia bangun lebih pagi. Alex menyambutnya seperti biasa saat Raga membuka pintu kamarnya. “Udah. Ayo berangkat.” Raga beranjak menuju tangga. Dia berhenti saat tiba di anak tangga terakhir. “Gue tunggu di mobil. Lo minta sandwich buat gue sarapan dari dapur, ya.” Entah kenapa Raga sedang tak ingin membuang waktu hari ini. Selain bangun lebih awal, dia juga bersiap dengan sangat cepat. Bahkan Raga
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-21
Baca selengkapnya

Bab 22. Tidak sabar

Raga menatap guru di depannya tidak sabar. Lambat sekali guru itu menjelaskan. “Lama,” gerutu Raga sambil memandang jam di dinding kelas. Raga pun mengangkat tangan untuk minta perhatian. “Pak!” Serunya keras. Guru yang sedang menulis di papan tulis pun menoleh. Dia berbalik menatap Raga. “Ada apa?” Tanyanya heran. Jarang sekali ada yang bertanya di saat dia bahkan belum mulai menjelaskan. “Itu, Pak.” Tangan Raga menunjuk ke arah jam yang baru saja dia lihat di dinding kelas. “Sebentar lagi pulang.” Dedi, guru yang terkenal killer itu menatap Raga tajam. Dahinya berkerut heran. Dia melihat angka di jam dinding yang sebelumnya ditunjuk Raga. “Apa maksudmu? Waktu pulang sekolah masih lima belas menit lagi!” Dedi menunjuk Raga kesal. Dia bahkan berjalan menghampiri meja Raga, penasaran dengan siswa yang berani menyela. “Kamu tidak menulis? Bukumu kosong!” Dedi mengangkat buku catatan Raga yang masih sangat suci. Sudah sejam dia menjelaskan, tapi tak ada satupun tulisan d
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-22
Baca selengkapnya

Bab 23. Antara Buku dan Hati

Raga berpikir keras. Dia memutar otaknya sambil menatap lorong sekolah yang hampir sepi sempurna. Tampaknya sudah tidak ada siapa-siapa lagi selain mereka. “Tidak apa, Bu! Saya bisa menjenguk Amira sendiri!” Raga terus memaksa, membuat Sonya menatapnya curiga. “Kenapa?” Sonya bertanya penasaran. “Besok juga bisa. Kita pergi bersama yang lain.” Bagi Sonya, niat Raga itu baik. Tapi terasa ada yang aneh dengan permintaan Raga, kenapa siswanya ini begitu terburu-buru? “Besok saja, Raga.” Tegas Sonya sekali lagi. Raga kehabisan akal. Kalau begini terus, dia bisa gagal mendapatkan alamat rumah Amira. Amira tidak membalas pesannya sedari tadi. Panggilan Raga juga tak satupun terjawab. Saat ini, Raga tidak mempunyai petunjuk lain kecuali Sonya. Raga tidak tahu dimana rumah Amira. Dia juga tidak bisa bertanya pada teman sekelasnya yang lain, karena ternyata Amira tak pernah menceritakan tentang kehidupan pribadinya. Raga baru menyadari, jika Amira begitu misterius. “Harus sekaran
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-22
Baca selengkapnya

Bab 24. Perbedaan Amira

Raga menatap kumpulan pria paruh baya yang sedang menggodanya itu. Dia merasa warung kecil ini sangat sesuai sebagai tempat tongkrongan mereka. Jokes receh ala bapak-bapak ini garing sekali. Raga cuma bisa memicing menanggapinya. Berbeda dengan Alex yang menahan geli. Alex sampai menutup mulutnya untuk menahan tawa. “Jadi di mana rumah Amira?” Ketus Raga keki. Raga sedang tidak ingin bercanda di sini. Dia mau tahu Rumah Amira. Secepatnya! Melihat wajah Raga yang menekuk, bapak berbaju hitam itu mengakhiri tawanya. Dia dan teman-temannya tidak lanjut bercanda lagi. “Kontrakan Amira masih jauh. Dari sini masih lurus, nanti belok kiri. Habis itu belok kanan. Terus lurus lagi. Tempatnya yang paling ujung.” Akhirnya, Raga mendapatkan informasi yang dia cari. Tanpa berkata apa-apa, Raga langsung berbalik dan melangkah pergi. Dia membiarkan Alex yang menutup obrolan dan mengucapkan terima kasih. Alex mempercepat langkah untuk menyusul Raga. Setelah mendapatkan petunjuk, Raga meles
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-23
Baca selengkapnya

