Semua Bab Pesugihan Kandang Bubrah: Bab 231 - Bab 235

235 Bab

231. Tidak Semua Jejak Menghilang

Langit biru yang muncul tadi pagi perlahan mulai tertutup awan kembali. Tapi kali ini tidak gelap, hanya mendung yang menggantung ringan—seperti kabut tipis yang ragu turun sebagai hujan.Di dalam rumah, Jatinegara duduk di bawah jendela ruang tengah. Pensil warnanya tidak bergerak hari ini, hanya tergeletak di sebelah buku gambar yang masih kosong.Sudah dua hari sejak mereka mengunjungi makam Arif. Tidak ada suara ketukan. Tidak ada bayangan yang berdiri di halaman. Tidak ada apa-apa selain angin yang datang dan pergi tanpa arah.Lila mengamati anaknya dari meja makan. Ia sedang melipat pakaian, tapi pikirannya tidak di sana.“Kamu nggak gambar lagi?” tanyanya pelan, memecah keheningan.Jatinegara menggeleng. “Nggak ada yang mau digambar, Bu. Semua sudah pulang.”Lila tersenyum tipis, walau hatinya belum sepenuhnya percaya. Ia tahu, kadang anak-anak bisa lebih jujur dari orang dewasa… tapi juga lebih pa
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya

232. Kursi Kosong di Bawah Pohon

"Jatinegara! Jangan lari-lari di dalam rumah!" tegur Lila dari arah dapur sambil membawa piring kotor.Anak itu tidak menjawab, hanya tertawa kecil dan berlari menuju ruang tengah, lalu berhenti tepat di depan jendela besar yang menghadap ke halaman. Ia menempelkan wajahnya ke kaca, matanya fokus ke satu titik di luar sana.Hari itu, langit Desa Misahan tampak mendung. Angin lembut mengayun ranting-ranting pohon tua di halaman depan. Suasana rumah tenang, terlalu tenang, seperti tengah menyembunyikan bisikan rahasia yang enggan keluar dari celah dinding.Lila meletakkan piring ke dalam ember air sabun, lalu menyeka tangannya dengan kain lap. Ia berjalan perlahan menuju anaknya yang masih berdiri menatap ke luar."Kamu lihat apa, Jati?" tanyanya sambil ikut menoleh ke luar jendela.Jatinegara menunjuk ke arah pohon besar. Di bawahnya, ada kursi kayu reyot yang tampak tua dan ditinggalkan. Kursi itu sebenarnya tidak pernah ada di halaman rumah mereka. Lila tahu betul setiap sudut tempat
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya

233. Kehadiran yang Tak Terlihat

Pagi datang dengan cahaya abu-abu yang enggan menyinari penuh. Kabut masih menempel di dedaunan dan kaca jendela, seolah malam belum benar-benar berakhir.Lila berdiri di dapur sambil memandangi air mendidih dalam panci. Tangannya menggenggam gagang panci, tapi pikirannya tidak berada di sana. Malam tadi masih berputar di kepalanya—kursi yang tidak bergeser, lampu teras yang padam sendiri, dan suara retakan dari bingkai foto Arif yang berubah.Suasana rumah tetap hening. Terlalu hening untuk ukuran pagi hari. Bahkan suara burung pun enggan berkicau. Biasanya, pagi-pagi seperti ini terdengar kicauan dari burung-burung pipit yang bersarang di bawah genting. Tapi hari ini, bahkan angin pun tampak enggan menyentuh daun jendela."Bu... tadi malam aku mimpi lagi," ucap Jatinegara dari balik pintu dapur.Lila menoleh. Anaknya sudah rapi, duduk di kursi sambil menggambar lagi. Kali ini, kertasnya penuh dengan warna abu-abu dan hitam. Tidak ada bentuk manusi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-18
Baca selengkapnya

234. Kursi Pemanggil

Pagi kembali datang, tapi tak membawa terang. Awan gelap menggantung di atas atap rumah, dan angin dingin menyusup dari celah-celah jendela yang tertutup rapat. Udara pagi itu mengandung sesuatu yang lebih dari sekadar kelembapan—ada beban, ada isyarat.Lila tidak langsung bangun dari tidurnya. Malam sebelumnya terlalu panjang, terlalu berat. Ketukan di dapur, cangkir asing yang muncul entah dari mana, dan pandangan Jatinegara yang kosong saat ia menggambarkan 'teman' dari makhluk yang duduk di kursi itu membuat kepalanya penuh sesak. Bahkan dalam tidur, bayangan kursi tua itu seolah masih hadir, menggantung seperti lukisan muram di benaknya.Ketika akhirnya ia membuka mata, ia mendapati Jatinegara sudah tidak ada di tempat tidur. Rasa cemas langsung menjalar."Jati?" panggilnya pelan.Tidak ada jawaban.Lila beranjak cepat, membuka pintu kamar dan menelusuri rumah. Suara langkah kecil terdengar dari halaman depan.Dengan napas tertahan, Lila membuka pintu perlahan. Dan di sanalah Jat
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-19
Baca selengkapnya

235. Panggilan Jiwa

Kabut belum surut. Udara di sekitar rumah Lila berubah seperti lem, berat dan lengket, menyelimuti setiap jengkal ruang dengan ketakutan yang tidak terlihat namun terasa nyata. Jam dinding berhenti berdetak. Api lilin yang semula menyala di tengah ruangan telah padam, meninggalkan aroma hangus dan serpihan hitam di atas lantai.Sosok tinggi di ambang pintu tidak bergerak, tapi keberadaannya menyelimuti seisi rumah dengan tekanan yang membuat dada mereka sesak. Jatinegara bersembunyi di balik pelukan Lila, matanya menatap lurus ke sosok itu tanpa berkedip."Dia... masih di sini," gumamnya.Dimas menggenggam benda tajam di tangan kanannya—pisau dapur yang sebelumnya ia bawa hanya sebagai bentuk pertahanan diri, kini tampak seperti sehelai ranting rapuh."Kau yakin ini bukan halusinasi?" bisiknya pada Lila, suaranya nyaris tenggelam dalam desau angin.Lila menggeleng. "Ini nyata. Terlalu nyata."Mata-mata di tubuh makhluk itu terus bergerak, seolah memindai setiap niat, setiap bisikan ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-19
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
192021222324
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status