Home / Horor / Pesugihan Kandang Bubrah / Chapter 171 - Chapter 180

All Chapters of Pesugihan Kandang Bubrah: Chapter 171 - Chapter 180

210 Chapters

171. Dimas Berdiri di Sana, Tetapi Tubuhnya Terasa Salah.    

Mereka memutuskan untuk bergerak cepat. Waktu tidak berpihak kepada mereka, dan semakin lama mereka menunggu, semakin kecil kemungkinan mereka menemukan Dimas dalam keadaan utuh. Perjalanan menuju Hutan Srengege terasa lebih berat kali ini. Kabut tipis mulai turun, menciptakan bayangan aneh di antara pepohonan. Udara semakin dingin, dan suara-suara asing mulai terdengar di kejauhan—bisikan samar yang tidak bisa mereka pahami. “Berhati-hatilah,” Ustadz Harman mengingatkan. “Hutan ini bukan sekadar tempat biasa.” Lila menggenggam liontin di lehernya erat-erat, berharap benda itu masih bisa melindunginya dan Jatinegara. Jatinegara berjalan di sampingnya, menggenggam senter dengan tangan yang sedikit gemetar. Setelah beberapa saat berjalan, mereka tiba di batas hutan, tempat di mana semuanya selalu terasa berbeda. Dan kali ini, mereka tidak sendirian. Di
last updateLast Updated : 2025-02-21
Read more

172. Menunggu Sampai Malam Jumat Kliwon

“Tapi, Ustadz! Kita tidak bisa membiarkan Dimas begitu saja!” bentak Jatinegara. “Dia masih bisa diselamatkan! Aku yakin dia masih ada di sana!” Wina, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. “Dia memang masih ada… tapi bukan sebagai manusia lagi.” Semua orang menoleh ke arahnya. Wina menghela napas panjang. “Aku sudah mengatakan sebelumnya. Hutan Srengege sudah mengklaim Dimas. Jika kita memaksanya untuk tetap berada di dunia manusia, hutan ini akan terus menuntut korban lain.” Lila menggeleng keras. “Tidak! Aku tidak percaya itu! Dimas bukan milik mereka! Dia masih bisa kembali, sama seperti Arif—” “Tapi Arif tidak pernah kembali,” potong Wina. Suaranya datar, tapi penuh ketegasan. “Yang kita lihat selama ini hanyalah pantulan dari dirinya, bukan Arif yang sebenarnya. Sama seperti Dimas sekarang.”
last updateLast Updated : 2025-02-22
Read more

173. Suara Makhluk itu Terdengar Mengerikan  

Perjalanan di dalam hutan terasa semakin ganjil. Pepohonan yang menjulang tinggi seolah bergerak, menciptakan lorong-lorong yang berputar tanpa arah. Udara semakin berat, dan suara-suara aneh mulai terdengar di sekitar mereka—bisikan, tawa samar, serta isakan lirih yang tidak berasal dari siapa pun di antara mereka. Tiba-tiba, Wina berhenti. “Kita sudah dekat.” Ustadz Harman memejamkan mata sejenak sebelum mengangguk. “Aku juga merasakannya.” Lila dan Jatinegara saling berpandangan. Mereka tidak tahu apa yang harus mereka hadapi, tapi mereka tidak akan mundur. Lalu, di depan mereka, sebuah cahaya samar mulai terlihat di antara pepohonan. Mereka berjalan mendekat, dan akhirnya tiba di sebuah lapangan kecil yang dikelilingi pohon-pohon tinggi. Di tengah lapangan itu, Dimas berdiri. Namun, dia tidak sendirian. Bayangan hitam besar b
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more

174. Lila! Sadar! Kau Sedang Diperdaya!

”Mbah Niah...,” ucap Lila lirih. Gadis itu tersenyum tipis, tatapannya tajam menembus jiwa mereka. “Kalian akhirnya sampai di sini,” katanya dengan suara yang jauh lebih tua dari wujudnya. Lila dan Jatinegara saling berpandangan. Mereka baru saja menyelesaikan satu konflik.Namun, yang lebih besar kini menanti di depan mereka. Lila berdiri mematung di tengah pasar hutan Srengege, matanya kosong menatap ke depan. Di hadapannya, Mbah Niah duduk dengan anggun di balik meja kayu tua yang dipenuhi benda-benda aneh—botol kaca berisi cairan pekat, tulang-tulang kecil yang terikat benang merah, serta kertas-kertas kuno yang ditulis dengan aksara yang tak bisa ia pahami. Wujud Mbah Niah yang menyerupai gadis berusia 17 tahun tampak begitu tenang. Rambut hitam panjangnya menjuntai indah, kulitnya putih bersih tanpa cela, tapi matanya, matanya tidak seha
last updateLast Updated : 2025-02-24
Read more

175. Jatinegara Menatap Sekeliling Dengan Napas Tersengal

Ustadz Harman menghela napas panjang. “Kami akan mencari cara lain. Cara yang tidak melibatkan perjanjian kotor seperti ini.” Mbah Niah tertawa pelan. “Kalau begitu, bersiaplah… karena kalian baru saja menolak satu-satunya kesempatan untuk menyelesaikan ini dengan cara yang mudah.” Kabut hitam mulai berkumpul di sekelilingnya, menyelimuti tubuhnya sedikit demi sedikit. “Kita lihat saja… apakah kalian benar-benar bisa keluar dari sini hidup-hidup.” Dalam sekejap, mbah Niah menghilang. Pasar hutan Srengege yang tadinya riuh tiba-tiba sunyi. Tidak ada lagi penjual, tidak ada lagi pengunjung. Hanya mereka berempat yang berdiri di tengah kehampaan, seolah pasar itu sendiri hanya sebuah ilusi. Lila merasakan tubuhnya lemas, hampir jatuh jika tidak ditopang oleh Wina. Jatinegara masih menunduk, matanya kosong. Ia hampir melakukan sesuatu
last updateLast Updated : 2025-02-25
Read more