Bab 25. Amira Sakit

Raga berdiri di depan pintu rumah Amira sambil berdecak tak percaya. Sudah sejauh ini Raga berjuang untuk Amira. Raga sampai adu otot dengan Dedi di jam pelajaran. Raga juga berbohong pada Sonya untuk mendapatkan alamat Amira. Bahkan setelah mendapatkan alamat, Raga harus berjalan kaki karena jalan ke rumah Amira tidak bisa dilewati mobil. Raga rela melewati gang kecil dan bertanya ke sana-sini untuk mencari rumah Amira yang letaknya sangat terpencil. Raga melewati semua kesulitan itu untuk sampai di rumah Amira. Namun, jangankan disambut, Amira bahkan tidak mengenali suaranya! “Gue Raga! Buka pintunya!” Raga berteriak kesal. Dia menendang pintu di depannya keras. “Cepet! Raga menggedor pintu rumah Amira tidak sabaran. Padahal Amira sudah tahu bahwa Raga yang menunggu di luar, tapi gadis itu belum juga membukakan pintu. “Raga? Ngapain lo ke sini? Jangan ganggu gue!” Amira malah menyahuti dari dalam, berteriak membalas Raga. Dia tidak membuka pintu sama sekali, membiarkan Raga
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-23
Baca selengkapnya

Bab 26. Senyum Amira

“Duh ….” Amira mengeluh pelan, menekan kepalanya yang terasa berat. Dengan pandangan yang masih kabur, Amira berkedip beberapa kali, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya terang yang menusuk. “Gue di mana?” Amira menatap langit-langit ruangan yang berwarna putih cerah. Dari satu petunjuk itu saja, Amira yakin kalau dia tidak ada di kamarnya. Kamar Amira itu memiliki lampu redup. Dia sengaja membeli yang paling murah dengan watt paling kecil. Bahkan cahaya terang menjadi barang mahal untuknya. “Rumah sakit?” Amira memandang sekeliling. Ranjang putih, gorden yang berkibar, dan selang infus yang melilit di tangan kanan Amira, semua petunjuk itu jelas menunjukkan kalau dugaannya benar. “Kok bisa? Siapa yang bawa gue ke sini?” Otak Amira bekerja. Dia memaksa untuk mengingat meski kepalanya masih berdenyut nyeri. Perlahan, memori tentang pintu yang dibuka, juga bayangan Raga, masuk dalam benaknya. “Pasti dia.” Pasti Raga yang membawa Amira ke rumah sakit. Raga adalah orang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

Bab 27. Butuh Uang

Amira menatap wanita berseragam putih yang ada di depannya. Pagi ini, dia memberanikan diri untuk bertanya di bagian administrasi rumah sakit yang terletak di lantai satu. “Kira-kira, berapa biaya yang harus saya bayarkan?” Jantung Amira berdegup kencang. Tak hanya cemas, dia juga penasaran. Sebelumnya, Amira sudah menyebutkan nomor kamar yang dia tempati. Sekarang, Amira sedang menunggu wanita tersebut menjawab. “Kamar ruangan VIP, ya ….” Seketika, hati Amira mencelos. Dugaan Amira benar. Kamar yang dia tempati memang istimewa. Ruang rawat Amira lebih mirip seperti kamar hotel daripada rumah sakit. Ada ranjang yang nyaman, juga televisi besar. Amira menyalakan televisi itu semalaman agar kamarnya tidak terasa sepi. Biasanya Amira tidak takut sendirian, tapi suasana rumah sakit membuat dia tidak nyaman. “Duh, gue nonton acara premium langganan lagi semalem,” gerutu Amira pelan. “Itu bayar enggak ya?” Sekarang, Amira mulai menyesali keputusannya. Harusnya semalam dia matikan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

