Home / Young Adult / Ratu Indigo VS Bad Boy / Chapter 171 - Chapter 180

All Chapters of Ratu Indigo VS Bad Boy: Chapter 171 - Chapter 180

191 Chapters

Bab 171. Tidak Masuk Akal

Suasana di dalam mobil berubah hening. Raga dan Alex saling menatap tanpa kata. Diamnya Alex membuat Raga mengulang pertanyaannya. “Lo bisa enggak bela gue, siapa pun lawan yang lo hadapi?” Alex tidak menjawab. Dia masih menatap Raga lekat, membuat suasana di antara mereka berubah tegang. Amira jadi gelisah sendiri. Dia yakin Alex akan memihak Raga. Namun, kenapa pengawal itu tidak langsung menjawab pertanyaan sang tuan muda?“Bukankah lebih baik Tuan Raga mengatakan hal ini kepada Kakek Tuan?” Balasan dari Alex membuat Raga menghela kecewa. Raga pikir, Alex akan langsung memihaknya seperti biasa. “Lo kok jadi ragu begini?” Protesnya, tidak puas.Alex menggeleng pelan. Dia tidak ragu, hanya saja seorang teman yang memegang pedang akan lebih berbahaya dibandingkan musuh yang terang-terangan menyerang. “Leon mengetahui semua hal tentang keluarga Wijaya, Tuan. Bagaimana cara Tuan Raga menghadapinya?” Raga berdecak kesal. Dia tidak bisa menyangkal kebenaran yang diucapkan Alex. Raga
last updateLast Updated : 2025-02-02
Read more

Bab 172. Amira Pulang, Bu

Setelah pembicaraan berat tentang rencana dan juga tuduhan yang tampak tidak berujung, mobil milik Evan perlahan berjalan pelan. “Kenapa? Udah sampe?” Evan menyadari kecepatan mobil yang berkurang.Jendela di samping Evan menunjukkan deretan pohon yang berbaris rindang. Ini bukan wilayah perkotaan yang selama ini Evan lihat. Dia memasuki kawasan asri dengan warna hijau yang menyejukkan mata. “Belum.” Amira menunjuk ke arah mobil di depan mereka. Mobil Reynald yang memimpin, masih bergerak. Sepertinya jalan yang sempit membuat Reynald sedikit berhati-hati. “Pelan-pelan aja, Pak!” Baru saja Amira memberi peringatan, mobil Evan langsung oleng. Gerakan tiba-tiba itu membuat pekikan terdengar. “Kenapa?” Tanya Michelle, kaget. “Jalannya rusak,” sahut Evan.Sekarang, keduanya sibuk melihat pemandangan di luar. Lewat jendela mobil, Michelle dan Evan bisa melihat rumah-rumah kecil. Beberapa sudah berbentuk bangunan permanen, sementara sebagian masih menggunakan kayu. Mereka sepertinya s
last updateLast Updated : 2025-02-03
Read more

Bab 173. Kenangan yang Kembali

Amira memandang batu nisan di hadapannya lama, sebelum air matanya mengalir perlahan. Rasa rindu menguasai diri Amira, membuatnya tak bisa menahan isak yang keluar. “Duh, harusnya gue enggak begini,” ucap Amira sambil menghapus air matanya di pipi. Selama ini, Amira sudah berusaha tegar. Dia berjanji tidak akan menangis lagi, seberapa pun beratnya hal yang harus dihadapi. Amira telah mengucapkan hal itu. Air mata, tidak akan menghasilkan apa pun selain keputusasaan.“Enggak apa-apa, kok. Nangis itu ngebuktiin kalau lo masih manusia.” Febby menepuk lengan Amira pelan. Dia duduk di samping teman, sekaligus adik kelasnya itu. “Kehilangan itu emang akan selalu jadi hal yang berat.” Raga membelai puncak kepala Amira lembut. “Dan enggak semua orang bisa sekuat lo.”Amira menahan tangisnya. Dia menarik napas dalam, tapi air mata itu terus keluar. “Cup, Amira. Enggak apa-apa, ada kita sama lo sekarang.” Michelle ikut berkaca-kaca melihat Amira yang menangis. “Iya,” sahut Evan menambahka
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more

