บททั้งหมดของ Satu Malam Bersama Adik Suamiku: บทที่ 111 - บทที่ 120

142

Bab 111: Harapan Baru

Di pojok hijau taman, Ayla menempati bangku kecil, matanya berkelana menangkap pemandangan tamu-tamu yang larut dalam kesenangan malam itu. Tiba-tiba, Adrian muncul dengan langkah ringan, membawa dua gelas minuman sebagai tanda ikatan.“Sudah siap menjalani hidup bersamaku sebagai istri?” tanyanya penuh gurau, sambil memberikan satu gelas kepada Ayla.Dengan tawa renyah, Ayla menyandarkan kepala di bahu Adrian yang hangat. “Bersamamu, aku siap mengarungi segala galaksi.”Mengapit Ayla dalam pelukannya, Adrian mencium puncak kepalanya lembut. “Dan aku akan memastikan bahwa kebahagiaanmu tak akan pernah luntur, sayang.”Di bawah taburan bintang, mereka berdua merasakan bahwa cinta yang mereka rajut bersama telah menemukan pelabuhan—sebuah permulaan baru yang dipenuhi harapan dan kegembiraan yang tak terkira.Sinar matahari pagi yang hangat menembus tirai jendela kamar mereka yang mungil, seolah mengusik Ayla
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-27
อ่านเพิ่มเติม

Bab 112: Tanda-Tanda Kehidupan

Beberapa hari setelah Adrian pergi bekerja, Ayla melangkah pelan-pelan menuju apotek kecil yang berada tidak jauh dari rumah mereka. Tangannya sedikit gemetar ketika memilih alat tes kehamilan, mencoba mengendalikan ragam emosi yang bercampur aduk di dalam dadanya.Di rumah, Ayla mengambil tempat duduk di kamar mandi, memegang alat tes tersebut di tangannya. Detik demi detik berlalu sangat lambat, suara jam dinding terdengar begitu jelas dan menggema di ruangan sempit tersebut.Ketika garis kedua mulai terlihat, matanya membesar, tak percaya. Tangannya spontan menutupi mulutnya, air mata perlahan menggenang di sudut matanya."Aku hamil," bisiknya lirih, suaranya terdengar penuh kekaguman dan sedikit ketidakpercayaan.Sore itu, Ayla menunggu Adrian pulang dengan perasaan yang campur aduk antara gugup dan antusias. Ia telah menyiapkan cara sederhana untuk menyampaikan kabar bahagia itu.Sebuah kotak kecil dengan pita biru terletak manis di atas meja
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-27
อ่านเพิ่มเติม

Bab 113: Bahagia dalam Penantian

Pagi itu langitnya cerah sekali, dengan sinar matahari yang lembut menyelinap masuk melalui jendela ruang tamu dan memantulkan sinar hangat ke atas lantai kayu yang mengkilap.Ayla bersandar nyaman di sofa, punggungnya disangga bantal kecil, tangannya yang satu menggenggam erat secangkir teh herbal hangat yang dibuatkan oleh Adrian. Perutnya yang kini semakin terlihat, mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan kecil yang bergerak di dalamnya.Adrian muncul dari dapur dengan membawa mangkuk kecil yang berisi potongan-potongan buah segar. Dengan langkah ringan, ia berjalan mendekati Ayla sambil tersenyum lebar, kemudian duduk di sebelahnya di sofa. "Coba ini," katanya sambil menyodorkan sepotong stroberi dengan garpu.Ayla mengangkat alisnya, setengah tersenyum. "Kamu pikir aku tidak bisa makan sendiri?" selorohnya dengan nada gurau.Adrian tertawa kecil, suara tawanya menggema kelembutan. "Aku hanya ingin memastikan kamu mendapatkan yang terbaik untuk bayi k
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-28
อ่านเพิ่มเติม

