Home / Young Adult / Ratu Indigo VS Bad Boy / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Ratu Indigo VS Bad Boy: Chapter 151 - Chapter 160

168 Chapters

Bab 151. Bekal Paling Manis

“Kakek mau bicara apa?” Raga langsung bertanya setibanya mereka di ruang kerja Heri. Padahal mereka bahkan belum duduk, tapi Raga sudah sangat tidak sabar. Heri menghela. Dia mengabaikan pertanyaan Raga, lebih memilih untuk terus melangkah menuju sofa yang ada di ruang kerjanya. “Kenapa kamu tidak sabaran begitu? Mau ke mana? Ketemu Amira?”Bahkan nama Amira membuat Heri jengah. Dia kesal mendapati Raga yang sebucin itu pada seorang perempuan. “Apa sih yang membuat kamu sebegitu sukanya pada Amira?” Heri sungguh penasaran. Bukannya Heri tidak pernah merasakan jatuh cinta. Dia hanya tidak segila Raga. “Kakek enggak akan ngerti,” sahut Raga singkat. “Pokoknya Amira itu spesial.”Heri mendengus keras. Dia memang tidak mengerti. Sama sekali tidak mengerti!“Jadi, kenapa sekolahnya?” Tanya Raga, mengalihkan pembicaraan. “Kakek udah bantuin masalah keamanan, kan?” Raga sungguh tak ingin membuang waktu. Dia tidak mau berbasa-basi. Dia masuk ke ruangan ini karena Heri membahas tentang
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more

Bab 152. Yang Manis

Tidak mau mengganggu Amira lebih lama, Raga memilih untuk berjalan keluar ruangan. Tepat di depan pintu, dia melihat Alex yang sedang menghalangi Leon untuk masuk.“Kenapa saya tidak boleh masuk, Tuan?” tanya Leon pada Raga.Leon merasa kecolongan. Padahal dia cuma menjalankan perintah Raga untuk memesan beberapa bahan baku makanan. “Memangnya apa yang Tuan lakukan di dalam? Apa yang terjadi?” Leon bertanya penasaran. Dia tak berkedip, menunggu jawaban Raga. “Ngisi baterai,” jawab Raga singkat.Seketika, Alex mendelik. Bukan itu yang dia lihat tadi. Raga bukannya sedang mengisi baterai. Tuan mudanya itu bahkan tidak mengeluarkan handphone sama sekali. Baterai mana coba yang diisi?“Baterai apa?” Pertanyaan Leon sama dengan Alex. Alex juga tidak mengerti meski dia menyaksikan sekilas apa yang Raga lakukan. Sungguh, ini bukan tentang baterai. Raga mendengus lelah. Dia menunjuk Leon dan Alex bergantian. “Kalian emang enggak pernah pacaran?”Kedua tangan Raga terlipat di depan dada.
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Bab 153. Kabar yang Tertunda

Amira terbangun keesokan harinya dengan perasaan campur aduk. Dia ingat kejadian semalam. Saat Raga datang, lalu memeluknya. Amira mengajak Raga bicara, dan entah bagaimana dia tertidur. “Habis itu apa?” Amira tidak bisa mengingat apa pun. Jadi pasti Raga yang membawanya ke atas ranjang. “Terus?”Amira bertanya-tanya sendiri. Dia tidak ingat lagi apa yang terjadi. Hanya saja, ada satu hal yang sangat membuatnya bingung. Itu adalah mimpinya. “Gue mimpi aneh ….”Tangan Amira bergerak perlahan menuju bibirnya. Semalam, dia bermimpi. Mimpi yang terasa begitu nyata. “Kenapa rasanya nyata banget?” Amira bertanya penasaran.Belum pernah Amira mengalami mimpi yang senyata ini. Dia bahkan masih bisa merasakan hangat bibir Raga di atas bibirnya. “Enggak!” Amira berteriak, kesal. “Gue bukan cewek mesum!” Bisa-bisanya Amira memimpikan hal seperti itu! Amira memang merindukan Raga, tapi ya tidak sebegitunya!“Ada apa Nona Amira?”Amira terlonjak kaget. Dia sampai lupa jika setiap pagi, pas
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Bab 154. Tidak Selalu Mulus

