แชร์

Bab 113: Bahagia dalam Penantian

ผู้เขียน: Rizki Adinda
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-28 16:15:38

Pagi itu langitnya cerah sekali, dengan sinar matahari yang lembut menyelinap masuk melalui jendela ruang tamu dan memantulkan sinar hangat ke atas lantai kayu yang mengkilap.

Ayla bersandar nyaman di sofa, punggungnya disangga bantal kecil, tangannya yang satu menggenggam erat secangkir teh herbal hangat yang dibuatkan oleh Adrian. Perutnya yang kini semakin terlihat, mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan kecil yang bergerak di dalamnya.

Adrian muncul dari dapur dengan membawa mangkuk kecil yang berisi potongan-potongan buah segar. Dengan langkah ringan, ia berjalan mendekati Ayla sambil tersenyum lebar, kemudian duduk di sebelahnya di sofa. "Coba ini," katanya sambil menyodorkan sepotong stroberi dengan garpu.

Ayla mengangkat alisnya, setengah tersenyum. "Kamu pikir aku tidak bisa makan sendiri?" selorohnya dengan nada gurau.

Adrian tertawa kecil, suara tawanya menggema kelembutan. "Aku hanya ingin memastikan kamu mendapatkan yang terbaik untuk bayi k

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 114: Tamu Tak DIundang

    Namun, ada saat-saat Ayla merasa lelah menghimpit jiwa. Di salah satu malam yang dingin, setelah hari yang sibuk, Ayla menumpahkan air mata di kesunyian kamar, sembari mencoba menyembunyikan wajahnya yang basah di balik bantal.Adrian, dengan langkah lembut, memasuki ruangan dan duduk di pinggir tempat tidur Ayla, menempatkan tangan hangatnya di punggung Ayla yang terguncang oleh isak tangis. "Ada apa, sayang?" tanyanya dengan suara yang menenangkan.Ayla mengangkat wajahnya, air matanya

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-28
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 115: Kesalahpahaman

    Setelah beberapa menit tegang, mereka menempati kursi di ruang tamu. Ayla berusaha mempertahankan ketenangan, meskipun getaran ketegangan masih terasa mengudara."Bicara sebentar saja," Bram membuka percakapan dengan suara yang berusaha tetap lembut. "Aku hanya ingin memastikan anak ini mengenalku. Hanya itu."Mata Ayla tertancap pada Bram untuk waktu yang lama. Wajah Bram kini tak lagi tajam seperti kenangan yang tersimpan di benaknya, namun matanya masih bersinar dengan ambisi yang sama. "Kamu mengerti ini tidak akan mudah, Bram?" suaranya rendah, hampir tidak terdengar.Bram mengangguk dengan penuh pengertian. "Aku sadar. Tapi aku bersedia berusaha."Di sebelah Ayla, Adrian masih tampak enggan. "Dan jika kami memilih untuk tidak?" suaranya serak. "Jika kami memilih menjaga jarak, apa kamu akan memaksa?"Bram memandang Adrian, tatapannya serius. "Aku tidak akan memaksa. Tapi aku berharap kalian bisa mempertimbangkannya."Suasana hening sej

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-01
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 116: Tak Ingin Saling Menyakiti

    Adrian menghela napas panjang, perlahan berbalik dan tenggelam dalam kelembutan sofa. Ayla mengikuti, mendekat dan duduk di sampingnya, tangannya erat menggenggam tangan Adrian.“Aku harus berbicara, Adrian,” ujar Ayla dengan suara yang penuh kelembutan, “Bram itu bagian dari masa laluku. Sekarang, dengan seluruh hatiku, aku yakin bahwa meninggalkannya adalah keputusan yang benar. Kaulah masa depanku, kaulah ayah dari anak kita ini, dan tak seorang pun bisa merubahnya.”Adrian menatap dalam ke arah Ayla, matanya perlahan menghangat. “Aku hanya... kadang merasa diriku tak layak, Ay. Apa yang bisa aku tawarkan padamu? Bram memiliki segalanya—uang, kekuasaan. Sementara aku, aku hanya seorang pria biasa yang mencintaimu dengan setiap denyut nadi kehidupanku.”Dengan senyum yang penuh pengertian, Ayla menyeka air mata yang mulai membentuk sudut di matanya. Ia menyentuh pipi Adrian dengan lembut, jari-jarinya yang hangat