Bab 28. Beban Amira

Raga terduduk di samping kasur Amira. Dia tertegun. Tangannya masih memegang buku catatan Amira bingung. Penasaran, Raga membalik halaman lain. Dia membaca isi catatan itu dengan seksama. “Ini catatan keuangan?” Dengan melihat tabel berisi jumlah uang yang dikeluarkan, beserta tanggal dan jenis keperluan, Raga bisa menebaknya dengan benar. “Bayar kontrakan, beli token listrik, makan di kantin.” Raga menoleh ke arah Alex, penasaran dengan apa yang baru saja dibacanya. “Memangnya sebuah rumah bisa disewa dengan biaya semurah ini? Lima ratus ribu? Untuk sebulan? Bukannya untuk sehari?” Alex menghela napas. Menjelaskan nilai uang kepada seseorang yang tidak pernah mengalami kesulitan finansial seperti Raga adalah tantangan besar. “Tuan Raga, sebenarnya harga itu cukup masuk akal. Meski di kota, rumah ini sangat terpencil. Tempatnya jauh dari jalan utama dan fasilitasnya hampir tidak ada.” Alex menunjuk ke arah pintu kecil yang ada di sudut ruangan. “Saya rasa satu-satunya fasil
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-25
Baca selengkapnya

Bab 29. Menemani Amira

Amira terdiam di atas ranjang di kamar inapnya. Matanya tertuju pada jarum jam dinding yang bergerak perlahan. “Ini udah jam pulang sekolah!” Amira mengomel kesal. “Kenapa itu orang enggak dateng-dateng juga?” Amira sedang membicarakan Raga. Harusnya, Raga sudah datang sejak tadi. Jangan bilang kalau Raga melupakan dia! “Awas aja kalo Raga enggak dateng! Gue penyet dia nanti di sekolah!” Amira melanjutkan omelannya. “Mana dia masukin gue ke rumah sakit yang mahal begini! Gue bayarnya pake apa coba?” Amira memekik frustasi. Kepalanya jadi sakit kalau memikirkan masalah uang. “Ya kali gue berobat bayarnya pake ginjal? Sama aja bego, dong!” Saat Amira sibuk memaki, pintu kamarnya terbuka. Raga berdiri di sana, bersama dengan Alex di belakangnya. “Lama banget!” Gerutu Amira sambil berteriak. Amira merengut menatap Raga. Namun, saat Raga mengangkat handphone milik Amira tinggi-tinggi, gadis itu berhenti mengomel. “Gue ngambil handphone lo! Biar lo enggak bosen!” Amira langsun
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-25
Baca selengkapnya

Bab 30. Tawaran yang Menggoda

Di atas ranjang rumah sakit, di dalam kamar inap Amira yang nyaman, Raga menawarkan pekerjaan. “Maksud lo apa? Gue enggak ngerti,” tanya Amira, kebingungan. Dahi Amira berkerut, kedua alisnya menyatu, menunjukkan kecurigaan yang jelas. “Lo lagi butuh duit, kan?” Amira mendelik tajam, kesal. Raga benar-benar pintar membuatnya merasa insecure. “Kerja sama gue. Gue punya banyak duit.” Raga melanjutkan. Tatapannya tertuju lurus, menunjukkan bahwa dia serius. Amira menghela kasar. Tentu dia tahu kalau Raga itu kaya. Raga hidup dalam kemewahan. Namun, tawaran ini terasa tidak benar. “Kenapa gue?” Tanya Amira langsung. “Kenapa sekarang?” Amira yakin jika Raga memiliki tujuan. Meski dia belum tahu ke mana arahnya. “Karena elo punya ‘itu’.” Raga sengaja mendekat. Dia berbisik tepat di telinga Amira. “Elo bisa tau apa yang akan terjadi. Itu bisa ngebantu gue menjauh dari bahaya.” Raga melirik ke samping. Sudut matanya menangkap Alex yang mendekat ke arah mereka. Tak mau samp
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-26
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status