Home / Horor / Pesugihan Kandang Bubrah / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Pesugihan Kandang Bubrah: Chapter 151 - Chapter 160

173 Chapters

151.  Rahasia yang Terkubur

Lila berdiri membeku. Sosok pria muda di hadapannya terlihat kurus dan lusuh, wajahnya penuh kelelahan, seolah telah melewati perjalanan panjang yang tak berkesudahan. Mata itu mata yang penuh rahasia menatapnya tajam, seakan mencari kepastian dalam kehadirannya.“Dimas?” Lila mengucapkan nama itu dengan suara bergetar.Dimas mengangguk pelan. “Aku tahu kau akan mencariku suatu hari nanti.”Ustadz Harman menatap pemuda itu dengan penuh kewaspadaan. “Kau menghilang bertahun-tahun, tapi sekarang muncul di hadapan kami. Apa yang sebenarnya terjadi?”Dimas menghela napas panjang. Dia menundukkan kepala sesaat sebelum kembali menatap Lila. “Aku berusaha menghentikan Arif, tapi dia tidak mau mendengar. Aku mencoba memperingatkannya agar tidak masuk ke hutan itu, tapi dia terlalu buta dengan ambisinya.”Lila mengepalkan tangan. Ingatan tentang Arif yang terjerumus dalam pesugihan kembali berputar di benaknya. “Jadi... kau sudah tahu semuanya sejak awal?”Dimas mengangguk. “Ya. Aku tahu lebih
last updateLast Updated : 2025-02-02
Read more

152. Pintu yang Tak Boleh Dibuka    

“Kau ingin mengatakan bahwa... aku bisa menghancurkannya?” suara Lila nyaris berbisik.Dimas mengangguk. “Ya. Dan aku akan membantumu.”Mata Lila terbelalak. Ia tidak pernah berpikir untuk kembali berurusan dengan Kandang Bubrah. Baginya, bisa keluar dari sana saja sudah merupakan keajaiban. Tapi kini, ia harus menghadapi kenyataan bahwa jika pesugihan itu tidak dihancurkan, maka kutukan ini akan terus berlanjut.Ustadz Harman, yang sejak tadi diam, akhirnya bersuara. “Tapi bagaimana caranya?”Dimas menghela napas. “Ada ritual tertentu yang harus dilakukan. Tapi ini berbahaya. Jika kita gagal, kita bisa terjebak selamanya.”Lila mengepalkan tangannya. Ia menatap Jatinegara, yang balas menatapnya dengan mata penuh ketakutan.Ia tahu ini gila. Tapi jika ia tidak bertindak, pesugihan itu akan terus menelan lebih banyak korban.Lila menarik napas dalam. “Baiklah. Aku akan melakukannya.”Dimas menatapnya penuh penghormatan. “Kalau begitu, kita harus segera bersiap. Karena mereka sudah tahu
last updateLast Updated : 2025-02-02
Read more

153. Siluetnya samar

Braak! Sebuah rak di sudut ruangan roboh sendiri tanpa sebab. Debunya berhamburan ke udara, menciptakan kabut tipis yang menyelimuti ruangan. Jatinegara menjerit ketakutan dan bersembunyi di balik tubuh Ustadz Harman, tubuhnya gemetar hebat.Lila merasa tengkuknya meremang. Udara di sekeliling mereka terasa lebih dingin, dan bau anyir tiba-tiba menyeruak dari entah di mana. Bau yang begitu menusuk, seperti daging busuk yang telah lama membusuk di tempat yang lembap dan gelap. Ia tahu mereka tidak sendiri.“Ambil semua dan keluar sekarang!” Dimas mendesak dengan suara tegang.Dengan tangan gemetar, Lila buru-buru memasukkan barang-barang itu ke dalam tas kain yang sudah ia siapkan. Jari-jarinya nyaris tidak bisa bekerja dengan baik, seakan ada kekuatan yang mencoba menghambatnya.Setiap hela napas terasa berat, seolah udara di ruangan itu semakin menipis. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, meskipun udara di ruangan itu begitu dingin hingga menusuk tulang.Begitu semuanya aman, me
last updateLast Updated : 2025-02-03
Read more