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-01
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 117: Persahabatan yang Kembali

    Mentari pagi itu terasa lebih hangat dari biasanya, seakan merajut selimut kelembutan di taman kecil di depan rumah Ayla dan Adrian. Kicau burung membaur sempurna dengan suasana yang damai, menciptakan simfoni alam yang menenangkan.Ayla, yang terduduk di bangku taman dengan buku terbuka di pangkuannya, sebenarnya tak benar-benar tenggelam dalam bacaan. Pikirannya melayang pada pertemuan terakhir dengan Bram yang meninggalkan banyak tanya.Adrian muncul dari balik pintu, tangannya membawa secangkir teh hangat untuk Ayla. Ia menatap istri tercintanya dengan penuh kelembutan, sebelum akhirnya duduk di sampingnya. “Kamu tampak tenggelam dalam pikiran. Masih terbayang-bayang pertemuan kemarin?” tanyanya lembut.Ayla mengangguk pelan, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Adrian yang kokoh. “Aku hanya berusaha memahami, Adrian. Sungguh, aku tidak pernah menduga Bram akan berkata seperti itu,” ujarnya dengan suara bergetar.Adrian menyesap

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-02
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 118: Menghadapi Risiko

    Pada suatu minggu yang hangat, Bram tiba di rumah mereka, kali ini dengan membawa seorang tukang kebun yang ia percayai. Aura yang biasanya terasa dingin dan tertutup, kini seolah melebur dalam kelembutan senyumnya."Rumah kalian benar-benar nyaman," ujarnya seraya matanya menelusuri setiap sudut taman kecil itu dengan penuh minat."Terima kasih," Adrian membalas, suaranya dipenuhi kehati-hatian namun tetap meresapi kehangatan yang kini mengalir dari kakaknya.Mereka menghabiskan sore itu dengan asyik mendiskusikan tentang metamorfosis taman mereka yang akan datang. Bram, dengan perhatian yang belum pernah terlihat sebelumnya, serius mendengarkan setiap kata yang Ayla utarakan, mencatat detil-detil kecil yang mungkin terabaikan.Di antara obrolan, Adrian tidak bisa berhenti memperhatikan transformasi yang terjadi pada Bram—lebih pendengar daripada penguasa, suatu perubahan yang mengejutkan.Ketika langit mulai meredup dan Bram harus pamit, se

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-02
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 119: Doa dalam Kegelapan

    Namun, tidak setiap hari terasa ringan dan mudah. Suatu malam yang dingin, Ayla tiba-tiba merasakan sesak yang mendesak di dadanya. Adrian, yang terlelap dalam mimpi, terjaga oleh suara lirih Ayla yang terdengar bagai bisikan angin malam.“Ayla, ada apa ini?” tanya Adrian, suaranya terbungkus kepanikan, sambil segera menyalakan lampu kamar yang semula remang.Menggenggam dada, wajah Ayla pucat pasi. “Aku... aku sulit bernapas, Ad.”Tanpa pikir panjang, Adrian menyambar jaketnya, mendukung Ayla yang berusaha berdiri, dan membawanya ke rumah sakit terdekat.Selama perjalanan, Adrian berusaha keras menjaga ketenangannya, meskipun hatinya bagai dihempas gelombang besar. Tangannya erat menggenggam tangan Ayla, matanya sesekali melirik ke arahnya, penuh kecemasan. “Tahan sebentar lagi, Ay. Kita sudah hampir sampai.”Dengan segala kekuatan yang tersisa, Ayla mengangguk lemah. Senyumnya terkembang, mencoba menenangkan Ad

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-03
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 120: Doa yang Menguatkan