Bab 114: Tamu Tak DIundang

Namun, ada saat-saat Ayla merasa lelah menghimpit jiwa. Di salah satu malam yang dingin, setelah hari yang sibuk, Ayla menumpahkan air mata di kesunyian kamar, sembari mencoba menyembunyikan wajahnya yang basah di balik bantal.Adrian, dengan langkah lembut, memasuki ruangan dan duduk di pinggir tempat tidur Ayla, menempatkan tangan hangatnya di punggung Ayla yang terguncang oleh isak tangis. "Ada apa, sayang?" tanyanya dengan suara yang menenangkan.Ayla mengangkat wajahnya, air matanya
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-28
อ่านเพิ่มเติม

Bab 115: Kesalahpahaman

Setelah beberapa menit tegang, mereka menempati kursi di ruang tamu. Ayla berusaha mempertahankan ketenangan, meskipun getaran ketegangan masih terasa mengudara."Bicara sebentar saja," Bram membuka percakapan dengan suara yang berusaha tetap lembut. "Aku hanya ingin memastikan anak ini mengenalku. Hanya itu."Mata Ayla tertancap pada Bram untuk waktu yang lama. Wajah Bram kini tak lagi tajam seperti kenangan yang tersimpan di benaknya, namun matanya masih bersinar dengan ambisi yang sama. "Kamu mengerti ini tidak akan mudah, Bram?" suaranya rendah, hampir tidak terdengar.Bram mengangguk dengan penuh pengertian. "Aku sadar. Tapi aku bersedia berusaha."Di sebelah Ayla, Adrian masih tampak enggan. "Dan jika kami memilih untuk tidak?" suaranya serak. "Jika kami memilih menjaga jarak, apa kamu akan memaksa?"Bram memandang Adrian, tatapannya serius. "Aku tidak akan memaksa. Tapi aku berharap kalian bisa mempertimbangkannya."Suasana hening sej
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-01
อ่านเพิ่มเติม

Bab 116: Tak Ingin Saling Menyakiti

Adrian menghela napas panjang, perlahan berbalik dan tenggelam dalam kelembutan sofa. Ayla mengikuti, mendekat dan duduk di sampingnya, tangannya erat menggenggam tangan Adrian. “Aku harus berbicara, Adrian,” ujar Ayla dengan suara yang penuh kelembutan, “Bram itu bagian dari masa laluku. Sekarang, dengan seluruh hatiku, aku yakin bahwa meninggalkannya adalah keputusan yang benar. Kaulah masa depanku, kaulah ayah dari anak kita ini, dan tak seorang pun bisa merubahnya.”Adrian menatap dalam ke arah Ayla, matanya perlahan menghangat. “Aku hanya... kadang merasa diriku tak layak, Ay. Apa yang bisa aku tawarkan padamu? Bram memiliki segalanya—uang, kekuasaan. Sementara aku, aku hanya seorang pria biasa yang mencintaimu dengan setiap denyut nadi kehidupanku.”Dengan senyum yang penuh pengertian, Ayla menyeka air mata yang mulai membentuk sudut di matanya. Ia menyentuh pipi Adrian dengan lembut, jari-jarinya yang hangat
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-01
อ่านเพิ่มเติม

Bab 117: Persahabatan yang Kembali

Mentari pagi itu terasa lebih hangat dari biasanya, seakan merajut selimut kelembutan di taman kecil di depan rumah Ayla dan Adrian. Kicau burung membaur sempurna dengan suasana yang damai, menciptakan simfoni alam yang menenangkan.Ayla, yang terduduk di bangku taman dengan buku terbuka di pangkuannya, sebenarnya tak benar-benar tenggelam dalam bacaan. Pikirannya melayang pada pertemuan terakhir dengan Bram yang meninggalkan banyak tanya.Adrian muncul dari balik pintu, tangannya membawa secangkir teh hangat untuk Ayla. Ia menatap istri tercintanya dengan penuh kelembutan, sebelum akhirnya duduk di sampingnya. “Kamu tampak tenggelam dalam pikiran. Masih terbayang-bayang pertemuan kemarin?” tanyanya lembut.Ayla mengangguk pelan, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Adrian yang kokoh. “Aku hanya berusaha memahami, Adrian. Sungguh, aku tidak pernah menduga Bram akan berkata seperti itu,” ujarnya dengan suara bergetar.Adrian menyesap
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-02
อ่านเพิ่มเติม