154. Bayangan yang Mengintai

Mobil yang mereka tumpangi melaju dengan cepat, meninggalkan rumah yang kini terasa lebih seperti neraka daripada tempat tinggal. Lila menoleh ke belakang, melihat rumah besar itu semakin menjauh di balik kegelapan malam. Namun, meskipun mereka sudah keluar dari sana, perasaan tidak nyaman masih melekat dalam hatinya. Jatinegara duduk di sampingnya, tubuh kecilnya gemetar ketakutan. Lila merangkul anaknya erat, mencoba memberikan rasa aman. Ustadz Harman yang duduk di depan tetap fokus mengemudikan mobil, sementara Dimas sesekali menoleh ke belakang, memastikan tidak ada yang mengikuti mereka. “Kita berhasil keluar,” gumam Lila, lebih kepada dirinya sendiri. Dimas mengangguk, meskipun wajahnya masih terlihat tegang. “Tapi itu belum selesai. Mereka tahu kita sudah mengambil barang-barang itu.” Lila menelan ludah. Kata-kata Dimas menging
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more

155. Bayangan di Balik Cahaya

Lila menggelengkan kepala, air mata menggenang di matanya. “Arif sudah mati. Kau bukan dia.”Sosok itu tersenyum tipis. “Kalau begitu… aku akan membawa kalian bersamaku.”Angin bertiup semakin kencang. Suara gemuruh terdengar dari tanah, seolah sesuatu sedang berusaha keluar dari dalamnya.Ustadz Harman berteriak, “Lanjutkan ritualnya! Jangan berhenti!”Dimas segera menyiramkan minyak fambo ke dalam api yang semakin besar. Lila, meskipun masih gemetar, mulai membaca mantra yang tertulis di kertas lusuh dari Mbah Niah.Bayangan Arif menjerit kesakitan. Ia mundur perlahan, tetapi masih berusaha melawan.“Kita hampir selesai!” teriak Dimas.Lila terus membaca mantra dengan suara semakin lantang, hingga tiba-tiba…Semuanya menjadi hening.Bayangan Arif menghilang dalam pusaran asap hitam. Udara yang tadi berat kini menjadi lebih ringan.Lila terjatuh ke tanah, tubuhnya lemas. Jatinegara menangis dalam pelukannya, sementara Ustadz Harman menutup matanya dalam doa.Dimas menghela napas panj
last updateLast Updated : 2025-02-05
Read more

156. Jatuh ke Dalam Kegelapan  

Mereka sampai di tepi jurang yang curam. Di bawah mereka, jurang itu dipenuhi kabut pekat yang menyembunyikan apa yang ada di dasarnya.Lila menoleh ke belakang. Sosok bayangan itu kini semakin dekat. Mata hitamnya bersinar dalam kegelapan, senyumnya menyeringai lebar, memperlihatkan gigi-gigi tajam yang tidak seharusnya dimiliki manusia."Kita harus lompat!" seru Dimas.Lila membelalakkan mata. "Kau gila? Kita bisa mati!""Dibandingkan dengan mereka? Kita tidak punya pilihan!" Dimas sudah bersiap melompat.Ustadz Harman menutup mata sejenak, lalu berkata, "Lila, percaya saja. Tuhan akan melindungi kita."Lila menggenggam tangan Jatinegara lebih erat, lalu menatap anaknya. "Jati, kau percaya pada Ibu?"Jatinegara mengangguk, meskipun wajahnya penuh ketakutan."Kalau begitu, tutup matamu, dan jangan lepaskan tangan Ibu."Tanpa ragu lagi, mereka semua melompat.Angin berembus kencang di sekitar mereka saat tubuh mereka jatuh ke dalam jurang. Lila memeluk Jatinegara erat, memastikan anak
last updateLast Updated : 2025-02-06
Read more

157. Lorong Tak berujung

Sosok itu tersenyum tipis. "Lila..."Suara itu terdengar seperti suara Arif, tetapi ada sesuatu yang aneh. Seakan ada gema di dalamnya, seperti suara yang datang dari tempat yang jauh.Lila merasakan lututnya melemas. "Ini tidak mungkin..."Ustadz Harman langsung berdiri di depan Lila dan Jatinegara, menghadang mereka. "Itu bukan Arif! Jangan dengarkan dia!"Dimas meraih bahu Lila dan berbisik cepat, "Jangan terpengaruh! Kita harus segera pergi!"Namun, sosok Arif itu mulai melangkah maju. Langkahnya lambat, tetapi suara derap kakinya menggema di seluruh lorong."Lila... kau tidak bisa pergi begitu saja..."Suara itu terdengar lebih dalam, lebih berat, lebih mengancam.Lila menelan ludah. Ia tahu bahwa ini bukan Arif. Ini adalah sesuatu yang lain—sesuatu yang menggunakan wujud Arif untuk memanipulasi dirinya.Dimas menarik tangan Lila dengan kuat. "Lari!"Mereka langsung berlari secepat mungkin, meninggalkan sosok itu di belakang.Lorong ini tampaknya tidak berujung, tetapi mereka tid
last updateLast Updated : 2025-02-07
Read more