    Malam semakin larut dan sunyi, namun rasa kantuk tak kunjung menghampiri Adrian. Ia terduduk lelah di kursi yang berada tepat di samping tempat tidur, matanya tak pernah lepas dari sosok Ayla yang terbaring lemah.Sesekali, Ayla terlelap sebentar, hanya untuk terbangun lagi dengan ekspresi yang tegang ketika gelombang rasa sakit menyapanya.Adrian segera beranjak, mengambil sebuah kompres hangat dari kamar mandi dan bergegas kembali ke sisi Ayla. Dengan penuh kelembutan, ia menempatkan kompres tersebut di punggung Ayla, berharap dapat sedikit mengurangi ketidaknyamanan yang ia rasakan.“Terima kasih,” bisik Ayla dengan suara yang hampir tak terdengar.“Jangan berterima kasih, Ay. Kamu adalah segalanya bagi aku. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan,” jawab Adrian sambil tersenyum pahit.Di balik ketenangan wajahnya, hatinya bergetar hebat, merasa seolah-olah apa yang telah dilakukannya masih jauh dari cukup unt

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-03
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 121: Keajaiban di Tengah Kegelisahan

    Malam itu, hujan turun dengan lembut, seolah-olah langit juga ingin turut merayakan momen penting ini. Tetesan air di jendela rumah sakit menciptakan melodi yang tenang, mengiringi detik-detik yang menegangkan di ruang persalinan.Ayla terbaring lemah di ranjang, kulitnya memucat namun sorot matanya menunjukkan keberanian yang tak tergoyahkan. Di sampingnya, Adrian duduk setia, menggenggam tangan Ayla dengan penuh kasih, berusaha meneruskan kekuatan melalui sentuhan hangatnya."Kamu sungguh kuat, Ay," bisik Adrian dengan suara yang bergetar lembut. Meskipun ia mencoba untuk terdengar tenang, rasa khawatirnya tak bisa ia sembunyikan. "Aku di sini bersamamu. Kita akan melewati semua ini bersama."Ayla mengambil napas dalam, berusaha keras mengatasi rasa sakit yang menghantamnya tanpa henti. Pandangannya bertemu dengan mata Adrian yang penuh kehangatan dan dukungan, memberikannya kekuatan."Aku tahu. Selama kamu di sampingku, aku yakin aku bisa," jawabnya de

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-04

บทล่าสุด

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 142: Bersama dalam Ujian

    Adrian tiba di rumah sore itu dengan langkah gontai. Sekilas pandang, Ayla sudah bisa menangkap duka yang tergurat di wajahnya. Sebelum suara Adrian sempat memecah kesunyian, Ayla menyambutnya dengan senyum yang hangat dan lembut."Kamu kelihatan lelah, Sayang. Aku sudah siapkan sayur lodeh kesukaanmu, mungkin bisa mengusir sedikit kepenatanmu," ujarnya sambil menarik Adrian ke meja makan.Adrian hanya mengangguk perlahan, kemudian mendekati Ayla dan memeluknya erat. Dalam dekapan itu, Ayla mengusap punggung Adrian, memberikan kelembutan yang menjadi penawar lelahnya. "Terima kasih, Ay," bisik Adrian dengan suara yang serak dan penuh emosi.Malam itu, mereka duduk bersantap bersama, dengan Aruna yang manis terlelap di pangkuan Adrian. Meski kesedihan masih menggelayut di hati Adrian, Ayla mulai berbicara mengenai beberapa ide cemerlang untuk mengatur keuangan mereka lebih baik lagi."Bagaimana kalau kita mulai dengan memasak lebih sering di rumah? Saya ju

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 141: Cobaan Keuangan

    Malam itu, atmosfer di rumah kecil mereka terasa berbeda. Biasanya, suara tawa Aruna atau celoteh ringan Ayla dan Adrian mengisi setiap sudut ruang tamu. Namun, malam ini, keheningan merayap masuk, seolah membawa bayangan yang berat dan tak terhindarkan.Adrian duduk termenung di meja makan, wajahnya tertunduk, tersembunyi di antara kedua tangannya yang kuat. Selembar kertas dengan tulisan yang rapi dan kecil tergeletak tak berdaya di depannya—laporan keuangan yang baru saja diterimanya dari kantornya.Ayla, berdiri di ambang pintu dapur, memperhatikan suaminya dengan cemas."Adrian?" suaranya terdengar lirih, seolah takut untuk memecah keheningan yang menggantung di udara.Adrian mendongak, matanya terlihat lelah, mencerminkan beban yang ia pikul. Ia memaksakan senyum, meski bibirnya sedikit gemetar. "Hey, Ay. Kamu belum tidur?"Ayla mendekat, menarik kursi dan duduk di seberangnya. "Bagaimana aku bisa tidur kalau kamu terlihat begitu tertek