Raga dan Leon sudah ada di dalam ruangan Heri. Di depan mereka, ada tiga menu yang berhasil Raga buat. “Saya pikir makanan ini tidak akan selesai.”Leon menghela panjang. Memasak memang bukan hal yang mudah baginya, apalagi sepanjang malam dan siang. “Gue yakin ini belum selesai,” sahut Raga. Saat itu, Leon sempat melotot. Dia tidak percaya saat Raga mengatakan belum selesai. Apalagi yang harus dilakukan? Apa belum cukup memasak semalaman? Ini bahkan sudah sore. Hampir 20 jam mereka berkutat dengan makanan! “Kalian sudah di sini?” Sapaan Heri membuat perhatian Raga dan Leon tertuju ke pintu.Keduanya melihat Heri masuk ke dalam ruangan. Tadi, Raga memang datang lebih awal. Dia tidak mungkin terlambat saat membuat janji dengan Heri. “Udah, Kek. Coba Kakek liat apa yang Raga bawa.”Heri tidak membuat ekspresi apa pun saat Raga menunjukkan hasil resep terbarunya. “Raga buat fish cake, cheese prawn ball, sama fish strip.”Heri menatap ketiga makanan di depannya sambil memicing. Dia
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 155. Amira Berbohong

Amira duduk di atas sofa di dalam kamar inapnya di rumah sakit. Wajahnya menekuk, dengan bibir cemberut. “Duh!” Keluh Amira. Ingin sekali Amira meneriakkan kekesalannya. Sejak tadi, Amira sudah menunggu kabar dari Raga. Dia khawatir, dan juga cemas. Raga hanya menghubunginya sebentar sekali tadi. Bahkan tidak sampai semenit. Apakah satu menit untuk Amira juga terlalu sulit?“Gue tau dia sibuk, tapi … ugh!” Amira mencengkram sendok yang ada di tangannya kuat-kuat. Dia memang sedang menyantap makan malam sekarang. “Gue jadi malas makan!” Alex tidak mengucapkan apapun saat dia melihat Amira yang menghentak kesal. Dia bisa mengerti perasaan Amira. Namun, Raga juga tidak bisa disalahkan. “Pak!” Seruan Amira membuat Alex terkejut. Dia menoleh seketika, memandang Amira. “Tidur duluan, ya!” Amira berucap tanpa aba-aba. Dia meminum obatnya cepat. Setelah itu, Amira langsung naik ke atas ranjang. Dia menarik selimutnya tinggi-tinggi. Amira memejamkan matanya paksa. Lebih baik dia tidur
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 156. Kehidupan yang Berbeda

Amira menyelesaikan pembayaran rumah sakit. Dia menghela panjang saat melihat banyaknya jumlah yang harus dibayarkan. Andai saja dia menunggu Raga datang, pasti Raga yang akan melunasi semuanya. “Enggak!” Ketus Amira pada dirinya sendiri. “Gue bukan cewek matre!”Memang, Amira butuh uang. Namun, tidak semua harus dinilai berdasarkan uang. Amira juga menerima Raga sebagai pacarnya bukan karena Raga kaya. Jelas karena Amira juga menyukai Raga.“Kenapa?” Panggilan Evan menyadarkan Amira. Evan baru kembali setelah memesan taksi. Yah, karena dia tidak bisa membawa Amira dan Michelle dalam mobil sport kecilnya. Mobil itu hanya untuk dua penumpang. Evan membiarkan supirnya yang mengambil mobil itu, sementara dia akan naik taksi bersama Amira dan Michelle.“Enggak apa-apa,” sahut Amira singkat. “Michelle mana?” Tanya Amira kemudian. Evan cuma angkat bahu. Tadi mereka pergi ke arah yang berbeda. Evan ke lobby rumah sakit, sementara Michelle tadi pamit mau menelepon. Michelle berniat mengaba
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Bab 157. Teman, Bukan Uang

Suasana di dalam taksi berubah hening. Amira tidak mengucapkan apa pun lagi. Dia menunggu Evan dan Michelle untuk merespon apa yang dia katakan. Diam yang lebih lama dari apa yang Amira perkirakan, membuat dia sedikit khawatir. Sepertinya, Amira salah menganggap jika semua orang akan dengan mudah menerima dirinya yang berbeda. “Enggak, lah.” Evan menyahut kemudian. “Kayak sama siapa aja sampe harus permasalahin yang begituan.”Michelle pun menyusul ucapan Evan. Gadis itu memasang wajah khawatir yang terlihat jelas. “Harusnya lo bilang kalau sendirian,” seru Michelle, dengan nada sedikit kecewa. “Tau gitu, gue temenin lo juga pas malem.” Amira berdecih. Dia tersenyum lebar kemudian. Amira merasa bodoh karena sempat merasa cemas dengan anggapan Evan Michelle. “Enggak, ah. Nanti lo berisik. Yang ada malah enggak bisa tidur,” ucap Amira dengan kekehan. Mereka tertawa bersama. Amira mengucap syukur dalam hatinya. Dia benar karena sudah berucap jujur. Balasannya jauh lebih manis dari
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Bab 158. Kembali Melihat Bayangan

