Home / Horor / Pesugihan Kandang Bubrah / Chapter 181 - Chapter 190

All Chapters of Pesugihan Kandang Bubrah: Chapter 181 - Chapter 190

210 Chapters

181. Ke Dalam Hutan Srengege.

Lila merasakan darahnya membeku. Mereka telah menemukannya tapi, sesuatu yang lebih besar telah menemukan mereka juga. Dan kali ini, mereka tidak akan bisa keluar dengan mudah. Malam itu, Lila terlelap dengan perasaan yang campur aduk. Setelah semua yang terjadi setelah pengorbanan besar yang ia lakukan demi menghapus nama Arif dan mengakhiri pengaruh Hutan Srengege, iaakhirnya bisa beristirahat. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Dalam tidurnya, ia kembali berada di suatu tempat yang tidak asing. Sebuah hutan gelap, tapi kali ini bukan Hutan Srengege. Udara di sini lebih pekat, lebih menyesakkan. Tidak ada suara burung malam atau gemerisik daun, hanya sunyi yang menyelimuti segalanya. Lila melangkah perlahan di atas tanah yang terasa lembut, seolah ia sedang berjalan di atas abu. Di kejauhan, samar-samar terlihat sosok yang berdiri diam, menatapnya.”Arif.” Lila tertegun. Meski
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

182. Makhluk-Makhluk Astral itu Sudah Menunggu.  

Ustadz Harman yang sedang membaca doa menghentikan bacaannya. Matanya menatap ke luar dengan waspada. Lila berdiri, melangkah perlahan ke jendela, dan mengintip keluar. Saat itulah ia melihatnya,di tengah jalan desa yang gelap, sosok pocong berdiri diam, tubuhnya terbungkus kain kafan yang kotor dan bernoda hitam. Tapi yang membuat bulu kuduknya berdiri adalah…Pocong itu tidak berdiri sendiri. Di sekelilingnya, beberapa pocong lain perlahan muncul dari bayangan, jumlah mereka terus bertambah. Mereka tidak melompat seperti yang diceritakan orang-orang, melainkan menyeret tubuh mereka ke depan dengan cara yang tidak wajar, seolah sesuatu memaksa mereka bergerak. Srekk… srekk… srekk… Jatinegara mundur selangkah, wajahnya memucat. “Astaga…” Belum sempat mereka mencerna apa yang terjadi, suara tawa melengking tiba-tiba ter
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

183. Kau Pikir Bisa Kabur, Hah?     

Jatinegara jatuh berlutut, wajahnya meringis menahan rasa sakit. “Sial! Dia menyerang langsung ke kepala kita!” Ustadz Harman menggertakkan gigi, mencoba tetap fokus membaca doa, meskipun tubuhnya juga mulai limbung akibat suara itu. Dan saat mereka lengah, salah satu pocong melompat dengan kecepatan luar biasa, menghantam Jatinegara dengan keras. Bugh! Jatinegara terpental ke belakang, menghantam tanah dengan suara keras. “Jatinegara!” Lila menjerit, berusaha mendekatinya, tapi sebuah bayangan hitam melintas di depan matanya. Kuntilanak merah telah turun, kini berdiri di antara mereka dengan wajah menyeringai. Darah hitam menetes dari bibirnya, dan matanya yang merah membara menatap Lila penuh kebencian. “Kau pikir bisa kabur, hah?” suaranya terdengar seperti dua suara yang berbicara bersamaan
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