Bab 174. Kakak Beradik

Amira menatap Raga lama. Dia memandang pacarnya itu. Tidak terlihat kebohongan sama sekali di kedua mata Raga. “Lo … liat gue dalam mimpi?” Raga menghela pelan. Dia mengangguk. “Pasti lo enggak percaya, tapi gue beneran ketemu lo di mimpi itu.”Raga mengangkat kedua tangannya sendiri, menatapnya, menggerakkan keduanya, lalu mendekat pada Amira.“Kayak liat kenyataan.” Tangan Raga membelai pipi Amira lembut, lalu mencubitnya pelan. “Terasa. Enggak ada bedanya sama sekarang.”Amira inginnya tidak percaya. Namun, dia mengalami hal yang sama. Apakah mungkin, mereka benar-benar bertemu? Dalam mimpi?“Gue juga!” Evan berteriak tiba-tiba. Dia menepis tangan Raga dari pipi Amira. “Gue juga mau lihat rumah Amira.”Evan kembali mengangkat tema yang sebelumnya sedang mereka bicarakan. Dia tak mau melihat Raga dan Amira yang berbincang berdua saja. “Gue juga mau liat!” Michelle ikut menghampiri. Dia berdiri di sebelah Evan. “Boleh, kan, Amira?”Amira tidak langsung menjawab. Dia … bukannya t
last updateLast Updated : 2025-02-05
Read more

Bab 175. Orang dari Masa Lalu

Entah kenapa suasana menjadi tidak nyaman. Di depan rumah lama Amira, mereka saling tatap. Dika masih kukuh ingin Amira merespon. Namun, Amira malah enggan dan memalingkan wajah. “Bilang ke Dina makasih udah bersihin makam keluarga gue,” ucap Amira singkat.Amira hendak berbalik. Dia tak ingin bicara lagi. Namun, tangan Dika menahannya. “Kak, minta nomor Kakak, dong. Biar kita bisa kontakan.”Seketika, tangan Dika ditepis. Raga, yang sejak tadi ada di samping Amira, tak bisa bersabar. “Siapa lo?” Tanya Raga, dingin. Berani-beraninya cowok itu memegang tangan Amira?Dika memicing sekilas. Dia menatap penampilan rapi Raga. Meski memakai kemeja, Raga tampak masih muda. Mungkin seumuran dengan Amira. "Lo enggak punya nama?" Sindir Raga, lagi. Kali ini tatapannya semakin tajam. Raga menunjukkan rasa tidak sukanya dengan sangat, sangat jelas. Dika menghela. “Nama aku Dika,” jawabnya. Seketika, Raga tertawa keras. Pandangannya mencemooh, menghina meski tanpa kata. Nama Dika sungguh men
last updateLast Updated : 2025-02-06
Read more

Bab 176. Cermin Kepercayaan

“Tadi siapa?” Raga tidak bisa menahan rasa penasarannya lebih lama lagi.Sejak tadi, Raga sudah mengomel dan meminta Amira untuk menjelaskan. Dia ingin tahu siapa cowok yang sok kenal sok akrab dengan pacarnya ini. “Nanti gue jelasin!” Seru Amira dengan tangan yang terus menarik Raga untuk berjalan. “Di mobil!”Bujukan Amira baru dituruti oleh Raga setelah gadis itu menunjuk tatapan orang-orang sekitar yang tertuju ke arah mereka. Sepertinya, Amira ingin cepat-cepat pergi dari sini karena tak mau terus ditatap. Raga pun terpaksa menekan kembali rasa ingin tahu yang sudah meledak-ledak.“Pokoknya, lo harus jelasin semuanya nanti!” Ancam Raga. Dia tidak menerima jawaban setengah-setengah. Amira dengan berat hati mengiyakan. Apa saja, yang penting mereka segera pergi dari sini. Penduduk desa semakin banyak yang lalu lalang karena baru pulang dari kebun atau sawah garapan mereka. Amira tak ingin ditatap lebih banyak, terlebih karena Amira mengenal semuanya. “Iya,” sahut Amira pelan. Di
last updateLast Updated : 2025-02-07
Read more

Bab 177. Kabar Terbaru

Salah paham? Amira tidak pernah memikirkan kemungkinan seperti itu. Sekarang dia jadi terdiam, membuat keheningan sementara di dalam mobil Evan. “Atau mungkin dulu kalian masih belum dewasa,” sahut Raga, yang tiba-tiba saja menjadi bijak. Evan sampai menoleh dan menahan tawa. Masih belum dewasa, kata Raga. Padahal selama ini sikap Raga yang jelas-jelas masih kekanakan di antara mereka semua. “Kenapa lo ketawa?” Tanya Raga, tak senang. Dia memicing tajam pada Evan yang mengejek meski tak mengucap apa-apa.Di tengah perselisihan Raga dan Evan, Amira sibuk merenung. Sekarang saat Raga dan membahasnya, Amira baru menyadari, jika kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi.“Raga bener.” Evan pun turut mengiyakan. “Tapi … bisa juga sekarang dia udah sadar. Mungkin dia baru sadar setelah kehilangan elo?”“Kehilangan, ya?” Amira menghela berat. Hal seperti itu mungkin saja terjadi. Meski Amira tidak mau banyak berharap. “Yah, jangan terlalu benci sama seseorang,” sambung Raga. Entah apa
last updateLast Updated : 2025-02-08
Read more