176. Hutan itu Sudah Menghilang! Bagaimana Bisa Masih Ada Korban?  

“Apa menurut kalian… dia masih hidup?” tanya Lila pelan. Ustadz Harman tidak langsung menjawab. Ia menatap keluar jendela, memandangi bulan yang menggantung di langit. “Aku tidak tahu, Lila. Tapi jika dia masih hidup, maka suatu saat… kita pasti akan melihatnya lagi.” Lila menggigit bibirnya. Ia ingin percaya, tapi entah mengapa, hatinya merasa ini belum benar-benar selesai. Tapi untuk saat ini, mereka butuh istirahat. Besok, mereka akan mencari jawaban.Besok, mereka akan menghadapi apa pun yang masih menunggu mereka. Namun, mereka tidak tahu, teror yang lebih besar sedang menunggu di depan mereka. Pagi di desa terasa lebih tenang dari biasanya. Udara dingin masih menyelimuti rumah Ustadz Harman, sementara embusan angin membawa aroma tanah basah setelah hujan semalam. Lila membuka matanya perlahan. Cahaya matahari yang masuk dari cela
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

Bab 177. Mungkin di Alam Lain.

Dengan ragu, Pak Surip mengangguk dan membawa mereka ke halaman belakang rumah Pak Darmo. Di sanalah mereka melihatnya. Pak Darmo tergeletak di tanah, tubuhnya kaku seperti patung kayu. Matanya terbuka lebar, tetapi tidak ada cahaya kehidupan di sana. Wajahnya membeku dalam ekspresi ketakutan yang begitu dalam, seolah ia melihat sesuatu yang tak bisa dijelaskan sebelum kematiannya. Jatinegara menelan ludah. “Ini… seperti yang terjadi pada orang-orang yang terjebak di hutan Srengege,” ucapnya spontan dengan wajah lugu. Ustadz Harman mengangguk, ekspresinya gelap. “Benar. Dan itu berarti… hutan belum benar-benar hilang.” Lila merasakan napasnya memburu dan bergumam. ”Jika hutan itu masih ada, itu berarti… mereka belum benar-benar keluar dari teror ini.” Dan sesuatu yang lebih mengerikan masih mengintai mereka. Suasana di seki
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

178. Jadi, Roh-Roh Itu Masih Ada di Sekitar kita?

Wina menatap mereka dengan tatapan penuh kehati-hatian sebelum berkata, “Mbah Niah.” Malam harinya, mereka berkumpul kembali di rumah Ustadz Harman. Tidak ada seorang pun yang bisa tidur setelah kejadian tadi pagi. Semua orang masih diliputi ketegangan, terutama dengan fakta bahwa hutan Srengege masih memiliki pengaruh di desa ini. Lila duduk di lantai dengan pikiran penuh. Wina tengah menyiapkan sesuatu di meja, sementara Jatinegara hanya diam menatap ke luar jendela. “Jika kita harus menemui Mbah Niah,” kata Lila akhirnya, “bagaimana caranya? Kita bahkan tidak tahu di mana dia sekarang.” Wina menoleh dengan ekspresi yang sulit ditebak. “Kita tidak perlu mencarinya. Dia akan datang sendiri.” Lila menatapnya bingung. “Apa maksudmu?”Wina meletakkan mangkuk kecil berisi air di atas meja. &ldquo
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

179. Di sana, segalanya dimulai. Dan di sana pula, segalanya harus berakhir.  

Mbah Niah mengangguk pelan. “Mereka masih mencari tempat mereka. Mereka tidak bisa kembali ke hutan yang telah tertutup, tapi mereka juga tidak bisa benar-benar masuk ke dunia manusia. Mereka… terjebak.” Ustadz Harman menarik napas panjang. “Lalu, bagaimana cara kita menghentikan ini?” Mbah Niah menyeringai. “Pertanyaan bagus, Ustadz.” Ia kemudian melangkah mendekat, menatap mereka satu per satu sebelum berkata, “Satu-satunya cara untuk benar-benar menyelesaikan ini adalah dengan menemukan akar dari kekacauan ini.” Jatinegara mendengus. “Bukankah akar masalahnya sudah jelas? Hutan Srengege dan semua perjanjian yang pernah dibuat di dalamnya.” Mbah Niah menggeleng. “Bukan hutan itu sendiri yang memulai semua ini. Ada sesuatu… atau seseorang… yang menjadi pemicu utama.” 
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

180. Jadi jiwa Arif benar-benar terjebak di sini?  

Wina menghela napas. “Gerbang hutan Srengege tidak bisa dibuka kapan saja. Tapi dari yang aku pelajari… tempat seperti itu biasanya memiliki waktu tertentu di mana batasnya melemah.” Ustadz Harman mengangguk. “Seperti malam saat kita terjebak di pasar hutan?” Wina mengangguk. “Tepat.” Lila menelan ludah. “Dan kapan gerbang itu akan terbuka lagi?” Wina menatap mereka semua dengan tatapan serius sebelum menjawab. “Malam Jumat Kliwon. Dua hari lagi.” Dua hari kemudian… Malam turun dengan cepat, dan langit dipenuhi oleh awan gelap yang menutupi cahaya bulan. Suara jangkrik yang biasanya riuh di malam hari terasa lebih lirih, seolah alam pun tahu bahwa sesuatu yang besar akan terjadi. Lila, Jatinegara, Ustadz Harman, dan Wina berdiri di tepi desa, menatap ke arah lahan k
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more
PREV
1
...
161718192021
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status