Bab 118: Menghadapi Risiko

Pada suatu minggu yang hangat, Bram tiba di rumah mereka, kali ini dengan membawa seorang tukang kebun yang ia percayai. Aura yang biasanya terasa dingin dan tertutup, kini seolah melebur dalam kelembutan senyumnya."Rumah kalian benar-benar nyaman," ujarnya seraya matanya menelusuri setiap sudut taman kecil itu dengan penuh minat."Terima kasih," Adrian membalas, suaranya dipenuhi kehati-hatian namun tetap meresapi kehangatan yang kini mengalir dari kakaknya.Mereka menghabiskan sore itu dengan asyik mendiskusikan tentang metamorfosis taman mereka yang akan datang. Bram, dengan perhatian yang belum pernah terlihat sebelumnya, serius mendengarkan setiap kata yang Ayla utarakan, mencatat detil-detil kecil yang mungkin terabaikan.Di antara obrolan, Adrian tidak bisa berhenti memperhatikan transformasi yang terjadi pada Bram—lebih pendengar daripada penguasa, suatu perubahan yang mengejutkan.Ketika langit mulai meredup dan Bram harus pamit, se
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-02
อ่านเพิ่มเติม

Bab 119: Doa dalam Kegelapan

Namun, tidak setiap hari terasa ringan dan mudah. Suatu malam yang dingin, Ayla tiba-tiba merasakan sesak yang mendesak di dadanya. Adrian, yang terlelap dalam mimpi, terjaga oleh suara lirih Ayla yang terdengar bagai bisikan angin malam.“Ayla, ada apa ini?” tanya Adrian, suaranya terbungkus kepanikan, sambil segera menyalakan lampu kamar yang semula remang.Menggenggam dada, wajah Ayla pucat pasi. “Aku... aku sulit bernapas, Ad.”Tanpa pikir panjang, Adrian menyambar jaketnya, mendukung Ayla yang berusaha berdiri, dan membawanya ke rumah sakit terdekat.Selama perjalanan, Adrian berusaha keras menjaga ketenangannya, meskipun hatinya bagai dihempas gelombang besar. Tangannya erat menggenggam tangan Ayla, matanya sesekali melirik ke arahnya, penuh kecemasan. “Tahan sebentar lagi, Ay. Kita sudah hampir sampai.”Dengan segala kekuatan yang tersisa, Ayla mengangguk lemah. Senyumnya terkembang, mencoba menenangkan Ad
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-03
อ่านเพิ่มเติม

Bab 120: Doa yang Menguatkan

Malam semakin larut dan sunyi, namun rasa kantuk tak kunjung menghampiri Adrian. Ia terduduk lelah di kursi yang berada tepat di samping tempat tidur, matanya tak pernah lepas dari sosok Ayla yang terbaring lemah.Sesekali, Ayla terlelap sebentar, hanya untuk terbangun lagi dengan ekspresi yang tegang ketika gelombang rasa sakit menyapanya.Adrian segera beranjak, mengambil sebuah kompres hangat dari kamar mandi dan bergegas kembali ke sisi Ayla. Dengan penuh kelembutan, ia menempatkan kompres tersebut di punggung Ayla, berharap dapat sedikit mengurangi ketidaknyamanan yang ia rasakan.“Terima kasih,” bisik Ayla dengan suara yang hampir tak terdengar.“Jangan berterima kasih, Ay. Kamu adalah segalanya bagi aku. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan,” jawab Adrian sambil tersenyum pahit.Di balik ketenangan wajahnya, hatinya bergetar hebat, merasa seolah-olah apa yang telah dilakukannya masih jauh dari cukup unt
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-03
อ่านเพิ่มเติม
ก่อนหน้า
1
...
101112131415
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status