Amira memandang Evan dan Michelle bergantian. Dia sudah ikut duduk bersama keduanya di teras warung.“Udah istirahatnya belum?” Tanya Amira. “Jalan lagi, yuk. Bentar lagi sampe.”Rumah Amira memang tidak jauh lagi, dan Amira merasa jika lebih baik mereka istirahat di rumahnya saja. “Sebentar lagi?” Wajah Michelle berubah cerah. Dia gegas berdiri menyusul Amira yang sudah bangkit. “Ayo cepet ke rumah lo. Di luar panas!”Amira terkekeh mendengar keluhan Michelle. Dia menggeleng kasihan pada sang teman.“Tapi di rumah gue juga enggak ada AC loh, tetep panas.”Michelle cemberut, tapi menggeleng kemudian. Dia tetap menggandeng tangan Amira, mengajak temannya itu lanjut berjalan. “Enggak apa-apa. Yang penting kepala gue enggak kebakar.”Mereka pun terus berjalan sampai ke rumah kecil yang ada di pojok. Amira meminta kedua temannya menunggu. Dia berniat meminjam kunci cadangan ke pemilik kontrakan sebentar.“Nah, ayo masuk,” ucap Amira sambil membuka pintu. Amira mendahului kedua temannya
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Bab 159. Kolaborasi Pasangan Kekasih

Evan mendelik pada Amira. Dia yang harusnya bertanya kenapa. Amira malah melamun tak bergerak. Dipanggil pun tidak menoleh. “Lo yang kenapa. Kenapa diem?”Raga yang sebelumnya masih mengucek mata, mengumpulkan nyawa, seketika terduduk. “Kenapa?” Raga bertanya dengan suara yang masih serak. Cowok itu bersandar pada dinding di sebelah Leon. “Enggak apa-apa.” Amira menjawab singkat. “Cuma mau nyuruh lo pulang. Bentar lagi malem.”Amira menepuk lengan Raga lagi, meminta pacarnya itu cepat bangun. “Iya,” ucap Raga sambil menutup mulutnya yang masih menguap. Saat Raga hendak berdiri, Leon mendahului. Mana mungkin dia membiarkan tuan mudanya lebih sigap daripada dirinya sendiri. “Gue numpang ke kamar mandi dulu, boleh enggak?” Tanya Raga. Dia menunjuk pintu imut yang menuju ke kamar mandi Amira. Raga perlu mencuci wajahnya. Dia tidak mau terlihat mengerikan lebih lama di depan Amira. Setidaknya dia mau memastikan wajahnya layak diperlihatkan di depan sang pacar. “Ya udah sana!” Ami
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Bab 160. Kelanjutan Strategi

Amira baru selesai mengganti baju saat seseorang mengetuk pintu rumahnya beberapa kali. Sedikit curiga, Amira tidak langsung membuka pintu. Apalagi hari sudah malam dan semua teman-temannya sudah pulang. Amira sendirian.“Siapa?” Tanya Amira tanpa membuka pintu. “Kurir pengantaran pesanan atas nama Amira,” sahut suara dari seberang.Amira mendelik. Dia menggeleng curiga. “Gue enggak pesen apa-apa!” Balas Amira, berteriak. Amira hendak menjauh dari pintu, sebelum ketukan kembali terdengar.“Nama pengirimnya Raga!”Seruan itu membuat Amira berhenti. Dia gegas mengambil handphone miliknya sendiri. Amira berniat memastikan. Dia langsung menghubungi nomor Raga. “Iya, itu dari gue,” sahut Raga dari seberang.Belum juga Amira mengucapkan apa pun, Raga sudah tahu apa yang hendak Amira tanyakan. Amira memasang senyum sekilas. Dia meledek Raga. “Mau nyogok ceritanya?” Pasti karena Amira bilang kalau dia kesal pada Raga. Pacarnya itu sedang bersikap manis padanya. “Iya, dong. Isinya makan
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more
PREV
1
...
121314151617
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status