Bab 178. Raga Tidak Setuju

“Secepatnya,” jawab Reynald. Reynald memasang wajah serius. Untuk sementara, Laveire memang bisa bertahan. Namun, tidak mungkin mereka kekurangan siswa terus-menerus. “Lebih cepat lebih baik, tapi kita juga butuh waktu untuk persiapan. Apalagi masalah keamanan. Berjaga saja. Jangan sampai kejadian kemarin terulang.” Raga berdecak keras. Dia merasa ada kontradiksi antara menjaga keamanan dengan acara besar-besaran. “Ya kalau mau aman enggak usah bikin acara terbuka, lah! Gimana, sih?!" Protes dari Raga membuat Reynald terdiam sesaat. Reynald bukannya tidak pernah memikirkan hal itu, tapi keadaan yang memaksanya menjalani keputusan ini. "Kita butuh keduanya, siswa juga keamanan. Menarik banyak orang, juga membuktikan jika Laveire masih sama berkualitasnya seperti dulu." Tangan Reynald menepuk bahu Raga pelan. Dia mengajak semua muridnya mendekat. Bibirnya membisikkan satu hal
last updateLast Updated : 2025-02-09
Read more

Bab 179. Pacar Gue

Dahi Amira mengernyit. Dia terpaksa harus mencari tempat duduk untuk membaca ulang pesan mengejutkan dari Raga.“Putus?” Tanya Amira, bingung. Raga sepertinya marah karena Amira memaksa untuk membantu. Semua karena Amira tidak bisa bersabar. Amira hanya merasa jika dia perlu bertindak sebelum semuanya terlambat. Mereka bisa selamat di kejadian kemarin berkat keajaiban. Tidak ada korban jiwa. Itu pastinya sebuah mukjizat. Hanya saja, Amira tidak yakin akan ada keberuntungan untuk kedua kalinya. “Kita pacaran bahkan belum ada sebulan.” Amira berdecih sinis. “Dia beneran mau putus?”Ibu jari Amira mengirimkan pesan balasan. Dia mengeja setiap huruf. “Yakin?”Sedetik setelah pesan Amira terbaca, handphone miliknya langsung berdering. Amira melihat nama penelepon. Raga. “Amira, jangan gitu.” Raga memulai kalimatnya dengan nada memelas sesaat setelah panggilan mereka tersambung. Raga pastinya tidak ingin putus. Pacar Amira itu hanya menggertak saja agar Amira menurut. Raga seolah lupa,
last updateLast Updated : 2025-02-10
Read more

Bab 180. Iya, Sayang

“Dasar.” Amira menggeleng tak percaya. “Genit,” ucapnya dengan sengaja.Amira suka menggoda Raga dengan julukan yang dia berikan saat mereka pertama kali bertemu. Panggilan yang mampu membuat Raga mendelik kesal padanya. Amira tidak akan pernah mengaku pada Raga jika dia menyukai tatapan keki sang pacar.“Berhenti bilang gue genit!” Raga berucap sambil menunjuk. “Gue enggak genit, ya! Yang barusan itu memuji. Dan itu cuma gue lakuin ke lo.”Amira terkekeh pelan. Dia tidak menjawab. Hanya tangannya yang bergerak meraih tangan Raga, menarik pacarnya itu agar terus berjalan. “Ayo cepet jalannya. Ini udah siang.”Raga tidak tahu saja. Apa yang Amira lakukan barusan, juga hanya untuk Raga. Mana pernah Amira memuji cowok lain tampan? Baru Raga saja. Sebelumnya, Amira tidak pernah tertarik pada cowok atau pacaran. “Emangnya kita mau ke mana, sih?” Raga menggerutu karena Amira menarik tangannya cepat. “Harusnya dari pagi? Kenapa enggak bilang?”Pertanyaan Raga dijawab oleh tatapan sinis dar
last updateLast Updated : 2025-02-11
Read more
PREV
1
...
151617181920
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status