158 Jejak yang Menghilang

Ustadz Harman menutup kitab kecilnya dan menoleh ke arah Lila. “Kita memang telah keluar dari lorong itu, tapi aku masih merasakan sesuatu yang aneh.”Lila mengerutkan kening. “Maksud Ustadz?”Ustadz Harman menghela napas, tatapannya penuh kekhawatiran. “Biasanya, setelah doa pemutusan, tempat yang terikat dengan dunia gaib akan kehilangan cengkeramannya. Namun, entah kenapa aku masih bisa merasakan kehadiran mereka.”Dimas mengangguk pelan. “Aku juga merasakannya. Mereka belum benar-benar melepaskan kita.”Lila merinding mendengar kata-kata itu. Ia menoleh ke arah Jatinegara, memastikan anaknya baik-baik saja.“Apa yang harus kita lakukan sekarang?”Dimas berpikir sejenak, lalu berkata, “Kita harus mencari jalan keluar dari hutan ini dan kembali ke desa. Jika kita masih terikat dengan pesugihan Kandang Bubrah, kita harus mencari cara lain untuk benar-benar mengakhirinya.”Ustadz Harman setuju. “Kita harus cepat. Aku khawatir semakin lama kita di sini, semakin besar risiko mereka mena
last updateLast Updated : 2025-02-08
Read more

159. Gerbang yang Terbuka

Angin dingin bertiup semakin kencang, membuat dedaunan di hutan berbisik seperti suara-suara samar yang sulit dipahami. Lila menggenggam tangan Jatinegara erat, matanya menatap ke sekeliling dengan waspada.Dimas berdiri tegap di depan batu besar dengan simbol aneh yang mereka temukan. Senter di tangannya mulai redup, seolah cahaya dari dunia nyata tidak bisa bertahan lama di tempat ini.Ustadz Harman masih berdoa dengan khusyuk, suaranya terdengar tenang meskipun udara di sekitar mereka semakin berat.Lalu, dari dalam kegelapan, terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekat.Lila menahan napas. “Apa itu?”Dimas meraih sebilah pisau kecil yang selalu ia bawa, siap menghadapi apa pun yang muncul.Siluet sosok tinggi muncul dari dalam bayangan pepohonan. Langkahnya lambat, tetapi setiap gerakannya terasa menekan. Cahaya senter yang redup hanya cukup untuk menampilkan bentuk samar tubuhnya.Lila merasa tenggorokannya mengering. Itu bukan manusia biasa.Sosok itu semakin dekat. Wajah
last updateLast Updated : 2025-02-09
Read more

160. Bayangan di Balik Ketenangan  

Dan dalam sekejap mereka tidak lagi berada di hutan. Lila membuka matanya perlahan. Ia melihat rumah kecil mereka di kejauhan. Tanah yang kering, suara ayam berkokok, dan udara pagi yang lebih hangat dari sebelumnya.”Mereka benar-benar telah keluar.” Suara dari sekitar Lila.Jatinegara menatap sekeliling dengan bingung, lalu memeluk ibunya erat. “Ibu… kita pulang…”Lila menangis. Ia memeluk anaknya erat.Dimas menghela napas panjang. “Kita berhasil…”Namun, sebelum mereka bisa benar-benar tenang, suara lirih terdengar di belakang mereka.“Kalian sudah kembali… tapi ingatlah… tidak semua pintu yang tertutup akan tetap terkunci selamanya.” Lila menoleh.Tidak ada siapa-siapa.Mereka mungkin telah keluar. Tapi pesugihan Kandang Bubrah belum benar-benar hilang.Matahari pagi menyinari tanah yang masih basah oleh embun. Lila berdiri di depan rumah kecilnya, menatap ke kejauhan dengan pikiran yang masih dipenuhi kegelisahan.Mereka telah kembali. Tidak ada lagi suara bisikan dari hutan, ti
last updateLast Updated : 2025-02-10
Read more
PREV
1
...
131415161718
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status