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 140: Petualangan Keluarga Kecil

    "Terima kasih," ucap Ayla tiba-tiba, suaranya lembut namun penuh dengan rasa syukur yang mendalam.Adrian menoleh, keheranan tergambar dari alisnya yang terangkat. "Untuk apa?" tanyanya, rasa ingin tahu memenuhi suaranya."Untuk semuanya," lanjut Ayla, matanya menatap Adrian dengan penuh arti. "Untuk tetap di sini, untuk mencintai aku apa adanya... bahkan ketika aku merasa bukan siapa-siapa lagi." Suaranya semakin lembut, seolah-olah takut mengganggu kesunyian yang menyelimuti ruangan itu.Adrian tidak ragu-ragu, bangkit dari kursinya, dan duduk tepat di sebelah Ayla di sofa empuk itu. Dengan perlahan, ia menarik Ayla ke dalam pelukannya, sebuah pelukan yang memberikan kehangatan dan perlindungan."Kamu tidak pernah menjadi 'bukan siapa-siapa', Ay. Bagiku, kamu adalah segalanya. Kamu adalah rumahku. Kamu tahu itu, bukan?"Di bawah naungan pelukan itu, Ayla mengangguk, biarkan detak jantung Adrian, yang terdengar stabil dan menenangkan, menjadi iram

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 139: Menjaga Api Cinta

    Mereka berkendara menuju sebuah danau kecil di pinggiran kota, tempat yang dulu kerap mereka singgahi sebelum kehadiran Aruna. Udara segar dan pemandangan yang berwarna-warni hijau itu menyambut mereka, menghadirkan kedamaian yang telah lama mereka idamkan.Adrian memandang ke sekeliling dengan rasa takjub. "Aku enggak percaya kamu masih ingat jalan ke tempat ini," ucapnya penuh keheranan."Tentu saja aku ingat," sahut Ayla sambil membuka keranjang piknik yang telah ia persiapkan dengan teliti. "Di sini, di tempat ini, kamu pertama kali mengungkapkan cintamu padaku."Sebuah tawa kecil terlepas dari bibir Adrian, wajahnya memerah seketika. "Itu adalah salah satu momen yang paling menggetarkan hatiku. Aku takut sekali kamu tidak akan membalas perasaanku," kenangnya."Namun aku membalasnya, bukan?" Ayla membalas dengan senyum menggoda yang memancar dari matanya.Adrian tertawa lagi, lalu dengan lembut duduk di samping Ayla. "Kamu lebih dari seka

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 138: Tanpa Gangguan

    Janji itu mulai diwujudkan Ayla beberapa hari kemudian. Dengan semangat baru, ia berusaha mengatur ulang jadwalnya, menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat sehingga malam-malamnya bisa dihabiskan bersama Adrian dan Aruna.Suasana rumah pun kini lebih hangat, setiap detik bersama terasa lebih berharga.Pada suatu malam yang dingin, Ayla menyiapkan kejutan manis untuk Adrian. Setelah Aruna terlelap, ia mengubah ruang tamu menjadi oasis kecil yang tenang dan romantis dengan lampu redup dan lilin aromaterapi yang memenuhi udara dengan wangi yang menenangkan.Di atas meja kecil, ia menata dua cangkir teh hangat yang menguap dan beberapa camilan ringan yang menggugah selera.Ketika Adrian melangkah keluar dari kamar Aruna, ia terkejut dan terpesona melihat transformasi ruang tamu mereka. “Ini apa?” tanyanya, bibirnya mengembang dalam senyum yang tak bisa disembunyikan.“Ini malam kita,” jawab Ayla lembut, matanya berbinar saat

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 137: Kesibukan yang Menyita

    Pagi itu, sinar matahari menerobos jendela rumah kecil itu, menari-nari di antara aroma kopi yang baru saja diseduh. Ayla, dengan lengan blusnya yang tergulung rapi, tengah sibuk berkelana di dapur sambil sesekali memeriksa daftar tugas yang berderet di layar ponselnya.Di meja makan, suasana menjadi lebih hangat saat Adrian dengan lembut menyuapi Aruna, putri kecil mereka yang ceria, sambil sesekali membuat suara lucu, “aaaa… nyam!” yang selalu berhasil membuat Aruna tertawa gembira.“Aduh, Adrian, kamu nggak lihat file presentasiku di meja kerja, kan?” tanya Ayla, suaranya terdengar memantul dari dapur ke ruang tengah. “Kayaknya tadi malam aku taruh di sana deh.”Dengan alisnya yang sedikit terangkat, Adrian menoleh, “Yang file biru itu? Udah aku simpan di rak paling atas, biar Aruna nggak jadi mainan lagi.”“Ah, iya, benar sekali. Makasih ya,” sahut Ayla, sambil berlari kecil menuju rak