184. Kami sudah menghancurkan hutan Srengege

Jatinegara yang masih kesakitan setelah dihantam genderuwo, mencoba berdiri lebih tegap. Wina membantu menopangnya, meski sorot mata wanita itu masih penuh waspada.Sementara Ustadz Harman berdiri dengan tangan menggenggam tasbihnya erat-erat.Arif menatap mereka satu per satu. Wajahnya tenang, tapi ada sesuatu yang tersembunyi di balik matanya—sesuatu yang belum ia ungkapkan.“Kau seharusnya sudah hilang,” kata Jatinegara akhirnya, suaranya serak karena rasa sakit.Arif tersenyum tipis. “Memang.”“Lalu kenapa kau di sini?” tanya Wina, matanya penuh selidik.Arif menghela napas sebelum menjawab, “Karena kalian masih belum keluar dari lingkaran ini.”Lila menegang. “Apa maksudmu?”Arif menatapnya dalam-dalam, seolah menimbang kata-katanya. Lalu, dengan suara yang lebih rendah, ia berkata, “Ini belum selesai.”Kata-kata itu membuat bulu kuduk Lila meremang.Ustadz Harman mengernyit. “Kami sudah menghancurkan hutan Srengege. Kami menghapus namamu, menutup gerbangnya. Kenapa ini belum sel
last updateLast Updated : 2025-03-07
Read more

185. Kalian harus berada di antara—tidak sepenuhnya hidup

Udara malam terasa lebih berat, seolah menekan dada mereka dengan beban yang tak kasat mata. Kata-kata Arif masih menggantung di udara, mengendap dalam pikiran mereka.“Kalau begitu, bersiaplah. Karena perjalanan kalian baru saja dimulai.”Lila menatap tanah dengan pikiran yang berkecamuk. Seluruh tubuhnya masih terasa nyeri akibat luka di bahunya, tapi rasa takut dan penasaran yang menguasai pikirannya lebih besar daripada rasa sakit itu.Jatinegara berdiri dengan tubuh sedikit limbung, darah yang mengering di sudut bibirnya adalah bukti bahwa ia masih kesakitan setelah dihantam genderuwo. Namun, matanya tetap menyala penuh tekad.“Kalau gerbang Kandang Bubrah akan menemukan kita, itu berarti kita tidak punya pilihan selain menunggu?” tanya Wina, suaranya terdengar datar tapi penuh kewaspadaan.Arif menatapnya sejenak sebelum menggeleng pelan. “Menunggu bukan pilihan. Kalian tidak punya banyak waktu.”Ustadz Harman menarik napas panjang. “Jadi bagaimana kita menemukannya?”Arif menat
last updateLast Updated : 2025-03-08
Read more

186. Jadi Kita Benar-Benar Akan Masuk ke Sana?

Beberapa jam kemudian, mereka berdiri di tanah kosong yang dulu merupakan hutan Srengege. Udara terasa lebih dingin dari biasanya, dan langit tampak lebih gelap, meskipun bulan masih bersinar redup di atas kepala mereka. Arif berlutut, menempelkan tangannya ke tanah, lalu memejamkan mata. Lila, Jatinegara, Wina, dan Ustadz Harman hanya bisa menunggu dalam diam. Tiba-tiba, tanah di sekitar mereka mulai bergetar pelan. Lila menahan napas. Jantungnya berdetak lebih cepat. Dan kemudian… Dari dalam tanah, muncul sesuatu. Bukan pepohonan, bukan kabut seperti sebelumnya. Tapi pintu kayu tua, setengah terkubur di dalam tanah. Ustadz Harman menatapnya dengan ekspresi serius. “Apa ini…?” Arif membuka matanya dan menatap mereka. “Gerbang Kandang Bubrah.” 
last updateLast Updated : 2025-03-09
Read more

187. Bau Menyengat Mulai Menyeruak.

Arif menatap sekeliling dengan tatapan tajam. “Setiap tempat seperti ini selalu memiliki kelemahan. Kita harus menemukan sesuatu yang tidak sesuai dengan pola yang diciptakan oleh tempat ini.” Wina berpikir sejenak, lalu mengangguk. “Jadi kita mencari sesuatu yang aneh? Sesuatu yang berbeda?” Arif tersenyum tipis. “Tepat.”Jatinegara menghela napas. “Baiklah. Daripada kita diam di sini, lebih baik kita mulai mencari.” Lila mengumpulkan tenaga yang tersisa dan mulai berjalan bersama mereka.Mereka tidak tahu apakah ini akan berhasil. Mereka tidak akan menyerah begitu saja. Langkah mereka berat, tubuh mereka lelah dan kepala terasa pening karena kekurangan makanan dan air. Namun, mereka tidak bisa berhenti. Tidak sekarang. Lila berjalan di samping Jatinegara, merasakan dinginnya udara yang semakin menusuk kulit. Kabut di
last updateLast Updated : 2025-03-10
Read more