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 136: Perkenalan dengan Nadya

    Pertemuan yang semula kikuk itu mulai mencair berkat usaha Nadya. Dengan nada ramah, ia memperkenalkan diri,"Namaku Nadya," ucapnya sambil menyunggingkan senyum hangat kepada Ayla dan Adrian. "Senang sekali bisa berjumpa dengan kalian berdua. Bram sering sekali menceritakan tentang kalian."Ayla, terbawa suasana hangat tersebut, membalas dengan senyum lembut. "Senang bertemu denganmu juga, Nadya. Kamu terlihat seperti seseorang yang hangat dan menyenangkan."Nadya tertawa kecil, matanya berbinar saat menoleh ke arah Bram dengan penuh kelembutan. "Terima kasih, Ayla. Mungkin itu juga pengaruh dari Bram, dia memang orang yang istimewa."Ayla memperhatikan senyum tipis yang tersungging di wajah Bram—sesuatu yang langka ia saksikan. Bram tampaknya lebih santai, lebih terbuka, seperti terbebas dari beban.Adrian, yang ingin memastikan percakapan tetap mengalir, bertanya, "Jadi, kapan kalian berencana menikah?""Dua bulan lagi," sahut Nadya

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 135: Kehadiran Baru dalam Hidup Bram

    Acara pertunangan itu berlangsung dengan gemerlap dan penuh tawa, namun bagi Ayla, sorotan malam itu bukanlah pada Bram dan Nadya.Sorotan itu tertuju pada kesadaran mendalam yang muncul di antara dia dan Adrian, tentang bagaimana mereka telah tumbuh dan berkembang bersama sebagai sepasang kekasih.Di sebuah sudut ruangan yang tenang, mereka berdua duduk bersisian di meja kecil, menikmati seiris kue yang lezat sambil terlibat dalam percakapan yang ringan namun penuh makna.Adrian dengan lembut menyeka sisa krim yang terselip di sudut bibir Ayla menggunakan ibu jarinya, suatu gerakan kecil yang mengundang tawa lembut dari Ayla."Kamu ini, selalu saja punya cara untuk membuatku tersipu," ujar Ayla sembari memberikan tepukan ringan di lengan Adrian.Adrian hanya tersenyum simpul, matanya berbinar dengan keseriusan. "Aku hanya ingin kamu tahu betapa berharganya kamu di hatiku. Sayang, kita sudah melewati banyak hal bersama. Terkadang aku bertanya-tanya

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 134: Kedewasaan Cinta

    Hari pernikahan Bram tiba lebih cepat dari yang Ayla bayangkan. Setelah memutar berbagai pertimbangan dalam pikirannya, ia akhirnya memutuskan untuk absen. Baginya, hadir hanya akan membuka kembali luka lama yang telah ia usahakan untuk sembuh.Namun, pada malam yang sama, suasana di ruang tamu rumah Ayla terasa hangat dan nyaman. Ayla dan Adrian tenggelam dalam dunia film yang mereka tonton, ditemani tawa riang Aruna yang sesekali terdengar.Suasana itu sempat terhenti ketika Adrian tiba-tiba bertanya dengan nada penuh perhatian, "Kamu yakin dengan keputusanmu itu?"Ayla menoleh, matanya menatap Adrian dengan tatapan yang mengandung kebulatan tekad. "Yakin," jawabnya, mantap. "Aku sudah melangkah terlalu jauh untuk mundur. Bram sekarang punya kehidupannya, dan aku juga. Tidak perlu aku membuktikan sesuatu dengan kehadiranku di sana."Senyum mengembang di wajah Adrian, dia kemudian meraih tangan Ayla, menggenggamnya erat. "Kamu sudah melangkah sangat jauh

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status