188. Kmi Sudah Menunggu...

Crack... Semua orang menoleh. Boneka jerami yang tertancap paku di kepalanya kini bergerak sendiri. Seperti ada sesuatu yang merayap di dalamnya. Crack. Crack. Tangan Lila gemetar. Ada sesuatu di dalam boneka itu. Kemudian, sebelum mereka sempat bereaksi. Boneka itu bergerak, lengan jeraminya terangkat sendiri. Jatinegara mundur selangkah, wajahnya menegang. “Sial… benda itu hidup?” Kemudian, suara lain mulai terdengar dari dalam kabut. Suara tawa pelan, bukan tawa manusia biasa. Itu suara yang terlalu dalam, terlalu parau, seperti sesuatu yang pernah menjadi manusia tetapi tidak lagi. “Kalian… tidak seharusnya… berada di sini.” Lila merasakan hawa dingin merayap di tengkuknya. Bayangan-bayangan tinggi di balik kabut mulai bergerak. Bukan berjalan, melainkan melayang
last updateLast Updated : 2025-03-11
Read more

189. Suara musik gamelan.

pikirannya kalut, dan rasa perih di perutnya semakin menjadi-jadi. Lila merasakan hal yang sama. Aromanya begitu menggoda, begitu nyata. Air liurnya hampir menetes saat ia melihat daging panggang yang tampak begitu renyah dan beraroma harum. Tanpa sadar, Jatinegara melangkah mendekati meja itu. Namun, sebelum tangannya sempat meraih makanan, Arif menepisnya keras. Plak! Jatinegara tersentak, menoleh marah. “Sialan, Ayah Arif! Kau kenapa?!”Arif tidak menjawab. Tatapannya penuh dengan ketegangan, seolah ia melihat sesuatu yang mereka tidak bisa lihat. “Kalian tidak boleh menyentuh makanan ini.” Ustadz Harman, yang sejak tadi membaca situasi dengan hati-hati, langsung waspada. Wina menatap ke arah Arif dengan curiga. Lila yang masih terpengaruh aroma makanan mencoba mengabaikan peringatan Arif. “Tapi&hel
last updateLast Updated : 2025-03-12
Read more

190. Tempat ini bukan bagian dari Kandang Bubrah  

“Lila! Jangan berhenti!” teriak Jatinegara, meraih tangannya.Lila tersentak, lalu kembali berlari meskipun seluruh tubuhnya terasa berat.Mereka akhirnya mencapai sebuah tanah lapang di tengah hutan. Tempat itu kosong, tidak ada pohon, hanya hamparan tanah kering yang retak-retak, seolah sesuatu pernah terbakar di sini.Tapi anehnya… begitu mereka sampai di tempat itu, suara gamelan mendadak berhenti.Sunyi.Tak ada suara burung malam, tak ada angin yang berhembus.Lila berusaha mengatur napasnya. Dadanya naik turun, jantungnya masih berdetak kencang.Jatinegara menyeka keringat di dahinya, lalu menatap Arif dengan tajam. “Apa yang barusan itu? Mereka hampir membuat kita gila!”Arif tidak menjawab langsung. Ia hanya menatap tanah di bawah kakinya dengan ekspresi yang sulit ditebak.Ustadz Harman melangkah maju, matanya menyipit. “Tempat ini… terasa berbeda.”Wina
last updateLast Updated : 2025-03-13
Read more
PREV
1
...
161718192021
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status